Kolom

Indonesia Selalu Jadi Sasaran dan Medan Perebutan Pengaruh dalam Setiap Patahan Sejarah

blok asing, dikuasai asing, dominasi asing, perusahaan asing, dijajah asing, penjajahan asing, bumi indonesia, kekayaan indonesia, refleksi indonesia, nusantaranews
Peta Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). (Istimewa)

Indonesia Selalu Jadi Sasaran dan Medan Perebutan Pengaruh dalam Setiap Patahan Sejarah

Sejarah telah menggoreskan bukti terkait ekspansi berbagai kepentingan international, baik kepentingan agama, ideologi, budaya, politik dan ekonomi, yang pernah menjadikan nusantara sebagai sasaran dan medan pertarungan perebutan pengaruh.

Pengaruh Asing di Nusantara

Nyaris tak ada peradaban besar di dunia yang tak pernah singgah di negeri ini. Kita dapat menemukan peninggalan sejarah terkait pengaruh kebudayaan India, berupa bahasa, aksara hingga agama Hindu dan Budha di berbagai tempat.

Kita juga dapat menemukan peninggalan sejarah tentang pencapaian industri, kemajuan perdagangan dan ekspansi ekonomi bangsa China, yang tersebar luas hingga ke unjung timur nusantara. Diantara kita tentu pasti masih menyimpan beragam koleksi barang antik berupa koin hingga keramik yang merupakan peninggalan dari berbagai dinasti yang pernah berkuasa di China (dinasti Ming, dinasti Qing, dinasti Tang, dan lain-lain).

Demikian juga warisan pengaruh Arab di wilayah nusantara juga dengan gampang ditemukan di negeri ini. Agama Islam yang tersebar luar di nusantara sebagai agama yang dipeluk mayoritas penduduk adalah bukti kuatnya pengaruh ekspansi nilai-nilai dari wilayah Arab.

Baca juga: Indonesia Jadi Sasaran Program Maritime String Of Pearl

Walaupun pada akhirnya pengaruh kebudayaan barat yang datang bersamaan dengan ekspansi penjajahan ekonomi dan politik telah turut menyumbang pengaruh dalam aliran darah sejarah nusantara. Diantaranya yang paling mendasar adalah penggunaan aksara latin sebagai aksara nasional bangsa Indonesia.

Sumpah Pemuda 1928 adalah sebuah prestasi besar yang pernah ditorehkan pemuda Indonesia, namun hanya berhasil menyentuh aspek unifkasi atau kesatuan wilayah, kesatuan bangsa dan kesatuan bahasa. Sumpah Pemuda tak menyinggung soal aksara nasional. Kita tak menggunakan aksara yang lahir dari perut bumi pertiwi. Akibatnya, kita tak punya kesatuan antara bahasa dengan aksara yang digunakan. Kita menggunakan bahasa Melayu tapi dengan aksara Latin yang dikenalkan oleh penjajah.

Baca juga: Inisiatif India Menandingi One Belt One Road Cina

Berbeda dengan sejumlah peradaban di dunia yang berhasil mempertahankan kesatuan antara aksara dengan bahasa yang bertahan hingga kini. Di antaranya peradaban barat yang berhasil mempertahankan kesatuan antara aksara dengan bahasa yang digunakannya. Kesatuan antara aksara latin dengan bahasa Inggris-nya yang telah berhasil menjajah dan menjadi bahasa dan aksara internasional. Peradaban China yang berhasil mempertahankan kesatuan antara bahasa Mandarin dengan aksara Hanzi, demikian juga kesatuan antara bahasa Arab dengan aksara Arab.

Dapat dikatakan ada tiga peradaban besar yang berhasil mempengaruhi mindset dunia hingga saat ini, yang dicerminkan oleh mengglobalnya penggunaan aksara dan bahasa, yaitu peradaban barat dengan aksara latin dan bahasa Inggrisnya, peradaban China dengan aksara Hanzi dan bahasa Mandarin, serta peradaban Arab dengan aksara Arab dan bahasa Arab yang digunakan oleh kitab al-Qur’an.

