Mancanegara

Iran Menantang AS Dengan Peningkatan Pengayaan Uranium

Iran Menantang AS
Iran Menantang AS dengan peningkatan pengayaan uranium/Bushehr reactors/Foto: fas.org

NUSANTARANEWS.CO – Iran menantang AS dengan peningkatan pengayaan uranium. Ketika Presiden Obama mulai mengurangi fokus perhatian kebijakan luar negerinya di Timur Tengah, Iran, Arab Saudi, dan Israel telah bertarung untuk menjadi pemain utama di kawasan regional. Iran berhasil meningkatkan posisinya dan memperluas kehadiran regionalnya melalui “Perang Suriah” dan konflik lainnya. Di samping itu, Iran juga mulai mengembangkan program nuklir untuk negaranya. Seluruh kemajuan ini telah membuat gelisah saingan Iran: Arab Saudi dan Israel.

Kebijakan Presiden Trump untuk menarik diri dari kesepakatan nuklir Iran 2015, kembali mengingatkan dunia internasional mengapa Presiden Obama dan Eropa berusaha keras untuk melakukan negosiasi dengan Iran terkait program nuklirnya. Lalu apa sebetulnya yang hendak dicapai oleh Presiden Trump dengan keputusan penarikannya. Apakah Presiden Trump mempunyai rancangan perjanjian nuklir yang “lebih baik” dari JCPOA 2015?

Yang pasti, penarikan Trump dari Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA) hanyalah sekedar untuk memenuhi salah satu janji kampanyenya. Masalahnya adalah apa yang akan terjadi selanjutnya. Apakah AS akan meluncurkan perang seperti kasus di Afghanistan dan Irak – yang menimbulkan banyak korban dan terbukti tidak dapat dimenangkan. Hal sama kemungkinan besar akan terjadi bila AS melakukan gempuran militer terhadap Iran.

Baca Juga:  Militer Israel Kawal Aksi Pemukim Zionis Bakar Pemukiman Paletina di Tepi Barat

Melihat kemungkinan itu, Presiden Trump tampaknya kemungkinan besar ingin menghindari perang sambil tetap memaksimalkan tekanan pada Iran.

Namun situasi peta politik kawasan telah berubah jauh sejak kebijakan “Pivot to Asia” Presiden Obama. Posisi strategis Iran kini meningkat drastis setelah rival utamanya Presiden Irak Saddam Hussein digulingkan dalam Perang Irak. Bukan itu saja, Iran kini mendapat dukungan kuat dari Rusia dan Cina.

Kebijakan AS dan Barat terhadap Iran telah lama hanya mengandalkan sanksi ekonomi untuk memaksa Iran tunduk. Tetapi pendekatan sepihak ini salah, justru malah semakin memperkuat Iran. Kekuatan proxy militer Iran semakin meluas ke Irak, Suriah, dan Lebanon, bahkan sampai ke Mediterania dan perbatasan utara Israel – seiring dengan banyaknya kesalahan kebijakan AS di kawasan.

Iran kini juga mulai menantang kebijakan sepihak AS dengan mulai meningkatkan produksi pengayaan uranium yang dikabarkan stoknya telah melebihi dari kesepakatan sebagai tanggapan terhadap keputusan AS yang lebih dahulu mengingkari JCPOA dan memberlakukan sanksi maksimal kepada Iran.

Baca Juga:  Dewan Kerja Sama Teluk Dukung Penuh Kedaulatan Maroko atas Sahara

Ancaman Iran untuk memulai kembali pengayaan uranium tingkat senjata tentu sangat mengkhawatirkan Eropa – karena dapat memicu perlombaan senjata nuklir di wilayah tersebut yang pada gilirannya akan menjadi ancaman nyata bagi keamanan Eropa.

Untuk itulah mengapa Obama dn Eropa memulai negosiasi nuklir dengan Iran pada awal 2000-an, setelah invasi AS ke Irak. JCPOA sebetulnya juga dirancang untuk mengintegrasikan kembali Iran ke dalam komunitas internasional. Seperti orang Eropa, pemerintahan Obama mengakui bahwa mengisolasi Iran tidak berhasil, dan bahwa perang lain di kawasan itu bukanlah suatu pilihan.

Tetapi semua langkah terobosan kemajuan itu, sekarang dibalikkan oleh Trump, dan Eropa terlalu lemah untuk mencegah Iran mengembangkan senjata nuklir. Presiden Trump tampaknya telah menutup satu-satunya jalan maju menuju negosiasi. (Agus Setiawan)

Related Posts

1 of 3,078