HukumTerbaru

Ihwal Pemidanaan Diskresi (II)

NUSANTARANEWS.CO – Penjelasan ihwal pemidanaan diskresi pada artikel kedua ini merupakan kelanjutan dari artikel pertama dengan judul yang sama pula. Masih bersumber dari Pakar Hukum Administrasi Negara, W. Riawan Tjandra.

“Filosofi diskresi sejatinya tak lain dari esensi negara hukum itu sendiri,” kata dia memulai penjabarannya pada paragraf ketiga dari makalah diskusi publik ini.

Diskresi merupakan konsekuensi dari atribusi wewenang yang diberikan kepada pejabat administrasi pemerintah karena dalam realitas penyelenggaraan fungsi pemerintah terdapat keterbatasan dari UU yang berimplikasi terjadinya norma hukum yang tak jelas maknanya, kekosongan norma hukum, maupun terjadinya kesenjangan antara kaidah norma hukum dan kebutuhan praktik pemerintahan.

“Di sinilah prinsip negara hukum modern yang menjadi pilar pemerintahan di berbagai negara hukum di Eropa (kontinental) maupun negara-negara common law pada umumnya memberikan toleransi untuk dilakukannya penemuan hukum oleh pejabat administrasi pemerintah yang dikenal dengan sebutan diskresi,” jelas Riawan.

Diskresi dimaksudkan, kata dia, untuk mengatasi terjadinya stagnasi pemerintahan dan mengefektifkan pelaksanaan tanggungjawab pemerintah dalam melaksanakan pelayanan publik.

Baca Juga:  Prabowo-Gibran Menang Pilpres 2024, Gus Fawait: Bukti Pemimpin Pilhan Rakyat

“Pada logika inilah sejatinya perintah Presiden Jokowi di atas perlu diletakkan secara proporsional,” imbuhnya. Dilanjutkannya, penggunaan diskresi oleh pemerintah yang menjadi batas bagi jangkauan pemidanaan oleh pengadilan sejatinya merupakan tolok ukur kualitas penerapan prinsip-prinsip pembagian/pemisahan kekuasaan negara (separation/distribution of power) yang menjadi buah Revolusi Perancis sebagai tonggak sejarah dimulainya era demokrasi konstitusional dan bernegara hukum, papar Riawan.

Memang harus diakui, kata Riawan, bahwa kerena diskresi bisa berarti ‘menyimpang’dari rumusan norma tekstual suatu UU yang dimulai oleh pejabat administrasi pemerintahan tak sesuai dengan kebutuhan praktik pemerintahan, potensi terjadinya tindakan sewenang-wenang maupun penyalahgunaan wewenang oleh pejabat administrasi pemerintah yang memiliki niat koruptif bisa saja terjadi.

“Oleh karena itulah, terhadap motif penggunaan diskresi maupun perilaku penggunaan wewenang jabatan bagi setiap pejabat administrasi yang baik (the principles of good administration), sebuah prinsip administrasi pemerintahan tak tertulis yang digunakan untuk mengukur sah/tidaknya maupun bijaksana/tidaknya tindakan administrasi pemerintahan,” papar Riawan lagi.

Baca Juga:  RAB Kulon Progo Bagikan Ratusan Kotak Makanan dan Snack untuk Tukang Ojek, Tukang Becak, dan Tukang Parkir

Terakhir, Riawan mengingatkan, para pejabat administrasi pemerintah tak perlu cemas jika diskresi yang dilakukan sudah didasarkan atas filosofi diskresi dan memperhatikan prosedur dalam UU Administrasi Pemerintahan. Sebaliknya, penegak hukum juga sungguh-sungguh mengukur seluruh rangkaian tindakan administrasi pemerintah dengan memperhatikan filosofi, latar belakang, tujuan dan prosedur penggunaan diskresi tersebut untuk mewujudkan kemaslahatan rakyat yang dilayani berdasarkan parameter prinsip-prinsip pemerintahan yang baik. Demikian W. Riawan Tjandra, Pakar Hukum Administrasi Negara itu menjelaskan pemikirannya. (eriec dieda)

Related Posts

1 of 3,049