Politik

Indeks Demokrasi di Jakarta dan Sumbar Alami Penurunan Drastis

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Badan Pusat Statistik (BPS) RI merilis Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) level nasional pada tahun 2016 yang disebut menurun dibandingkan dengan 2015. Kepala BPS RI, Suhariyanto mengatakan, IDI tahun 2016 hanya mencapai 70,09 dalam skala indeks 0-100.

“Angka ini mengalami penurunan dibandingkan dengan IDI 2015 yang capaiannya sebesar 72,82. Meskipun sedikit mengalami perubahan, tingkat demokrasi Indonesia masih termasuk dalam kategori sedang,” ujar dia di gedung BPS Pusat, Jakarta, Kamis (14/9/2017).

Suhariyanto mengungkapkan, Jakarta dan Sumatera Barat (Sumbar) mengalami penurunan IDI paling drastis, karena mengalami penurunan di atas 10 poin. Jakarta turun sampai 14,47 poin dan Sumatera Barat turun 13,05 poin.

“Sebaliknya terdapat tiga provinsi dengan kenaikan di atas 10 poin yaitu Maluku (12,30 poin), Maluku Utara (11,74 poin), dan Bangka Belitung (10,69 poin),” ungkapnya.

Suhariyanto menjelaskan, ada tiga aspek di dalam menentukan IDI, yaitu kebebasan sipil, hak-hak politik, dan lembaga demokrasi. Tiga aspek ini mengalami penurunan poin dibandingkan tahun 2015.

Baca Juga:  Prabowo-Gibran Menang Pilpres 2024, Gus Fawait: Bukti Pemimpin Pilhan Rakyat

Agar indeks ini meningkat di tahun mendatang, Suhariyanto mengungkapkan, ada beberapa indikator yang harus diperhatikan. Di antaranya kaderisasi parpol yang masih buruk dan demonstrasi anarkis. “Indikator-indikator itu kalau diperbaiki kehidupan demokrasi Indonesia akan menjadi lebih baik,” jelas dia.

Sementara itu, Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Syarif Hidayat menilai, pelaksanaan pemilihan umum kepala daerah (pilkada) serempak pada tahun lalu menjadi biang kerok penurunan indeks demokrasi di DKI Jakarta.

“Isu yang diduga adalah dinamika politik, antara lain pelaksanaan pilkada. Implikasinya terlihat pada penurunan skor indikator kebebasan sipil,” ucap Syarif.

Secara rinci, indikator kebebasan sipil Jakarta turun dari 89,64 menjadi 81,11 pada tahun lalu. “Hal itu ditangkap pada aspek variabel kebebasan berkumpul dan berserikat,” tuturnya.

Pewarta: Ricard Andhika
Editor: Romandhon

Related Posts

1 of 4