Baca juga: Ulangi Sejarah Peradaban Masa Lalu, Cina Jadikan Indonesia Sebagai Penyangga Jalur Sutra

Sebelumnya, berdasarkan temuan peninggalan sejarah di sejumlah kerajaan Islam di nusantara, kita pernah menggunakan bahasa Melayu tapi dengan aksara Arab. Kita juga pernah gunakan aksara Pallawa yang berasal dari dinasti Pallawa di Selatan India, aksara Kawi yang merupakan aksara Brahmi, hingga aksara yang lahir dari bumi pertiwi berupa aksara Jawi.

Baca Juga:  Polres Sumenep Gelar Razia Penyakit Masyarakat di Cafe, 5 Perempuan Diamankan

Letak Geografis Menentukan Nasib

Letak dan posisi strategis menentukan nasib bagi Indonesia yang sering kali menjadi medan kurusetra antara berbagai peradaban di dunia. Dianugerahi oleh Allah, Tuhan Yang Maha Kuasa, berada pada posisi strategis secara geografis yang disertai limpahan sumber daya alam, baik di darat maupun di laut, tak selalu membawa berkah bagi rakyat dan bangsa Indonesia.

Justru berbagai kutukan dalam bentuk penjajahan, perbudakan dan perang saudara, datang silih berganti karena anugerah tersebut.

Ditakdirkan berada pada posisi silang antar dua benua, benua Australia dan benua Asia, yang dipisahkan oleh dua samudera, samudera Hindia dan samudera Pasifik, telah menempatkan Indonesia sebagai jembatan penghubung, titik pertemuan dan terminal persinggahan. Akibatnya, bangsa Indonesia sangat rentan menjadi sasaran perebutan pengaruh, baik pengaruh ideologi, politik, ekonomi, sosial dan budaya, oleh berbagai kepentingan asing.

Baca juga: Membaca Kembali Geopolitik Indonesia di Mata China

Secara geologis, Indonesia juga ditakdirkan terletak di atas pertemuan tiga lempeng aktif dunia, yaitu lempeng Indo-Australia, Eurasia dan Pasifik. Pengaruh dari letak geologis tersebut selain menghadirkan anugerah berupa panorama yang indah, lipatan gunung yang mempesona, kandungan sumber daya alam yang melimpah, namun juga menghadirkan ancaman bencana alam yang sering hadir silih bergani, seperti gunung berapi dan gempa bumi di sepanjang jalur patahan.

Posisi silang secara geografis membawa pengaruh secara geopolitik, yang menempatkan Indonesia sebagai terminal pertemuan antara tiga arus besar kekuatan asing yang dalam sejarahnya sangat aktif melakukan ekspansi, menjajah dan atau berebut memperluas pengaruh. Ketiga kekuatan tersebut yaitu kekuatan kolonialisme dan imperialisme yang datang dari barat (Inggris, Amerika dan Eropa), ancaman ekspansionis yang datang dari utara (China dan Jepang), serta kekuatan agama yang datang dari timur (India dan Timur Tengah).

Baca juga: Masihkah Bangsa Indonesia Ingat Tinggal Landas?

Indonesia Sebagai Medan Kurusetra

Dalam berbagai episode sejarah, Indonesia memang sering dijadikan sebagai sasaran dan medan pertarungan antara berbagai kepentingan global tersebut yang menghadirkan sejumlah patahan sejarah. Bahkan perubahan besar yang disertai konflik berdarah, baik konflik dengan sentimen ideologi, konflik perebutan kekuasaan politik hingga konflik yang dipicu sentimen agama, yang pernah terjadi di negeri ini tak bisa dilepaskan, menjadi proxy, dari perubahan politik dan konflik perebutan pengaruh antara berbagai kepentingan global.

Indonesia adalah salah satu medan kurusetra, mirip kisah Mahabarata yang menghadirkan perang saudara sesama wangsa Kuru, antara Pandawa menghadapi Kurawa, yang menewaskan Abimanyu, putranya Arjuna.

Tanah Indonesia juga pernah menjadi padang karbala, yang berulangkali menghadapi situasi saling memangsa antar sesama anak bangsa, mirip perang saudara antara sesama umat Islam pasca meninggalnya Nabi Muhammad SAW, yang merenggut nyawa Husen bin Ali, cucu dari Nabi Muhammad SAW.

Berbagai patahan sejarah yang bermula dan pernah menjadikan Indonesia bagaikan medan kurusetra di antaranya adalah: Pertama, patahan yang menguncangkan dan merobohkan konstruksi dan bangunan kolonialisme dan imperialisme dalam bentuk dan wajah yang lama, yang disertai dengan berdirinya konstruksi bangunan negara-negara Asia, Afrika dan Amerika Latin yang merdeka, lepas dari penjajahan.

