Ekonomi

Ini Indikasi Skandal Korupsi di Mega Proyek Listrik 35 Ribu Megawat

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Pada tahun 2015 lalu, Presiden Joko Widodo mencanangkan program ambisius pembangkit listrik dengan total kapasitas 35.000 megawatt (MW). Jokowi sesumbar, proyek tersebut ditargetkan rampung pada tahun 2019 mendatang.

Sebetulnya, sudah ada banyak pihak yang mengingatkan Jokowi bahwa target tersebut agak tak masuk akal dan akan menemui berbagai macam kesulitan untuk mencapainya. Pemerintah tak peduli dan tak menghiraukan kritik dan saran serta berbagai imbauan. Alhasil, setelah dihitung-hitung, ternyata sampai 2020 proyek ini hanya mampu terealiasi 30%, atau paling tidak hanya akan rampung sebanyak 20.00-25.000 MW.

Molornya mega proyek ini ditengarai akibat sejumlah tender proyek 35.000 MW. Antara lain, PLTU Jawa 5 berkapasitas 2×1.000 MW, PLTU Jawa 7 (2×1.000 MW), PLTGU Jawa 1 (1.600 MW), PLTU Sumsel 9 (2×600 MW), dan PLTU Sumsel 10 (1×600 MW).

Seperti diketahui, program 35.000 MW mencakup 109 proyek yang terdiri atas 35 pembangkit dikerjakan PLN dengan total kapasitas 10.681 MW dan 74 proyek oleh swasta (independent power producer/IPP) dengan total kapasitas 25.904 MW.

Belakangan, masalah ketenagalistrikan ini semakin runyam. Program dan proyek ketenagalistrikan yang dijalankan oleh pemerintahan Jokowi-JK secara prinsip dinilai bertentangan dengan Pancasila, UUD 1945 dan juga bertentangan dengan Putusan Mahkamah konstitusi (MK).

Mengapa dikatakan demikian? Karena seluruh kebijakan, program dan proyek yang dijalankan oleh pemerintahan ini didasarkan pada kepentingan bisnis listrik semata atau bussines as usual.

Seluruh kebijakan, program dan proyek yang dibuat semata mata ditujukan untuk mengumpulkan uang melalui utang, investasi swasta dan asing, menciptakan peluang bisnis bagi swasta dan asing serta menciptakan peluang bagi swasta dan asing memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya. Sementara kepentingan bangsa, negara dan rakyat dalam ketenagalistrikan diabaikan atau hanya bersifat sekunder, bahkan tersier atau tidak pernah menjadi dasar utama dari seluruh kebijakan, program dan proyek yang dijalankan oleh pemerintahan Jokowi JK.

Baca Juga:  Pengangguran Terbuka di Sumenep Merosot, Kepemimpinan Bupati Fauzi Wongsojudo Berbuah Sukses

“Apa buktinya? pemerintahan Jokowi-JK mengundang investasi swasta secara besar-besaran untuk melakukan bisnis ketenagalistrikan di Indonesia. Pemerintah merancang proyek 35 ribu megawatt untuk menjadi ajang bisnis. Swasta dipersilahkan membangun pembangkit listrik,” kata pengamat ekonomi Salamuddin Daeng, Jakarta, Rabu (29/11/2017).

Seluruh listrik yang dihasilkan oleh swasta mendapatkan jaminan untuk dibeli oleh pemerintah melalui Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Perusahaan Listrik Negara (PLN). Bahkan Pemerintah menjamin melalui kontrak untuk membeli litrik swasta dalam jangka panjang. Pemerintah bahkan menjamin membeli kelebihan produksi listrik yang dihasilkan oleh swasta.

Untuk mendapatkan uang, PLN dipaksa megambil utang sebesar-besarnya dari perbankan nasional, lembaga keuangan internasional dan global bond. Utang tersebut selain untuk membeli listrik swasta, juga untuk membangun pembangkit PLN sendiri dengan biaya super mahal. Pebangunan pembangkit PLN ini dilakukan oleh pihak swasta dengan skema EPC yang sangat menguntungkan swasta.

