Berita UtamaOpiniPolitikTerbaru

Implementasi Pancasila dalam Berbagai Aspek Kehidupan Politik dan Ekonomi

Implementasi Pancasila dalam Berbagai Aspek Kehidupan Politik dan Ekonomi.
Implementasi Pancasila dalam Berbagai Aspek Kehidupan Politik dan Ekonomi./Foto; Ist

NUSANTARANEWS.CO – Implementasi ideologi nasional Pancasila dalam berbagai aspek kehidupan politik dan ekonomi, memiliki cakupan yang amat luas. Meski begitu, dengan tidak berpretensi menjangkau seluruh spektrum isu yang ada dalam kedua aspek tersebut, ada beberapa hal mendasar yang perlu diperhatikan.

Bahwa setiap negara bangsa membutuhkan landasan filosofis berbangsa dan bernegara. Dan atas dasar landasan filosofis itu, disusunlah visi, misi dan tujuan negara serta program-program nasional. Tanpa itu, negara bergerak tanpa pedoman.

Pancasila merupakan Weltanschauung, landasan filosofis yang menjadi dasar negara, dan ideologi dari negara kebangsaan Indonesia.

Setiap weltanschauung memiliki nilai intrinsik, yaitu nilai yang pada dirinya sendiri merupakan tujuan (an end-in-itself). Sifatnya masih umum, universal, belum dapat secara langsung dioperasikan menjadi kenyataan.

Untuk mewujudkannya menjadi kenyataan dibutuhkan nilai-nilai instrumental. Nilai instrumental adalah nilai yang dibutuhkan untuk mewujudkan nilai intrinsik karena memiliki efek aktual.

Nilai-nilai instrumental dari Pancasila, dalam bidang ekonomi terdapat dalam negara kesejahteraan (welfare state); dalam bidang politik, berdemokrasi dengan mendahulukan musyawarah mufakat. Nilai-nilai instrumental itu dibutuhkan untuk membimbing kita melakukan derivasi ideologi Pancasila dalam berbagai aspek kehidupan politik dan ekonomi secara benar serta dalam kehidupan masyarakat sehari-hari.

Sejak awal reformasi hingga saat ini sedang terjadi declining (kemunduran) pamor ideologi Pancasila, seiring dengan meningkatnya liberalisasi dan demokratisasi.

Di bidang politik, terlihat dari munculnya sejumlah ekses dari proses demokratisasi. Demokratisasi yang begitu cepat di masyarakat yang kurang memahami kebebasan politik, menyebabkan upaya memelihara integrasi nasional terganggu. Terasa beberapa tahun terakhir, kesadaran hidup berbangsa majemuk ini melemah. Manifestasinya muncul dalam bentuk gerakan separatisme, bentrok fisik berlatar belakang suku dan agama, maraknya money politics, pelaksanaan menyimpang dari otonomi daerah yang menyuburkan etnosentrisme, primordialisme sempit yang berlebihan dan berkembangnya paham sektarian ekstrim yang fanatik, yang tidak kondusif bagi penciptaan solidaritas dan kebersamaan nasional, dan meluasnya korupsi.

Baca Juga:  Prabowo-Gibran Resmi Menang Pilpres 2024, Gus Fawait: Iklim Demokrasi Indonesia Sudah Dewasa

Dalam Negara demokrasi, yang berkuasa adalah rakyat. Tetapi dalam praktek politik, peranan elite politiklah yang akan dominan menentukan jalannya negara. Di bidang ekonomi, negara kita yang belum mampu meningkatkan kualitas hidup rakyat, telah pula menjadi penyebab merosotnya kepercayaan sebagian masyarakat pada ideologi negara, Pancasila.

Lemahnya kepemimpinan dan visi elite politik sehingga ekonomi nasional makin tergantung bahkan dikuasai asing, juga telah menurunkan kebanggaan rakyat pada Pancasila.

Menurut kajian BIN, terdapat 76 UU yang lahir dengan intervensi asing melalui lembaga-lembaga non-pemerintah (NGO/LSM) lokal dan internasional yang membuka jalan bagi penguasaan asing pada ekonomi nasional.

Semua negara bangsa memerlukan landasan filosofis dan ideologi nasional. Keduanya menjadi dasar pembentukan negara, dasar menyatunya seluruh unsur bangsa menjadi negara bangsa dan sekaligus tujuan/cita-cita yang ingin dicapai bersama.

Negara-bangsa Amerika Serikat (AS), secara sukses mengelola pengembangan ideologi nasionalnya yang didasari liberty, egality dan fraternity, sejak negara itu diproklamasikan tahun 1776.

AS diproklamasikan ditengah praktek perbudakan yang umum terjadi kala itu. Penghapusan perbudakan telah menimbulkan friksi yang keras hingga harus melalui perang saudara (1861-1865), yang diikuti dengan terbunuhnya Presiden Abraham Lincoln 14 April 1865. Di abad ke 20, Presiden AS pertama yang beragama Katholik, John Fitzgerald Kennedy tewas ditembak di tahun 1963, Politik segregasi ras terhadap warga kulit hitam AS baru diakhiri tahun 1965, dan pejuang hak-hak sipil kulit hitam Martin Luther King Jr. tewas ditembak  tahun 1968.