Baca Juga:  Ketua Lembaga Dakwah PCNU Sumenep Bahas Tradisi Unik Penduduk Indonesia saat Bulan Puasa

Revolusi kemerdekaan Indonesia tahun 1945 adalah pelopor dan inspirasi bagi negara-negara di Asia, Afrika dan Amerika Latin, dalam memulai patahan sejarah, yaitu perubahan revolusioner dari negara terjajah menjadi negara merdeka.

Adalah Adolf Hitler dengan segala kebiadabannya terhadap kemanusian merupakan tokoh sentral yang memindahkan pertarungan antara bangsa penjajah melawan bangsa terjajah menjadi konflik dan perang antara sesama bangsa penjajah yang berseteru memperebutkan wilayah jajahan.

Keadaan tersebut yang membuat Bung Karno yang sejak tahun 1925, terutama setelah membaca novel The Great Pacific War yang ditulis Charle Hector Bywater, makin yakin akan meletus perang di pasifik (perang dunia dua), yang akan menyajikan momentum bagi Indonesia dan semua bangsa-bangsa terjajah di Asia, Afrika dan Amerika Latin untuk memproklamirkan kemerdekaan.

Kedua, patahan sejarah yang menguncangkan dan merobohkan konstruksi bangunan komunisme internasional, ditandai dengan berakhinya perang dingin dan runtuhnya Uni Soviet. Perang dingin adalah perang perebutan pengaruh ideologi antara dua blok yang berwatak internanionalis dan ekspansif, yaitu antara blok komunisme Uni Soviet dan sekutunya berhadapan dengan blok kapitalisme barat (Amerika, Inggris, dan lain-lain).

Pada episode ini, patahan sejarahnya juga bermula dari diruntuhkannya komunisme di Indonesia tahun 1965, lalu menyusul runtuhnya Tembok Berlin (Berliner Mauer) tahun 1989. Tembok Berlin dibangun tahun 1961 untuk membatasi dan memisahkan dua negara yang berbeda ideologi. Menyusul kemudian bubarnya Uni Soviet tahun 1991, sebuah negara raksasa yang memimpin komunisme internasional yang berdiri tahun 1922.

Bayangkan, dalam satu dekade, hanya selisih dua tahun, melalui sebuah operasi intelijen, dua negara yang berbeda ideologi yang dipisahkan oleh tembok, Jerman Barat dan Jerman Timur, berhasil di-unifikasi atau disatukan menjadi satu negara. Di sisi yang lain, negara Uni Soviet yang merupakan persatuan dari negara-negara komunis (sekitar 15 negara) di Eropa Timur, yang sangat kuat secara ideologi dan sistem negara, berhasil diruntuhkan, puluhan negara yang bersatu di bawah bendera Uni Soviet akhirnya berhasil memisahkan diiri menjadi negara independen.

Ketiga, patahan sejarah yang menguncangkan dan meruntuhkan bangunan pemerintahan yang diktator, ditandai dengan reformasi menuju liberalisasi ekonomi dan politik yang terjadi di Indonesia tahun 1998. Walaupun Indonesia bukan negara yang pertama yang dirusak melalui liberalisasi dalam segala bidang, yang menumpangi sentimen anti rezim diktator, sebelumnya Philipina telah memulai dengan merobohkan Presiden Ferdinand Marcos.

Namun, reformasi tahun 1998 yang meliberalisasi seluruh kehidupan bangsa adalah yang sangat berpengaruh dan menjadi hadiah terbesar bagi kepentingan kapitalisme global. Berbagai organisasi LSM tingkat international terlibat sangat aktif dengan dana unlimited untuk meliberalisasi seluruh sektor kehidupan bangsa melalui produk UUD amandemen maupun UU.

Patahan sejarah yang terjadi tahun 1998 adalah pintu gerbang untuk memulai pemusnahan Indonesia sebagai sebuah bangsa dan negara.

Kembali Berkecamuknya Gelombang di Pasifik

Bila kita perhatikan, patahan sejarah yang digambarkan di atas keseluruhannya dimenangkan dan dalam kendali dari poros kapitalisme barat (Inggris, Amerika, dan lain-lain).

