Puisi

Ibu, Menjahit Cerita, dan Misteri Rantai Maut – Puisi Nuraz Aji

Senin

Senin tiga tahun lalu
kau kencani diriku
kau makan masa lalu-
lalu muntah di depanku

Senin malam tiga tahun lalu
kau bawa aku pergi bersamamu
dengan motor buntutmu
tubuhku menyatu dalam deru

Senin tiga tahun lalu
kau ulang rindu yang enggan berjalan maju
kau mundur ke masa kita tak harus bertemu
melukis kembali kisah yang usah

Senin tiga tahun lalu enggan beranjak dari kalbu
ia membingkai hari-hari ke depan
memaksanya berjalan seperti waktu itu
seolah tiada Senin yang lain

Senin tiga tahun lalu, kupakai kerudung hijau
yang telah kubuang
biar segala luka tasnim tak melazim
pada hari-hari yang akan menjadi hari
milikku sendiri

2016

Misteri Rantai Maut

krisis ekonomi setengah abad lalu
di negeri buku. sebuah asrama
dengan nama yang mustahil disebut
dan disebat sampai telinga

seorang penjaga menemukan keanehan di sana
ia ingin menguak kelurusannya yang bengkok
bayang-bayang menghantuinya
setiap minggu malam

hingga kasat mata pembunuhan matari
lima puluh tahun lalu di depannya
para siswa, guru, kepala sekolah seperti buta
hanya ia yang bisa melihat maut al sakarat
orang-orang mengiranya hilang akal afiat
sampai pidato kepala sekolah hari itu
menjadi yang terakhir

2016

Kepada Ibu

nyanyikan satu lagu sepanjang perjalanan
yang membawaku kepada jantung semesta
seperti dulu kau putar sesuatu di perutmu
ajari membuka pintu masa lalu

mencari waktu
detik-detik  aku dipotong dari plasentamu
ketika napasku digunting
dari seberapa pendek talinya

betapa tetes darah, keringat dan air mata
yang kau tukar untuk sebuah kelahiran-
ku yang kini buta kepalamu berapa
kantung matamu yang tak lagi muda

rambut yang tak lagi hitam
piknikkan aku sebentar ke kuburan nenek
biar paham amsal tanah kepada tanah
biar takut pada kematian yang merajam
urat nadi tanpa kecuali

jangan tutup pintu surga di telapakmu
kelak saksikan kulepas masa lajang
hidangkan semangkuk restu di hari itu
dan saksikan seseorang memanggilmu nenek

Klt, 111215

Menjahit Cerita
: Mbak Woro

apa kabar jelita
masihkah aku punya kamar di kepala
ketika hanya kita yang miliki suara
atas usia paling dhuha

ritualmu lebih dahsyat dari Cleopatra
terbongkar saat kau bilang tidak jika kutawari gorengan
kau satu-satunya yang memesan teh tawar
meski jarak sejengkal helm selalu rekat pada rambutmu

jaketmu selalu lengket
sarung tangan jingga
kaos kaki strawberry
tak pernah lupa tak memaskeri muka

semisal cahaya, kau lentara di mini dunia

Nuraz Aji
Nuraz Aji

yang meluas kala kita duduk berdua

2015

*Nuraz Aji, karyawati di PT. Dan Liris kelahiran Klaten, 1996. Kini kost dan bekerja di Sukoharjo. Puisi-puisinya pernah dimuat di Haluan, Pikiran Rakyat, Majalah Sagang, Buletin Jejak, Sastra Sumbar, Detak Pekanbaru, Detak Unsyiah, Sastra Mata Banua, Dinamika News, Swara Nasional Pos, dll. Juga termaktub dalam beberapa bunga rampai: 175 Penyair Dari Negeri Poci 6: Negeri Laut, Syair-syair Keindonesiaan UNY,  Bangsa Bayangan, Tinta Langit, Unconditional Love,  dll.

Related Posts

1 of 151