Lintas Nusa

Inpres Jokowi Dinilai Tak Bertenaga Pulihkan Gempa Lombok

Presiden Jokowi Saat Tinjau Gempa di Pidie Jaya, Aceh (Foto Dok. Nusantaranews)
Presiden Jokowi Saat Tinjau Gempa di Pidie Jaya, Aceh (Foto Dok. Nusantaranews)

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Intruksi Presiden (Inpres) Joko Widodo (Jokowi) menurut Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah disebut tak bertenaga dalam memulihkan dampak gempa di Lombok dan Sumbawa. Hal ini diungkapkan Fahri dalam pandangan singkatnya yang diunggah di akun Instagramnya, Senin, 27 Agustus 2018.

Setelah 4 gelombang gempa besar yang beruntun terjadi di Pulau Lombok dan terakhir berdampak parah di Pulau Sumbawa, pada 23 Agustus 2018 Presiden Jokowi mengeluarkan Inpres.

Inpres itu adalah Inpres No. 5 Tahun 2018 Tentang Percepatan Rehabilitasi Dan Rekonstruksi pasca bencana gempa bumi di Kabupaten Lobar, KLU, Loteng, Lotim, Kota Mataram dan wialyah terdampak di Provinsi NTB.

“Awalnya saya berharap regulasi yang akan dikeluarkan pemerintah akan memadai. Tentu saya berharap sebab meskipun saya di luar, setelah 3 kali mendatangi korban di Lombok Timur, Lombok Utara dan Mataram-Lombok Barat, saya terus mendapat update dari Tim saya di Lapangan,” ungkap Fahri.

Harapan itu, lanjut Fahri mestinya tercermin dalam politik kebijakan dan anggaran pemerintah yang memuat dengan jelas struktur kerja, penanggungjawab penanganan; alokasi, besaran dan sumber pembiayaan, serta kejelasan waktu dan rencana kerja penanganan dampak gempa di Pulau Lombok dan Sumbawa.

Baca Juga:  LSN Effect di Pemilu 2024, Prabowo-Gibran dan Gerindra Jadi Jawara di Jawa Timur

Dalam hampir satu bulan Lombok dan Sumbawa digoncang gempa, semua mata melihat bagaimana sistem kerja penanganan gempa. Tanpa mengurangi penghargaan dan apresiasi kepada seluruh pihak baik pemerintah, swasta dan solidaritas masyarakat dari seluruh Indonesia.

“Sekali lagi, tanpa mengurangi rasa hormat dan terima kasih kepad Semua partisipasi yang telah dan masih ada, namun manajemen penanganan masih belum berjalan dengan baik,” sambungnya.

Hal tersebut terlihat dalam tahap tanggap darurat kemaren, adanya protes warga, bantuan yang tak tersebar secara merata, adanya kelompok masyarakat yang merasa belum diperhatikan dan lain sebagainya adalah akibat dari manajemen penanganan yang kurang terkordinir dengan rapi.

Permasalahan krusial lain yang akan terjadi, kata Fahri adalah di masa pemulihan. “Tanpa manajemen dan sistem kerja yang sistematis dan terorganisir akan sangat berbahaya bagi mental psikologi korban,”

Sistem dan manajemen kerja inilah ruang nyata tugas pemerintah, tidak hanya untuk memastikan proses rekonstruksi dan rehabilitasi berjalan dengan baik, tapi juga untuk mengolah solidaritas dan empati masyarakat sebagai modal sosial terbesar.

Baca Juga:  Rawan Kecolongan Suara, AMIN Siap Kentongan Jadi Senjata

Editor: Romandhon

Related Posts

1 of 3,071