Hankam

Indonesia Harus Punya Kontra Skema Hadapi Runtuhnya Perjanjian INF

asean, ulang tahun asean, hut asen, kelahiran asean, century of asia, visi asean, negara asean, komitmen asen, stabilitas asean, konflik asean, kepentingan asean, kekompakan asean, kebangkitan asia, nusantaranews
Indonesia Harus Punya Kontra Skema Hadapi Gejolak Pasca Runtuhnya Perjanjian INF. Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN). (Foto: Istimewa)

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Untuk menghadapi gejolak Perang Dingin Jilid II pasca berakhirnya perjanjian INF (Intermediate-Range Nuclear Forces) antara AS dan Rusia, pemerintah Indonesia harus segera merumuskan kontra skema menghadapinya.

Hal ini disampaikan Direktur Global Future Institute (GFI) Hendrajit dalam seminar terbatas bertajuk Mengantisipasi Meningkatnya Perlombaan Senjata Konvensional dan Proliferasi Senjata Nuklir di Asia Tenggara Pasca Batalnya Perjanjian INF, Persepektif Politik Luar Negeri RI Bebas Aktif, di kawasan Kebayoran Baru, Selasa (30/4).

“Sebagai gagasan dasar kami mengangkat tema INF dalam perspektif politik luar negeri, bahwa di balik persoalan isu nuklir ini sendiri adalah bagaimana Indonesia merespon pertarungan global dari negara negara adikuasa,” kata Hendrajit.

Dirinya berpandangan pencabutan Pakta Pengendalian Senjata Nuklir atau yang dikenal dengan perjanjian INF merupakan sebagai penanda akan bergulirnya Perang Dingin jilid II.

Jika di era era sebelumnya, semisal di era Soekarno, dalam menghadapi situasi tersebut, Indonesia memiliki gagasan dengan Asia Africa Conferencenya. Begitupun di era Soeharto dengan ASEAN-nya. Menurut dia, dengan gaya kepemimpinan berbeda, Soekarno dan Soeharto, mereka selain strong leader juga imajinatif di dalam menjabarkan politik luar negeri bebas aktif.

Baca Juga:  Satgas Catur BAIS TNI dan Tim Gabungan Sukses Gagalkan Pemyelundupan Ribuan Kaleng Miras Dari Malaysia

“Jadi menurut saya, selain National Grand Strategy, kita malah jauh lagi perlunya semacam kontra skema terhadap skema negara negara adidaya yang notabene di balik itu adalah skema kapitalisme global,” jelasnya.

Hendrajit menjelaskan pelajaran penting di era Bung Karno dan Pak Harto bukan persoalan dia membangun sikap non blok, melainkan mereka mampu bermain di dua sisi.

“ASEAN, kalau kita jeli itu bukan sekedar boneka blok Barat sebagaimana digambarkan selama ini, ia (ASEAN) benteng seperti Asia Africa Conference tapi dalam spek miniatur lebih sempit. Dengan istilah kita perlu non intervention, dimana kalau ada persoalan antar ASEAN itu harus diselesaikan oleh negara ASEAN sendiri. Itu benteng. Itu defence aktif,” tandasnya.

Sebagai informasi setelah dicabutnya perjanjian INF antara AS dengan Rusia pada Februari 2019 lalu, akan berdampak pada meningkatnya perlombaan senjata konvensional dan proliferasi senjata nuklir diberbagai belahan negara, termasuk di Asia Tenggara.

Pewarta: Romadhon

Related Posts

1 of 3,049