Baca Juga:  Breaking News: Hendry Ch Bangun Dkk Terbukti Korupsi Rp. Rp 1.771.200.000

AS baru memiliki Kepala Staf Gabungan militer dari kalangan kulit hitam, Jenderal Collin Powell ditahun 1991. Di tahun 2005, seorang wanita berulit hitam, Condoleeza Rice menjadi Menteri Luar Negeri AS. Dan di Pemilu Presiden 2008, Barack Obama menjadi presiden kulit hitam pertama AS.

Panjang jalan bagi AS untuk sampai pada keadaanya hari ini. Dengan melihat 225 tahun sejarah Amerika yang sukses menerapkan ideologi nasionalnya melalui terpaan berbagai  badai, bagi Negara Bangsa kita yang relatif muda, diperlukan langkah yang tepat dan berani untuk menyegarkan dan merevitalisasi implementasi Pancasila pada penyelenggaraan negara dan pada keseharian kehidupan masyarakat.

Pancasila adalah filsafat Negara yang berorientasi kemasa depan, mampu menampung kemajemukan masyarakat dan akomodatif terhadap dinamika perubahan.

Pancasila sebagaimana ideologi manapun didunia ini, adalah kerangka berfikir yang senantiasa memerlukan penyempurnaan, karena tidak ada satupun ideologi yang disusun dengan begitu sempurnanya sehingga cukup lengkap dan bersifat abadi untuk semua jaman, kondisi dan situasi.

Dapat kita simpulkan bahwa karena zaman selalu berubah dan yang abadi itu  adalah perubahan, maka setiap ideologi memerlukan hadirnya proses dialektika agar ia dapat  mengembangkan  dirinya  dan tetap  adaptif dengan perkembangan zaman.

Proses dialektika yang berlangsung bersamaan dengan perubahan-perubahan sangat mendasar yang terjadi di negara kita, tentu akan memunculkan thesa-thesa baru, yang pada gilirannya akan melahirkan antithesa-antithesa. Kita harapkan akan muncul sinthesa yang merupakan penyempurnaan dan resultan dari berbagai thesa dan antithesa yang muncul. Begitulah proses bagi suatu ideologi dalam menjalani penyempurnaan dirinya dari waktu kewaktu. Penyempurnaan secara terus menerus perlu dilakukan bersama oleh seluruh bangsa terutama para pemimpin politik, ekonomi, sosial budaya dengan  berani dan teguh menjaga keutuhan persatuan dan kesatuan Negara Bangsa Indonesia.

Baca Juga:  Pemkab Pamekasan Gelar Gebyar Bazar Ramadhan Sebagai Penggerak Ekonomi Masyarakat

Revitalisasi Pancasila perlu menekankan pada orientasi ideologi yang mewujudkan kemajuan yang pesat, peningkatan kesejahteraan yang tinggi dan persatuan yang mantap dari seluruh  rakyat Indonesia. Dan hanya dengan pencapaian-pencapaian itu Pancasila akan semakin menjadi pegangan hidup seluruh rakyat.

Segenap pengaturan penyelenggaraan negara dan pemerintahan, dalam bentuk peraturan perundang-undangan harus merupakan derivasi dari Pancasila sebagai staatsidee.

Dilain pihak, Pancasila adalah juga tolok ukur evaluasi penyelenggaraan negara. Pancasila adalah staatsfundamental norm yang harus menjadi acuan dari perilaku individual warga negara dan masyarakat pada umumnya.

Bapak bangsa Vietnam, Ho Chi Minh menjelang wafatnya meninggalkan wasiat kepada para pemimpin Vietnam untuk membuat bangsa Vietnam semakin mantap bersatu, negara Vietnam semakin kuat berwibawa dan rakyat Vietnam semakin maju sejahtera.

Suatu Negara Bangsa, lebih-lebih yang heterogen memiliki potensi friksi (benturan) internal dan juga eksternal, karena berbenturan dengan  kepentingan negara lain.

Dalam proses benturan internal dan eksternal itu ada negara yang lenyap. Sejarah mencatat bubarnya kekaisaran Ottoman Turki  dan Austro-Hongaria pasca Perang Dunia I dan lenyapnya super power Uni Sovyet di tahun 1991, karena benturan internal/eksternal. Yugoslavia, negara federal yang sentralistik, ketika berkehendak memberikan otonomi yang lebih luas pada negara-negara bagiannya, telah tercerai berai menjadi negara-negara berdasarkan etnik, Serbia, Montenegro, Bosnia, Croatia, Slovenia, dan Macedonia.

Proses lahir, tumbuh dan lenyapnya kerajaan-kerajaan di Indonesia sejak Tumapel, Kediri, Daha, Singosari, Sriwijaya, Majapahit, Demak, Pajang, Mataram dan  banyak yang lain, meyakinkan saya bahwa membuat langgeng dan semakin kuatnya suatu negara itu bukan hal yang mudah. Itulah tanggungjawab utama dari setiap warga negara.(AS/disunting dari makalah Siswono Yudo Husodo/sumber lppkb)

Related Posts

1 of 86