Politik

Isu Pembebasan Ustadz Abu Bakar Ba’asyir dan Ahok Disebut Tak Pengaruhi Swing Voters

Swing Voters (Ilustrasi NUSANTARANEWS.CO)
Swing Voters (Ilustrasi NUSANTARANEWS.CO)

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Rencana pemerintahan Joko Widodo membebaskan dua nara pidana terkait agama yaitu Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), terpidana penista agama (Islam) dan Ustad Abu Bakar Ba’asyir, terpidana kejahatan terorisme berbasis agama (Islam) dinilai tidak akan mempengaruhi swing voters dalam Pilpres 2019 nanti.

Hal ini disampaikan Ketua Umum Perkumpulan SwingVoters (PSV) Adhie Massardi di Jakarta, Selasa (22/1/2019).

“Kelompok swing voters tak pernah tertarik kepada isu politik aliran, sektarian dan politik pengkultusan (tokoh) yang tidak rasional,” katanya.

Menurut Adhie, jumlah swing voters yang kemudian menjadi golput, dari pemilu ke pemilu terus membengkak justru akibat perpolitikan di Indonesia kian diwarnai isu-isu politik aliran dan pengkultusan gila-gilaan kepada tokohnya. Sehingga bila tokohnya dikritik, para pendukungnya ngamuk dengan berbagai cara.

“Ahok dan Ba’asyir adalah dua ikon politik yang tidak disukai swing voters, makanya mustahil menimbulkan gairah para swingers untuk memilih petahana yang membebaskan mereka,” ujar Adhie.

Baca Juga:  Jelang Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres 2024, Khofifah Optimis Prabowo-Gibran Menang

Khusus Ahok, kata koordinator Gerakan Indonesia Bersih (GIB) ini, dianggap swing voters sebagai pemicu munculnya polarisasi di masyarakat dalam 5 tahun terakhir ini.

Selain pengkultusan para pendukungnya, sehingga pengkritik Ahok akan diserang dengan berbagai cara, jargon Ahok ‘bangga jadi kafir yang penting tidak korupsi’ melukai kalangan umat beragama. Padahal publik tahu, ada banyak skandal korupsi yang melibatkan namanya, namum (aparat) hukum masih enggan menyentuhnya.

Ketika ditanya bagaimana pengaruh pembebasan Ahok dan Ba’asyir kepada paslon presiden/wapres, khususnya petahana, budayawan politik ini menuturkan pembebasan Ahok dan Ba’asyir nyaris tidak berpengaruh bagi pasangan Prabowo-Sandi. Sebaliknya, akan berdampak (buruk) secara signifikan bagi Joko Widodo-Ma’ruf Amin.

Alasan Adhie, para pendukung Ahok yang eksodus (meninggalkan kubu Joko Widodo) akan bertambah besar.

Gelombang pertama, mereka yang percaya teori konspirasi bahwa kursi wapres yang semua buat Ahok secara sistematis diambil orang lain (KH Ma’ruf Amin) yang saat Ketua MUI mengeluarkan fatwa yang menjadi dasar hukum untuk mengadili Ahok.

Baca Juga:  KPU Nunukan Menggelar Pleno Terbuka Rekapitulasi Perolehan Suara Calon DPD RI

Eksodus gelombang kedua, lanjut dia, yang kemungkinan akan diikuti kelompok Islam liberal, karena Joko Widodo dianggap mulai ‘main mata’ dengan kelompok Ustad Abu Bakar Ba’asyir.

“Padahal belum lama ini, yang meniupkan isu ‘ada kelompok radikal di salah satu capres’ justru pendukung Joko Widodo/Ma’ruf Amin sendiri,” sebutnya.

“Bisa jadi isu terus menurunnya elektabilitas petahana, membuat tim suksesnya berupaya keras untuk menahan lajunya, dengan berbagai cara, yang tidak disadari justru menjadi blunder,” sambung Adhie.

Sekadar tambahan, rencana Jokowi membebaskan Ustadz Abu Bakar Ba’asyir disebut-sebut telah membuat gaduh di kubu pendukung pasangan Jokowi-Ma’ruf. Rencana tersebut dianggap kurang tepat meskipun dengan alasan kemanusiaan.

Diketahui, Ustadz Abu Bakar Ba’asyir divonis 15 tahun penjara oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 2011 silam. Ia telah menjalani hukuman kurang lebih 9 tahun di penjara atau 2/3 dari masa hukum yang harus dijalaninya sehingga sudah memenuhi ketentuan untuk mendapatkan pembebasan bersyarat yang disebutkan dalam Undang-Undang (UU) Pemasyarakatan. Namun, tak sedikit kalangan yang memprotes pembebasan pendiri Ponpes Al Mukmin Ngruki, Sukoharjo tersebut, termasuk dari pemerintahan Australia.

Baca Juga:  WaKil Bupati Nunukan Buka Musrenbang Kewilayahan Tahun 2024 Pulau Nunukan dan Pulau Sebatik

Di lain pihak, ketidakadilan hukum tampaknya kembali dipertontonkan ke hadapan publik tanah air. Bekas bos Bank Century, Robert Tantular yang seharusnya menjalani hukuman 21 tahun penjara pada Desember 2018 lalu mendapatkan ampunan hukum berupaya bebas bersyarat. Koruptor kelas kakap ini sudah menjalani 10 tahun masa hukuman dari total 21 tahun seharusnya. Bahkan, total remisi yang didapat Robert Tantular ialah 74 bulan 110 hari atau sekitar 77 bulan.

(eda/asq)

Editor: Almeiji Santoso

Related Posts

1 of 3,108