Berita UtamaInspirasi

Ini Penyebab Ketidakjelasan Arah dan Tujuan Negara Saat Ini

NUSANTARANEWS.CO – Terbangunnya sistem politik yang berorientasi rakyat berdaulat dan sejahtera dengan dasar Gotong Royong akan menjauhkan NKRI dari ancaman sistem politik yang bersifat individualisme-liberalisme. Sistem politik demikian ini menurut Mantan Penasihat Menteri Negara Riset dan Teknologi Bidang Hankam (1983), Sayidiman Suryohadiprojo hanya dapat ditemukan dalam Pancasila.

“Sekalipun Demokrasi dalam Pancasila juga berarti kedaulatan ada di tangan rakyat, seperti demokrasi di negara dengan dasar individualisme-lliberalime, tetapi pelaksanaannya tidak sama. Demokrasi Pancasila tidak hanya mengutamakan keterpilihan wakil rakyat sebagai anggota lembaga perwakilan, tetapi juga sangat memperhatikan faktor keterwakilan agar berbagai suku bangsa dan golongan mempunyai wakil mereka,” kata Sayidiman.

Sebab itu dirinya menilai, dalam Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) sebagai lembaga pengejawantahan kehendak rakyat ada anggota hasil pemilihan yang tergabung dalam DPR dan anggota yang diangkat menjadi Utusan Daerah dan Utusan Golongan. Karenanya MPR menjadi Lembaga Tertinggi Negara yang menetapkan Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) dan mengangkat seorang Mandataris untuk memimpin pelaksanaan GBHN itu, yaitu Presiden RI dan Wakil Presiden RI.

Baca Juga:  Aglomerasi RUU DK Jakarta

“Ini beda sekali dengan keadaan sekarang: MPR bukan lembaga tertinggi negara dan tidak ada Utusan Daerah dan Utusan Golongan. Sekarang tidak ada GBHN dan karena itu tidak jelas arah dan tujuan negara,” sambung dia.

Lebih lanjut, demokrasi dalam Pancasila tidak hanya demokrasi politik, tetapi juga demokrasi ekonomi yang menjamin kehidupan sejahtera bagi seluruh rakyat dan demokrasi sosial yang menjaga hubungan harmonis antara seluruh unsur masyarakat. “Pengertian ini sekarang sama sekali ditinggalkan,” terangnya.

Demokrasi dalam Pancasila menurutnya, menjaga adanya kebebasan yang memungkinkan segenap anggota masyarakat memperjuangkan kepentingannya. Akan tetapi kebebasan itu tidak bersifat mutlak karena tidak boleh mengganggu harmoni masyarakat. Ini berlaku bagi segenap perilaku anggota masyarakat dalam bidang apa pun, seperti kegiatan partai politik, pers dan dunia akademis.

“Harus dibatasi pula peran uang dalam pelaksanaan politik sehingga politik tidak didominasi uang seperti sekarang terjadi. Selanjutnya memicu praktek korupsi. Situasi membuat Indonesia menjadi lemah dan bobrok,” ujar Sayidiman.

Baca Juga:  Transparansi Dana Hibah: Komisi IV DPRD Sumenep Minta Disnaker Selektif dalam Penyaluran Anggaran Rp 4,5 Miliar

“Memang kita, khususnya para pemimpin dan elit politik, menghadapi kewajiban berat untuk mengubah perilaku individualis, terutama menghinggapi masyarakat sejak reformasi, baik di lingkungan eksekutif, legislatif maupun yudikatif,” pungkas dia.

Editor: Romandhon

Related Posts

1 of 483