Megaproyek 35 ribu MW dari jumlah tersebut 10 ribu MW akan digarap oleh PLN dan sisanya ditawarkan kepada pihak swasta. Untuk membangun pembangkit sebanyak itu, perusahaan setrum membutuhkan investasi sekitar 120 triliun. Untuk itulah kenapa kemudian PLN gencar melakukan penerbitan surat utang untuk membiayai investasi yang jor-joran tersebut. Tingkat bunga obligasi perusahaan yang ditawarkan juga cukup tinggi berkisar 8%-14% yang berakibat pada pembayaran pokok dan bunga yang cukup besar.

Baca Juga:  Kondisi Jalan Penghubung Tiga Kecamatan Rusak di Sumenep, Perhatian Pemerintah Diperlukan

Kewajiban membayar pokok dan bunga ini diperkirakan akan melesat dalam beberapa tahun mendatang. Jika PLN tidak mampu membenahi aliran kasnya, bukan tidak mungkin PLN akan mengalami gagal bayar. Dari laporan keuangan PLN kuartal II 2017, utang BUMN ini telah mencapai Rp 420 triliun. Dengan pinjaman sebesar itu maka bunga yang harus dibayar mencapai Rp 10 triliun pada tahun 2017. Lalu bagaimana kebijakan PLN menyikapi sengkarut ini?

“Bisnis listrik telah menciptakan keuangtungan berlipat-ganda bagi bagi pengusaha swasta dan para rentenir/tengkulak , namun membangkrutkan negara. Sementara pemerintah Jokowi-JK melepaskan tanggung jawab mereka untuk menjamin ketersediaan listrik pada tingkat harga yang terjangkau oleh masyarakat. Pemerintahan mencabut subsidi listrik tanpa mempertimbangkan kondisi ekonomi masyarakat. Sejak berkuasa pada tahun 2014 lalu Pemerintah Jokowi–JK telah mencabut lebih separuh subsidi listrik yang diberikan pemerintahan sebelumnya. Sekarang ini hanya 25% konsumen yang masih disubsidi oleh pemerintah,” kata peneliti AEPI tersebut.

Baca Juga:  Bupati Nunukan dan OPD Berburu Takjil di Bazar Ramadhan

PLN pun akhirnya diprediksi bangkrut. Hal itu terbukti dengan dikeluarkannya kebijakan yang baru-baru ini oleh Menteri ESDM, Ignasius Jonan. Ia menyebut, PLN akan menghapus sebagian besar kelas golongan listrik rumah tangga bagi penerima non subsidi. Dan nantinya, pelanggan non subsidi hanya akan terbagi pada dua kelas golongan, yakni 4.400 VA dan 13.200 VA. Masyarakat akan dipaksakan menambah daya lebih tinggi karena kategori 900-2.200 VA akan ditiadakan dan minimum pelanggan kategori 4.400 VA.

Perubahan ini tentunya juga akan diikuti dengan kenaikan jumlah tagihan listrik karena tarif dasar listrik untuk daya 4.400 VA adalah sebesar Rp 1467,28 agak lebih mahal dari tarif dasar listrik 900 VA yaitu sebesar Rp 1352,0.

Akibat kenaikan tarif ini, daya beli masyarakat jatuh dan industri nasional gulung tikar. Kenaikan tarif didasarkan pada inflasi, depresiasi mata uang rupiah terhadap US Dolar dan kenaikan harga bahan bakar.

“Sementara ketiga faktor itu menjadi penyebab daya beli masyarakat semakin jatuh. Ini adalah kebijakan yang sangat tidak masuk akal sehat dan tidak dilakukan oleh negara manapun di dunia. Ini hanya dilakukan oleh sebuah negara yang pemerintahannya dikuasai oleh para pebisnis listrik yang korup dan serakah,” katanya. (red)

Editor: Eriec Dieda

Related Posts

1 of 39