Puisi

Hujan yang Paling Sederhana – Puisi Surya Gemilang

Tentang Nama

di perutku ada nama-nama yang
berjumpa untuk saling membunuh;
membunuhmu, atau membunuh
anak-anak yang tak pernah lupa
cara menangisi kematian yesus.

aku bukan orang yang ahli
menyelidiki kasus pembunuhan.
tapi aku tahu ada nama-nama
yang tak tertambat pada malam
di sirkuit kita yang muram.

jika kau mencium bau darah
di lelapmu, maka bisa dipastikan
bahwa ada sejumlah nama yang
lepas dari kartu identitas. nama-
nama itu mungkin menyelinap ke
hutan rambutmu, atau ke balik
celana dalammu, bisa juga ke
dunia mimpimu. siapa yang tahu?

Simak:
Kekasih yang Kera, Racun Belukar Malam
Malaikat yang Mengetuk Pintu
Kau yang Bercerita Peluru di Benakku
Para Pemeran Sejarah, Sang Nakhoda dan Teka-Tekinya
Tes Masuk IKJ dan Persinggahan Data-data
U, Jangan Bersepeda di Sana

Hujan yang Paling Sederhana

kota-kota berjatuhan
dari tangismu.

kata-kata berjatuhan
dari puisimu.

*

di benakku ada hujan yang
paling sederhana:

doa dan kau yang terbakar
oleh kelamin waktu.

Denpasar, 2016

Sebuah Sajak yang Mati
di Dalam Sebuah Museum

waktu yang purba isyarat racun usia:

kalimat-kalimat yang diawetkan
enggan menjadi sajak; enggan
melangkah
setelah
habis pertanda.

Denpasar, 2016

Surya Gemilang, lahir di Denpasar, 21 Maret 1998. Antologi cerpen tunggal pertamanya berjudul Mengejar Bintang Jatuh (2015). Tulisan-­tulisannya yang lain dapat dijumpai di lebih dari delapan antologi bersama dan sejumlah media massa. Publikasi puisi-puisi Surya Gemilang di nusantaranews.co minggu ini adalah “Kekasih yang Kera“, “Hari Ini Bukan di Denpasar“, “Pan Kasim, Dongengi Aku“,  “Pun Sajak Bisa Merambat“,  “Racun Belukar Malam“, “Sajak Pedang“, dan “Serat“.

__________________________________

Bagi rekan-rekan penulis yang ingin berkontribusi karya baik berupa puisi, cerpen, esai, resinsi buku/film, maupun catatan kebudayaan serta profil komunitas dapat dikirim langsung ke email: [email protected] atau [email protected].

Related Posts

1 of 124