Mancanegara

Isu-Isu Rasis Jelang Pemilu Swedia

Suasana Jelang Pemilu Swedia 2018 (Foto Dok. Getty Image)
Suasana Jelang Pemilu Swedia 2018 (Foto Dok. Getty Image)

NUSANTARANEWS.CO – Perkembangan ekonomi yang terseok-seok, ketidakpuasan akan kebijakan Uni Eropa, dan krisis imigran telah menyebabkan partai ekstrem kanan Swedia atau Partai Demokrat Swedia menjadi sangat popular. Terutama dengan jajak pendapat baru-baru ini yang menunjukkan bahwa sekitar setengah dari pemilih Swedia tidak memiliki keyakinan di masa depan.

Swedia dengan penduduk 10 juta orang menerima 400 ribu pencari suaka sejak 2012 sejak pemerintah kanan tengah pimpinan Fredrik Reinfeldt dan pemerintah sayap kiri pimpinan Perdana Menteri Stefan Lofven.

Keberhasilan partai ekstrim kanan memainkan isu kebijakan imigrasi, integrasi dan layanan kesehatan negara diperkirakan akan meraih banyak suara dalam pemilu Swedia pada 9 September mendatang – terutama oleh kalangan pemilih yang merasa tidak puas dengan kebijakan tersebut.

Di daerah pedesaan, pendukung partai ekstrim kanan ini bertambah besar karena tertarik dengan retorika nasionalis yang didengungkan. Sementara warga dengan penghasilan upah minimum, pensiunan dan pemilih pemula yang sebelumnya memilih Demokrat Sosial, kini menuduh Lofven mengancam sistem kesejahteraan negara karena menerima begitu banyak pencari suaka yang dipandang sebagai sebuah ancaman terhadap ekonomi dan budaya.

Baca Juga:  Penghasut Perang Jerman Menuntut Senjata Nuklir

Baca Juga:
Dampak Hasil Pemilu Jerman Dan Masa Depan Uni Eropa
Pemerintah Swedia Mempersiapkan Selebaran Ancaman Perang Bagi Warganya

Setelah kemenangan Trump di AS, Jimmie Akesson, Ketua Partai Demokrat Swedia menyatakan bahwa di Eropa, seperti di AS, ada gerakan yang melawan establishment dan pandangan terhadap kemapanan yang ada – seperti seruan menentang keanggotaan Turki dalam UE dan referendum keanggotaan Swedia dalam UE.

Partai Demokrat Sosial yang merupakan partai Perdana Menteri Stefan Lofven yang telah mendominasi panggung politik Swedia sejak 1930an, berdasarkan jajak pendapat menunjukkan bahwa meski partai itu tetap menjadi mendapat suara terbesar di pemilu – namun jumlahnya akan turun dibanding pemilu-pemilu sebelumnya. Sementara itu partai Demokrat Swedia diperkirakan akan menduduki urutan kedua partai pemenang pemilu, dan Partai Moderat yang konservatif akan menempati urutan ketiga.

Menguatnya partai ekstrim kanan Swedia yang rasis merupakan fenomena menarik dalam era globalisasi. Padahal Swedia di kenal sebagai sebuah negara dengan masyarakatnya yang toleran dan tingkat kejahatan yang rendah.

Baca Juga:  Dewan Kerja Sama Teluk Dukung Penuh Kedaulatan Maroko atas Sahara

Baca Juga:
Korvet Stealt Spektakuler Kelas Visby Swedia
Swedia Didaulat Sebagai Negara Terbaik untuk Kemanusiaan
Negara-negara Asia Jadi Sasaran Ekspor Produsen Senjata Swedia

Tapi dalam pemilu kali ini, poster-poster kampanye pemilu mengalami perubahan drastis dengan munculnya jargon-jargon publik: “Tolak Azan”, “Bicara bahasa Swedia untuk Jadi Warga Swedia”, dan sebagainya.

Sebagian besar pengamat menyatakan bahwa Swedia akan dipimpin oleh pemerintah minoritas yang lemah.

Meski partai ekstrim kanan Demokrat Swedia tidak akan berkuasa, selama partai-partai lain menolak untuk menerimanya, partai ini akan memiliki pengaruh kuat dan memegang posisi-posisi penting di komite parlemen yang bertanggung jawab membuat undang-undang. (Banyu)

Related Posts

1 of 3,052