EkonomiPolitik

Inovasi dan Produktivitas Tantangan Gubernur Baru DKI Jakarta

Oleh: Muchtar Effendi Harahap (NSEAS)

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta periode 2013-2017 yang semula dipimpin Gubernur Joko Widodo yang kemudian diganti Basuki Tjahaja Purnama sejak ahkhir tahun 2014 ternyata dari segi inovasi pelayanan rakyat/publik lebih rendah ketimbang Gubernur sebelumnya, Fauzi Bowo. Perbandingan ini apabila mengunakan parameter penghargaan yang diterima oleh Gubernur DKI Jakarta.

Berdasarkan pikiran tersebut, Gubernur baru DKI mendatang harus bisa memiliki etos kerja yang lebih baik dari Gubernur sebelumnya. Etos kerja dimaksud ialah sejauh mana Gubernur DKI Jakarta mampu melayani masyarakat dan tidak lebih cenderung melayani para pengembang. Ambil contoh, misalnya, Gubernur Fauzi Bowo mendapat prestasi di bidang inovasi pelayanan publik. Prestasi tersebut diterima lantaran Fauzi Bowo memiliki daya inovasi dan produktifitas yang tinggi dibanding dua gubernur selanjutnya.

Inovasi yang dihasilan Fauzi Bowo antara lain e-monev, mobile-government, e-procurement, e-audit, pajak online, gerai pajak, drive thru, parkir online, e-akta, KTP Mobile & door to door, Pelayanan Terpadu Malam Hari,  Program Respon Opini Publik (ROP), Jakarta City Planning Gallery, Inteligent Transport System (ITS), Operasional Crisis Center dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu.

Baca Juga:  Relawan Lintas Profesi Se-Tapal Kuda Deklarasi Dukung Khofifah di Pilgub Jatim

Gubernur Fauzi juga  menginisiasi pengembangan sistem informasi PTSP (lihat, LKPJ Gubernur DKI 2012). Lebih lanjut, Gubernur Fauzi pernah memperoleh “penghargaan” dari Warta Ekonomi e-Government Award dan Smart City Award 2011. Smentara Gubernur Jokowi dan Ahok kering inovasi dan produktivitas. Gubernur Ahok memang mampu menghasilkan inovasi Qlue; suatu aplikasi media sosial untuk melaporkan permasalahan kota kepada Pemerintah, pihak swasta ataupun saling berbagi masalah dihadapi.

Qlue adalah aplikasi sebagai sarana pengaduan masyarakat. Untuk menggunakan aplikasi ini cukup mengambil foto masalah ditemui, lalu atur kategorinya, dan  masukkan judul laporan serta penjelasan laporan dibuat. Laporkan kondisi sarana dan prilaku pihak-pihak tertentu sesuai kepentingan lewat Qlue.

Setelah pengaduan berhasil masuk ke dalam Qlue, maka nantinya akan terlihat bagaimana tanggapan Pemerintah. Jika laporan masih menunggu proses maka tandanya ‘bulat merah’, sedang diproses ‘bulat kuning’, dan sudah selesai ‘bulat hijau’.  Aplikasi Qlue dapat mempermudah untuk membuat pengaduan ke Pemprov DKI.

Inovasi pelayanan Qlue ini ternyata mengundang reaksi negatif  dan penolakan dari sejumlah pengurus Rukun Warga (RW) dan Rukun Tetangga (RT). Terjadi konflik terbuka antara Gubernur Ahok dengan sejumlah Pengurus RW/RT sehingga terbentuk Forum RW/RT.

Baca Juga:  Diserang Civitas Akademisi Lewat Petisi, Golkar Sebut Presiden Jokowi Terbuka Kritik

Forum menuntut pencabutan KepGub No. 903 tahun 2016 tentang penggunaan Alur di RW. Bagi Forum, Qlue tidak terdaftar di Kementrian Kominfo RI. Dalam perkembangannya, Forum saja menolak aplikasi Qlue, bahkan menolak dan menentang Ahok kembali menjadi Gubernur DKI.

Untuk itu, NSEAS meminta, Gubernur baru DKI mendatang harus mengadakan musyawarah mufakat utk pecahkan masalah penolakan aplikasi Qlue ini. Gubernur baru harus mengakui eksistensi historis dan sosiologis keberadaan lembaga RW/RT. Gubernur baru harus mempertimbangkan tuntutan Forum RW/RT lain yakni 1) Cabut Pergub No. 168 Tahun 2014 karena Ilegal Ditandatangani oleh PLT Gubernur; 2) Cabut Pergub No. 1 Tahun 2016 karena melecehkan RW/RT seakan lembaga kriminal dan mengancam independensi RT RW dengan sangsi pemecatan Pasal 30 dan Pasal 31 Ayat 3 & 4; dan 3) Mendesak  segera disahkan Peraturan Daerah tentang Pedoman RT RW Sesuai Permendagri No. 5 Tahun 2007 Pasal 30.

Dari segi kelembagaan terjadi diskriminatif antara kawasan perumahan dan permukiman dengan tower Rusunami, apartemen dan kondominium. Di kawasan perumahan dan permukiman terdapat RW/RT sebagai pelayan rakyat paling bawah. Di tower Rumah Rusunami, Apartemen, dan kondominium tidak ada RW/RT. Acapkali diberitakan, manajemen building dari fihak Pengembang tidak setuju terdapat RW/RT. Beragam konsekuensi negatif terhadap suasana interaksi sosial penghuni dari tidak dibentuknya RW/RT. Asal Djarot jadi Wagub DKI, pernah berjanji akan membentuk RW/RT dimaksud. Tapi, hingga kini hanya janji, tak ada bukti nyata.

Baca Juga:  DPC Projo Muda Nunukan Nyatakan Komitmennya Pada Gerilya Politik Untuk Menangkan Prabowo-Gibran Satu Putaran

Untuk itu, Gubernur baru DKI harus membentuk RW/RT sebagai pelayan rakyat berdomisili di Rusunami, Apartemen Kondominium bersangkutan. Gubernur baru pun harus memperkuat aspek kelembagaan RW/RT yang sudah ada.

Tak hanya itu, Gubernur baru juga harus mampu berkomunikasi dua arah dengan rakyat. Bukan saja rakyat datang ke Balai Kota, tetapi harus datang ke rakyat dalam bentuk forum dialog berdasarkan kesetaraan, bukan bapak-anak buah. Sehingga melalui forum-forum itu, terjadi komunikasi politik dan keterbukaan timbal baik.[]

Related Posts

1 of 143