EkonomiPolitik

INDEF Kritisi Program Swasembada Pangan Jokowi

NUSANTARANEWS.CO, JakartaInstitute for Development of Economics and Finance (INDEF) mengkritisi program swasembada pangan yang canangkan oleh pemerintah di era Presiden Joko Widodo yang dimulai tahun 2014. INDEF menilai besarnya anggaran yang dialokasikan tidak sebanding dengan hasil yang didapat.

Pemerintah meningkatkan alokasi anggaran hingga 53,2 persen dari Rp 67,3 triliun di 2014 menjadi Rp 103,1 triliun di 2017. Berdasarkan analisa INDEF sebanyak 59,5 persen dari alokasi anggaran Rp 103,1 triliun atau Rp 65 triliun telah digunakan untuk alokasi subsidi pupuk dan subsidi benih.

“Hingga saat ini, Indonesia masih menghadapi sejumlah permasalahan guna mewujudkan target kedaulatan pangan,” ujar Direktur INDEF Enny Sri Hartati saat temu media di kantor INDEF di kawasan Pasar Minggu, Jakarta, Senin (10/7/2017).

Tingginya alokasi anggaran pangan oleh pemerintah diangga belum optimal untuk mendongkrak produksi pangan. Contohnya pada Program Padi, Jagung dan Kedelai (pajale). “Tren peningkatan anggaran di ketiga komoditas tersebut tidak secara merata dan optimal mengakselerasi produksi dan produktivitas,” ucap Enny.

Baca Juga:  Sumbang Ternak Untuk Modal, Komunitas Pedagang Sapi dan Kambing Dukung Gus Fawait Maju Pilkada Jember

Selain itu, program pemerintah untuk menyetop impor beras dinilai juga belum berhasil. Padahal pemerintah telah meningkatkan anggaran dan subsidi pangan.

Di samping itu, menurut Enny, perihal mengenai kebijakan penyetopan impor jagung juga terkesan terburu-buru. Hal ini diproyeksikan menyebabkan 483.185 ton jagung impor tertahan di pelabuhan dan harga pangan ternak naik 20 persen.

“Data PIB (Pemberitahuan Impor Barang), Ditjen Bea Cukai menunjukkan pada tahun 2016 itu ada sekitar 1,3 juta ton impor beras (sedangkan) di 2017 dari bulan Januari-Mei impornya mencapai 94 ribu ton,” ungkap Enny.

Pewarta: Ricard Andika
Editor: Achmad Sulaiman

Related Posts

1 of 16