Hukum

Ini Penjelasan KPK Soal Splitsing Dakwaan

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membahas tentang dakwaan splitsing atau pemisahan dakwaan yang dipersoalkan oleh tim Kuasa Hukum Setya Novanto.

“Terhadap dalil keberatan Penasihat Hukum tersebut, Penuntut Umum kembali menegaskan bahwa yang menjadi dasar pemeriksaan dalam perkara a quo adalah surat dakwaan No.Dak-88/24/12/2017 atas nama terdakwa Setya Novanto, sehingga tidak relevan jika Penasihat Hukum mengenai splitsing berkas perkara yang dijadikan dasar argumentasi Penasihat Hukum,” tutur ujar Jaksa di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Kamis, (28/12/2017).

Menurut Jaksa splitsing perkara merupakan salah satu diskresi Penuntut Umum dalam proses penuntutan, yakni mengajukan beberapa pelaku tindak pidana dengan surat dakwaan yang terpisah meskipun dari satu berkas perkara (hasil penyidikan).

“Dengan demikian splitsing perkara masuk dalam ranah teknis penuntutan, dan bukan merupakan asas dalam hukum acara pidana,” katanya.

Jaksa kemudian menjelaskan bahwa splitsing sendiri diatur dalam Pasal 142 KUHAP.

“Dalam hal Penuntut Umum menerima satu berkas perkara yang memuat beberapa tindak pidana yang dilakukan oleh beberapa orang tersangka yang tidak termasuk dalam ketentuan Pasal 141, Penuntut Umum dapat melakukan penuntutan terhadap masing-masing terdakwa secara terpisah,”

Baca Juga:  Mantan Guru PMP-Kn SMP Negeri Sapat Desak Kepsek Pelaku Pungli Dicopot dari Jabatannya

Adapun bunyi Pasal 141 KUHAP sebagai berikut:

“Penuntut Umum dapat melakukan penggabungan perkara dan membuatnya dalam satu surat dakwaan, apabila waktu yang sama atau hampir bersamaan ia menerima beberapa berkas perkara dalam hal:

a. Beberapa tindak pidana yang dilakukan oleh seorang yang sama dan kepentingan pemeriksaan tidak menjadikan halangan terhadap penggabungannya.

b. Beberapa tindak pidana yang bersangkut-paut satu dengan yang lain.

c. Beberapa tindak pidana yang tidam bersangkut-paut satu dengan yang lain ada hubungannya, yang dalam hal ini penggabungan tersebut perlu bagi kepentingan pemeriksaan.

“Dengan memperhatikan secara cermat ketentuan Pasal 142 KUHAP tersebut, maka jelas terlihat bahwa yang dimaksud dengan splitsing adalah dalam hal Penuntut Umum menerima satu berkas yang di dalamnya memuat beberapa tindak pidana yang dilakukan oleh lebih dari satu tersangka,” kata Jaksa.

Dengan kata lain, sambung Jaksa, yang dimaksud dengan splitsing dalam pasal tersebut yaitu berkas perkara yang dihasilkan oleh penyidik hanya satu berkas perkara yang di dalamnya termuat beberapa tindak pidana yang dilakukan oleh beberapa tersangka, yang kemudian ditindaklanjuti oleh Penuntut Umum dengan membuat surat dakwaan untuk masing-masing terdakwa secara terpisah.

Baca Juga:  Alumni Lemhannas RI Minta Kejari Inhil, Inspektorat, dan Tipikor Periksa Kominfo

Jaksa lalu menjelaskan bahwa dalam perkara a quo, penuntut umum telah menerima berkas perkara dari penyidik pada 22 November 2017 yang merupakan hasil penyidikan pada 31 Oktober 2017. Dalam berkas tersebut hanya memuat satu uraian tindak pidana dan juga hanya memuat satu tersangka yaitu Setya Novanto.

“Apakah relevan dianggap splitsing? Tentu dengan kondisi tersebut, kuasa hukum telah keliru memaknai Pasal 142 KUHAP,” kata Jaksa.

Untuk menjelaskan bagaimana proses penyidikan terkait kasus korupsi proyek e-KTP tersebut, jaksa memberikan ilustrasi terkait pencurian di sebuah rumah yang dilakukan oleh 2 orang pelaku. Namun, dalam perkara pencurian itu, penyidik baru bisa mengungkap seorang pelaku, sedangkan pelaku lainnya kabur.

“Izinkan kami menyampaikan ilustrasi, ada 2 orang melakukan pencurian di rumah kosong. Pelaku pertama mencuri uang Rp 1 juta di kamar tidur majikan, sedangkan pelaku kedua mencuri perhiasan di kamar tidur pembantu,” ujar jaksa.

Pelaku pertama berhasil ditangkap dan diadili, sedangkan pelaku kedua masih kabur. Dalam kondisi seperti ini, penyidik dan penuntut umum tentunya tetap memproses pelaku pertama dengan dakwaan melakukan tindak pidana secara bersama-sama.

Baca Juga:  Polemik Meruncing!!! Satpam Smarista Mengaku Diperintah Kepsek Usir Wartawan

“Dakwaan jaksa penuntut umum tetap melakukan turut serta bersama-sama melakukan pencurian. Namun untuk pelaku kedua belum diketahui jumlah perhiasan yang dicuri. Setahun kemudian, pelaku kedua ditangkap dan baru diketahui dia mencuri 10 gram emas. Itulah kejadian yang dapat diuraikan. Silakan menjadi bahan renungan penasihat hukum,” kata Jaksa

Untuk diketahui, sebelumnya dalam eksepsinya, Tim Kuasa Hukum Novanto menganggap surat dakwaan a quo ini surat dakwaan splitsing, sehingga perbedaan mengenai tempus delictie, locus delictie, kawan peserta pelaku delik, unsur melawan hukum dan pihak-pihan yang diperkaya atau diuntungkan dianggap sebagai alasan dakwaan batal demi hukum atau dapat dibatalkan.

Penasehat hukum juga mendalilkan bahwa uraian mengenai hal tersebut dalam dakwaan perkara a quo ssharusnya sama dengan surat dakwaan perkara sebelum-sebelumnya yakni dalam perkara Irman, Sugiharto dan Andi Agustinus alias Andi Narogong.

Reporter: Restu Fadilah

Related Posts

1 of 3