Politik

Ini Penyebab Senator Indonesia Gagal Total Perjuangkan Daerahnya

DPD atau Senator (Foto Ilustrasi Nusantaranews)
DPD atau Senator (Foto Ilustrasi Nusantaranews)

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Pakar Ilmu Politik Ujang Komaruddin mengatakan bahwa senator atau Dewan Perwakilan Daerah (DPD) seharusnya memiliki peran vital dalam memajukan daerah, sebagaimana peran para senator di Amerika Serikat. Namun faktanya, peran Senator di Indonesia diboleh dibilang gagal total. Apa pemicunya?

“Senator di kita sangat berbeda dengan di Amerika. Di kita, Senator setengah hati. Iya, tidak ada kewenangan untuk mengeksekusi atau membahas undang undang. Hanya mengkaji undang undang khusus yang menyangkut otonomi daerah,” kata Ujang Komaruddin, akhir Juli 2018 lalu di Jakarta.

Dirinya menjelaskan bahwa apa yang sedang dihadapi DPD saat ini merupakan persoalan serius. Situasi ini ditambah dengan keinginanan para elit yang menginginkan anggota DPD harus dari partai politik.

“Ini membuat DPD kalah terus dengan anggota DPR. Anggota DPR punya hak budgeting. Di DPD tidak ada,” ungkapnya.

Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR) ini mengungkapkan, jika dibandingkan antara di Indonesia dan di Amerika Serikat, situasi berbanding terbalik. Ia menjelaskan bahwa Senator di Amerika, mereka memiliki hak veto. Posisinya sama juga dengan anggota DPR yang lain.

Baca Juga:  Jadi Pembicara Tunggal Prof Abdullah Sanny: Aceh Sudah Saatnya Harus Lebih Maju

“Bahkan kewenangan Senator di sana (Amerika) jauh lebih tinggi. Nah di kita tidak. Ketika mohon maaf, anggota DPR main anggaran katakanlah hak kewenangan budgeting, DPD gak punya. Yang ada, mohon maaf selama lima tahun gigit jari. Nah inilah persoalan,” ujar Ujang.

Baca Juga: Lebih 72 Tahun Bernegara, Indonesia Masih Morat Marit

Mengapa bisa demikian? Karena tidak menuntasnya pembahasan soal peran dan fungsi DPD sedari awal. Dan pembahasan tentang DPD dilakukan setengah hati pada sidang sidang di tahun 2004 lalu.

“Ketika anggota DPRD tidak setuju dan yang lain setuju, akhirnya kompromi. Kompromi inilah yang menghasilkan DPD yang mohon maaf secara kewenangan memiliki kewenangan kerdil. Sehingga apa? Sehingga kalau dia melawan dengan DPR jadi tidak seimbang,” katanya.

Seharusnya, lanjut Ujang, antara DPD dan DPR harus dibuat seimbang dari sisi kewenangannya. Sehingga penyelenggaraan negara bisa berjalan baik. Situasi ini pula yang menurut Ujang membuat amandemen undang undang yang kelima tidak pernah jadi jadi.

Baca Juga:  Dukung Duet Gus Fawait-Anang Hermansyah, Partai Gelora Gelar Deklarasi

Dirinya menegaskan, karena DPD adalah lembaga independen yang mewakili aspirasi daerah, maka logika paling dasar, secara kekuatan politik, DPD harus memiliki power lebih dibanding dengan DPR. Sebab DPD adalah lembaga independen non partai yang memperjuangkan daerahnya.  Berbeda dengan DPR yang memang memperjuangkan golongan partainya.

“Sehingga apa? Ada balance. Jadi ada power yang sama. Antara DPP dengan DPR RI. Yang dinaungi oleh lembaga bernama MPR. Tapi berbicara MPR, MPR sama saja juga menjadi jabatan politis. Fungsinya juga gak jelas,” ungkap Ujang.

“Saya hanya ingin mengatakan ketika kita bicara DPD yang dibutuhkan adalah perluasan kewenangan. Tidak ada yang lain. Selama itu (kewenangan) tidak ada, selama itu pula DPD akan menangis dan menjerit. Walaupun ia dapat anggaran dari negara. Ini lembaga yang mewakili yang merepresentasikan kepentingan daerah kok gak diurus dengan baik. Inilah yang membuat DPD marah. Marah karena kewenangannya gak ada,” tegasnya.

Baca Juga:  KPU Nunukan Menggelar Pleno Terbuka Rekapitulasi Perolehan Suara Calon DPD RI

Ujang mengatakan, untuk menjadi orang hebat tidak harus di DPR. Menjadi orang hebat bisa melalui DPD. Tapi dengan catatan, dia harus muncul sebagai senator terbaik.

Editor: Romadhon

Related Posts

1 of 3,054