Walaupun telah terjadi sebuah perubahan revolusioner dari sejumlah negara terjajah menjadi negara merdeka, tapi perubahan tersebut masih tetap dalam kendali kapitalisme barat, yang mengontrolnya melalui software sistem bernegara, yang dilandaskan pada filosofi liberalisme ekonomi dan politik.

Baca Juga:  Bupati Nunukan dan BP2MI Tandatangani MoU Perlindungan Pekerja Migran Indonesia

Karena itu, segenap rakyat dan bangsa Indonesia harus memfokuskan perhatian kita dalam menghadapi berkecamuknya gelombang di pasifik, serta ancaman dan tantangan patahan sejarah yang sedang menghadang dan menjadikan bangsa kita sebagai sasaran dan medan perebutan pengaruh.

Patahan sejarah yang diprediksi akan terjadi ke depan diakibatkan oleh gesekan matahari kembar, antara matahari yang terbit di barat (kapitalisme korporasi yang tumbuh di Inggris dan Amerika) berhadapan dengan matahari yang terbit di utara (kapitalisme negara yang tumbuh China) yang sinarnya mulai terasa terik.

Pada prinsipnya, baik kapitalisme korporasi yang tumbuh di barat (Amerika, Inggris, Eropa) maupun kapitalisme negara yang tumbuh di China mempunyai kesamaan tujuan, yaitu melebur dunia dengan meniadakan batas batas negara yang menghambat pertumbuhan dari kapitalisme itu sendiri.

Bedanya, kapitalisme barat telah berhasil menguasai dan mengendalikan dunia melalui soft ware system negara, One Goverment One System (OGOS), yaitu dengan menggunakan senjata liberalisme (ekonomi dan politik) serta revolusi teknologi informasi untuk meleburkan dan mendominasi dunia.

Sementara kapitalisme negara yang tumbuh di China berambisi melebur, menguasai dan mengendalikan dunia ke dalam gengamannya melalui hard ware system, yaitu melalui senjata pembangunan infrastruktur untuk menyatukan seluruh negara-negara dengan pusat politik di Beijing dan pusat ekonomi dan keuangan di Shanghai.

China dream akan diwujudkan melalui program Jalur Sutra, satu sabuk satu jalur, One Belt One Road (OBOR), yang dijalankan melalui projek pembangunan infrastruktur menyusuri darat dan laut, yang menghubungkan seluruh kawasan di Asia Tengah, Asia Tenggara, Australia, Eropa, Afrika, Timur Tengah, dan lain sebagainya.

Salah satu tujuan dari proyek OBOR tersebut adalah mengontrol dan mengendalikan jalur supply chain (rantai pasokan) secara internasional, menjadi kepala preman yang mengontrol jalur produksi, distribusi dan konsumsi di kawasan pasifik.

Baik proyek OGOS (One Goverment One System) dari kapitalisme barat maupun proyek OBOR (One Belt One Road) dari kapitalisme China, adalah sebuah ancaman serius bagi bangsa Indonesia. Pertama, ancaman peleburan negara (unification). Tahapan peleburan negara telah berlangsung cukup lama melalui liberalisasi ekonomi dan revolusi teknologi informasi yang telah merobohkan batas, tiang dan dinding negara.

Kedua, setelah melewati jalan peleburan negara, maka okupasi (occopation) atau pendudukan wilayah oleh bangsa lain di atas tanah Indonesia akan semakin mulus, sebagaimana yang dilakukan oleh Inggris yang menduduki tanah Australia dengan mengusir suku asli Aborigin, atau pendudukan atas tanah Amerika oleh Inggris dengan mengusir suku asli Indian.

Negara penjajah seperti Inggris sangat kuat mencengkeram dunia karena ditopang oleh konsep commonwealth yang tersebar luas menduduki dan membentuk negara Afrika Selatan, Kanada, Selandia Baru, Australia dan Amerika Serikat dan lain-lain.

Sementara peradaban China menjadi kuat karena didukung oleh kekuatan overseas (perantauan). Demikian juga kekuatan Yahudi menguasai dan mengendalikan dunia dengan strategi dan konsep diasporanya.

Oleh: Haris Rusly, Petisi 28 dan Kepala Pusat Pengkajian Nusantara Pasifik-PPNP

Related Posts

1 of 3,083