Puisi

Jejak Nawangsa Humara dalam Rahimmu – Puisi Amrin Tambuse

Dalam Rahimmu

Dalam rahimmu, kutemukan sumpah

1
belum juga merekah, seperti bunga- bunga di musim semi
aku menunggu, dengan menopang tulang belulang
yang telah kau patahkan dengan segenap rasa
seperti patahan- patahan zaitun yang menggoda

2
belum juga singgah di jantungku, yang berdenyar
denyar yang kerap kau jambangi saban waktu
pada saat hujan usai menikam kejantananku

3
dalam rahimmu, telah kutitipkan segala rupa
beranak pinakkan
ia tak akan dijadikan serapah
para laknat bedebah!

dalam rahimmu, kutemukan sumpah
tapi bukan serapah
hanya orang- orang  di caruk saja mengutukku
sampah!

2016

Nawangsa Humara

Sajak- sajakmu tak tertera di buku- buku para penyair
kemana lagi aku mencari?

aku hanya ingat namamu saja, Nawa
lengkapnya Nawangsa Humara
seperti mengingatkanku pada bunga- bunga
yang dulu kau tanam berjajar di halaman rumah kita

aku tak berhenti mencarimu, Nawangsa
dan jika akhirnya kutau
kau bukan bernama Nawangsa Humara lagi
tapi Nawangsa Humara Anggita
kau menyatu dengannya
lelaki yang dulu meratakan rumahku secara membabi buta!

Ah, Nawangsa Humara Anggita
engkau bukan lagi bunga- bunga yang mengeluarkan aroma syuhada
di taman- taman nirwana

2016

Penuntas

masih saja ia berselubung pagi, berkabut
orang- orang sudah menderes batang rambung
dengan pisau yang ujungnya tak seperti leher burung
menampungnya dengan batok tempurung
mengalir lalu jatuh ke lambung

belum juga ia beranjak dari peraduan, tak bertuan
masih saja berkutat dengan mimpi- mimpi jahanam
padahal orang- orang telah berlalu lalang
berburu sampai ketujuan dan berakhir pulang
sebagai pemenang entah sebagai pecundang

tapi ia, hanya sebagai penuntas langkah- langkah gelisah
di ladang- ladang sengketa

2016

Jejak

Aku meninggalkannya di lantai- lantai rumah tanpa pualam
untuk orang- orang yang barangkali tak lagi mengenali sesudahnya
pengembaraan diarungi, hanya menyisakan segelintir kenang
pada sebuah jam yang kutingggalkan di dinding kamar ibu
juga di almanak buram yang masih menggantung di paku
mengingatkan tentang seorang lelaki paruh baya
tentang seberapa lama perpisahan itu bermula

jejak itu kemudian telah musnah, lesap bersama udara
bersama mimpi kanak- kanakku yang berakhir jelata
ibu hanya meninggalkan sehelai sarung dan sebuah peci kusam
pada orang- orang yang setia tentang keyakinan akan kepulangan

hanya pada gerimis yang menimpa genteng rumah saja
kuwakili tentang genangan air yang bermuara di pipi
sebab aku seorang lelaki yang terlalu lelah tentang kesedihan

kali ini tidak kutinggalkan jejak di lantai rumah tanpa pualam
kupu- kupu yang kerap menjambangi bunga- bunga di lambung ibu
berlomba terbang, membawa seserpih kerinduan
yang entah berhenti di benua mana

Amrin Tambuse
Amrin Tambuse

2016

Amrin Tambuse, Lahir di Pangkalan Brandan, 3 Oktober 1968. Penulis cerpen dan puisi. Antologi Puisinya Nuun (2010) dan Yang Membuka Pintu Surga (2016)

__________________________________

Bagi rekan-rekan penulis yang ingin berkontribusi karya baik berupa puisi, cerpen, dan esai dapat dikirim langsung ke email: [email protected] atau [email protected].

Related Posts

1 of 124