Israel Memang Pantas Dilaknat Oleh Rakyat Palestina

Israel memang Panras Dilaknat
Israel memang Pantas dilaknat oleh rakyat Palestina. Tampak Pemimpin Palestina Yasser Arafat sedang termenung.

NUSANTARANEWS.CO – Israel memang pantas dilaknat oleh rakyat Palestina. Pemimpin Palestina Yasser Arafat sebenarnya telah memberi konsesi perdamaian terbesar sepanjang sejarah pada tahun 1988 dengan mengakui Israel – tapi pengakuan Arafat tidak pernah dibalas oleh Israel. Bahkan pada Perjanjian Oslo 1993, Arafat menerima prinsip pemisahan dua negara yang lebih buruk dari mandat PBB – di mana Palestina hanya mendapat 22% dari wilayah yang disengketakan.

Meski Palestina sudah berkali-kali mengalah, Israel pun berkali-kali mengingkari janjinya. Perjanjian Oslo merupakan fakta sejarah di mana Israel jelas-jelas menolak berbagi wilayah sengketa dengan pribumi Palestina. Bahkan Israel tetap mempertahankan pendudukan militernya di tanah air Palestina. Dengan kata lain, Israel memang tidak menginginkan berdirinya sebuah negara Palestina yang merdeka dan berdaulat di jazirah Arab.

Dalam pertemuan Camp David yang diprakarsai oleh Amerika Serikat (AS) pada tahun 2000, Presiden Bill Clinton memanggil Arafat dan Ehud Barak, perdana menteri Israel untuk mengadakan pembicaraan perdamaian di Camp David.

Sebelum pertemuan Presiden Clinton telah berjanji kepada Arafat bahwa Palestina tidak akan disalahkan jika pembicaraan menemui jalan buntu.

Faktanya, dalam pertemuan Camp David, Israel bersikeras mempertahankan Yerusalem yang didudukinya, termasuk masjid Al Aqsa, dan sebagian besar wilayah Tepi Barat yang dikuasainya. Ironisnya, dengan berlagak pilon, Washington pun turut menyalahkan Arafat yang menyebabkan Israel melakukan tindakan kekerasan di Palestina.

Tidak lama setelah itu, Inisiatif Perdamaian Arab Saudi pada tahun 2002 yang menawarkan hubungan normal Israel dengan dunia Arab sebagai imbalan pengakuan negara Palestina pun buru-buru disimpan dalam arsip sejarah yang kemudian terlupakan.

Setelah kematian Arafat, berdasarkan kebocoran “Papers Palestine” terungkap bahwa Palestina telah membuat konsesi yang belum pernah terjadi sebelumnya yakni mengizinkan Israel untuk menganeksasi Yerusalem Timur. Padahal Yerusalem Timur diharapkan menjadi ibukota negara Palestina yang dicita-citakan.

Memang sejak awal, Israel telah memainkan slogan “proses perdamaian” sebagai sarana untuk “mengaburkan” perampasan tanah Palestina secara bertahap maupun terang-terangan.

Perhatikan ketika “Mandat Pemisahan” PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) pada akhir 1947 – menjelang proklamasi kemerdekaan Israel 1948 yang memicu perang. Di mana rencana pembelahan tanah air Palestina justru lebih besar kepada minoritas populasi Yahudi Eropa yang baru mulai melakukan imigrasi besar-besaran ke Timur Tengah setelah difasilitasi oleh kerajaan Inggris.

Tentu saja pembagian itu ditolak mentah-mentah oleh pribumi Palestina dan negara-negara Arab lain. Jelas tidak mungkin diterima ketentuan penyerahan 56% tanah air Palestina kepada orang-orang Yahudi yang baru saja tiba.

Dan setelah perang munculah negara Israel dari reruntuhan puing-puing sebagian besar tanah air Palestina seperti yang diharapkan oleh para pemimpin Zionis yang memang tidak berniat mematuhi mandat PBB.

David Ben Gurion, bapak pendiri Israel, dengan tegas sejak awal mengatakan bahwa negara Yahudi yang diusulkan oleh PBB sangat “kecil” dan tidak mungkin bisa menampung jutaan imigran Yahudi yang akan bermukim di Palestina.

Ben Gurion memang menginginkan pribumi Palestina menolak rencana itu, sehingga orang Yahudi dapat menggunakan perang sebagai kesempatan untuk merebut 78% tanah air Palestina dan mengusir sebagian besar penduduk aslinya.

Terbukti selama berpuluh-puluh tahun Israel dengan senang hati mempertahankan pendudukannya. Dan Perang 1967, merupakan momentum emas untuk semakin memperluas wilayah pendudukannya atas wilayah Arab.

Jadi selama beberapa dekade, rencana perdamaian memang dirancang membuat tuntutan yang tidak mungkin dipenuhi oleh pribumi Palestina sehingga persyaratan itu terpaksa ditolak. Penolakan penawaran itu menjadi dalih bagi Israel untuk merebut lebih banyak lagi tanah air Palestina. Dengan demikian Israel memang pantas untuk dilaknat. Lebih lengkap baca selanjutnya: Diplomasi Perdamaian Terbukti Memperluas Wilayah Israel.(Agus Setiawan)

Exit mobile version