Hukum

ISQH: Siapakah yang Berhak Menafsirkan?

NUSANTARANEWS.CO – “Siapakah yang berhak menafsirkan?”. Pertanyaan ini sering terdengar di kalangan masyarakat luas, seiring dengan maraknya isu penafsiran Al-Maidah 51 yang menyeret gubernur DKI Jakarta non aktif Basuki cahya Purnama alias Ahok menjadi tersangka kasus penistaan agama.

Demikian ungkap Koodinator bidang Media Ikatan Serjana Qur’an Hadis (ISQH), Fauzi, dalam keterangan tertulisnya di Semarang yang diterima nusantaranews.co, Minggu (20/11) malam.

“Ikatan Keluarga Besar Tafsir Hadis Indonesia, gabungan antara ISQH dan Forum Komunikasi Mahasiswa Tafsir Hadis Indonesia (FKMTHI) dalam rapat akbar sidang keagamaan di pesantren Raudatul Mardiyyah Demangan Kudus 16-17 November 2016 dan diputuskan di semarang pada 18 November 2016 menghasilkan keputusan tentang syarat-syarat menafsirkan Alqur’an,” terang Fauzi.

Adapun syarat-syarat menafsirkan Al-Qur’a, yang dimaksud adalah sebagai berikut:

a. Menafsirkan al-Qur’an boleh dilakukan secara individu dengan syarat ; beragama Islam, hafal al-Qur’an, ahli hadits, ahli bahasa (balaqhah), ahli sejarah serta keilmuan pendukung lainnya.

b. Menafsirkan al-Qur’an boleh dilakukan secara berkelompok (berdasarkan ijma’) seperti lembaga fatwa atau organisasi keagamaan dengan cara mendatangkan para pakar (ahli), seperti ahli al-Qur’an, ahli hadits, ahli bahasa (balaqhah), ahli sejarah serta keilmuan pendukung lainnya.

Hasil sidang akbar ini juga berisi himbauan kepada seluruh umat Islam Indonesia sebagai berikut:

1. Tidak boleh menafsirkan al-Qur’an berdasarkan hawa nafsu.
2. Sebaiknya Umat Islam menyerahkan urusan agama kepada ahli agama.
3. Mendukung sepenuhnya sikap atau fatwa keagamaan dari lembaga fatwa yang diakui negara.
4. Menafsirkan al-Qur’an hanya boleh dilakukan jika memenuhi kriteria pada poin A dan B di atas.
5. Umat Islam senantiasa menjaga ukhuwwah Islamiyyah (persaudaraan se-agama) dan ukhuwah wathaniyyah (persaudaraan sebangsa) dengan cara menjaga sikap, menjunjung tinggi nilai-nilai agama, dan pancasila dalam kebhinekaan demi keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Sementara ketua umum ISQH Ikatan sarjana Quran Hadis Indonesia, Fauzan Amin, mengatakan bahwa keputusan di atas merupakan jawaban terhadap kegaduhan yang selama ini terjadi di masyarakat terkait Tafsir Alqur’an, sekaligus pembelajaran bagi umat Islam agar menghindari isu, atau penjelasan yang tidak jelas sumbernya apalagi menyangkut Alquran. (red-02)

Related Posts

1 of 3