PolitikTerbaru

Ini Dampak Buruk Manuver Politik yang Kerap Dilakukan Parpol

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Persoalan mendasar dari langkah manuver politik yang kerap dilakukan parpol adalah menunjukkan parpol-parpol tersebut tidak digerakkan ideologi, tidak mengakar ke massa, dan sistem pengelolaannya tidak berbasis organisasi modern.

Femonema ini menjadi tontonan menohok parpol tanah air saat ini. ideologi sekedar hanya jadi embel-embel untuk melengkapi AD/ART. Lalu, ketika partai beroperasi di arena politik, panglimanya adalah uang dan kekuasaan (pragmatisme).

Menurut pengamat politik Bin Firman Tresnadi, fenomena tersebut membawa sejumlah konsekuensi. Pertama, partai yang didirikan hanya sebagai “mesin elektoral” semata. Hanya menjadi kuda tunggangan untuk meraih kekuasaan.

“Ini sangat mirip dengan tipologi personal party, yaitu partai yang didirikan oleh dan untuk satu orang. Padahal, lazimnya partai adalah alat untuk mengartikulasikan kehendak politik rakyat banyak. Dan medan elektoral hanyalah satu dari sekian jalan untuk melakukan artikulasi politik,” katanya, Jakarta, Kamis (28/12/2017).

Kedua, mereka tidak butuh ideologi sebagai bahan perekat bagi kader, anggota, dan pendukung dalam satu kesatuan cita-cita akan masa depan bersama. Karena partai yang didirikan hanya sebagai ‘kuda tunggangan’ elit-elit partai, maka semua kebijakan dan orientasi politik partai diputuskan oleh elit-elit partai bukan berdasarkan platform perjuangan.

Baca Juga:  Pengangguran Terbuka di Sumenep Merosot, Kepemimpinan Bupati Fauzi Wongsojudo Berbuah Sukses

“Yang menarik, untuk memikat massa rakyat, mereka kerap mengadopsi konsep partai ‘tenda besar’, yaitu partai yang bisa menghimpun siapapun dan sektor sosial manapun. Alat pemikatnya adalah popularitas. Sedangkan senjata utamanya adalah trisula: survei, iklan, dan uang. Partai semacam ini juga bebas berkoalisi dengan partai atau kekuatan politik manapun asalkan menguntungkan secara ekonomi dan politik,” jelas Bin Firman.

Ketiga, karena partai ini bertipe elite party, maka tidak ada demokrasi di dalamnya. Kekuasaan dalam pengambilan kebijakan partai tersentralisasi di tangan tokoh sentral partai, yakni pendiri partai atau Ketua Umum partai. Tokoh sentral inilah yang sangat dominan dalam menentukan berbagai langkah politik dan kebijakan partai, seperti pengajuan kandidat untuk jabatan politik (legislatif dan eksekutif), penentuan koalisi politik, dan sikap politik partai. Pendek kata, setiap keputusan atau kebijakan partai mesti mendapat ‘restu’ dari tokoh sentral partai.

Menurut Direktur Eksekutif IDM ini, ketiga hal di atas nyata dipertontonkan parapol di tanah air. Seharusnya, kata dia, partai merupakan lembaga atau badan politik milik publik. Raison d’etre partai politik adalah untuk melayani publik: memberikan penyadaran politik, memajukan partisipasi politik publik, mengartikulasikan kehendak politik publik, dan melahirkan pemimpin yang istiqomah melayani publik.

Baca Juga:  Kondisi Jalan Penghubung Tiga Kecamatan Rusak di Sumenep, Perhatian Pemerintah Diperlukan

“Bukan politik ‘gotak-gatik-gatuk’ tanpa platform politik seperti yang kita saksikan saat ini. Semoga di tahun politik sesat lagi ini, para elit partai menyadari akan hal ini, agar segala manuver politik kedepannya sepenuhnya diabdikan demi menyelesaikan persoalan-persoalan rakyat yang berujung pada kemakmuran rakyat,” pungkasnya. (red)

Editor: Eriec Dieda

Related Posts

1 of 5