Budaya / SeniPuisi

Hujan Saat Kematian Menjemput – Puisi Tjahjono Widarmanto

Rain When I Die by vhm-cain | DeviantArt
Rain When I Die by vhm-cain | DeviantArt

HUJAN SAAT KEMATIAN MENJEMPUT

 

tuliskan puisi terakhirmu. Aku tahu ia akan menutup mataku dengan secarik kain

warna kuning lalu angin jadi semerbak kamboja. hujan jadi bengis yang wingit

 

aku tak bisa menulis walau cuma sebaris kalimat. sungguh, bukan karena miris

Hanya sebab kesedihan-kesedihan cengeng mengenang waktu yang tiras menipis

 

seperti kabar lain yang tak pernah penting, ultimatum itu pun hanya bunyi jari

diketuk-ketukkan pada lingir meja saat menunggu pelayan menghidangkan

secangkir kopi yang segera lunas untuk menunda kantuk yang sekarat

 

Simak:
Sepatu Kerja Pemuja Sajak
Delapan Esai: Percakapan tentang Puisi
Aku, Sedadu Menunggu Giliran, Di Hadapan Maut
Bercakap-Cakap Tentang Hasrat

 

aku tak ingin berbantah. bukankah sejarah lebih butuh mitos dibanding peristiwa?

aku tak ingin bercakap apapun juga, apalagi merundingkan sepakat yang rumit

bukankah hujan telah turun; saat yang disabdakan sebagai sebuah penanda untukku

 

tuliskan puisi terakhirmu. tapi aku tak menulis apa-apa. tidak satu abjad pun.

Baca Juga:  G-Production X Kece Entertainment Mengajak Anda ke Dunia "Curhat Bernada: Kenangan Abadi"

segala kemungkinan bisa terhempas dari ketinggian, seperti juga waktu yang kehilangan arlojinya hingga detak yang senyap tak lagi sanggup disimak. cuma hanya bisa diduga

 

aku tak pernah berharap pertanyaan-pertanyaan: dari mana asalmu dan arah mana yang kau tuju? aku menolak keramahtamahan itu, sebab di baliknya senyum selalu khianat

aku cuma ingin berkabar bahwa cinta dan curiga selalu membuat murung dan berkabung

 

tuliskan puisi terakhirmu. angin jadi semerbak kamboja. hujan jadi bengis yang wingit

baiklah, tanganku akan meraba menunjuk surga neraka mana aku akan berselimut

 

2006

Baca: Riwayat Kuldi 

Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widarmanto

*Tjahjono Widarmanto, lahir di Ngawi, 18 April 1969. Meraih gelar sarjananya di IKIP Surabaya (sekarang UNESA) Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, dan saat ini melanjutkan studi di program doctoral di Pascasarjana Unesa. Bukunya yang  telah terbit antara lain Mata Air di Karang Rindu (buku puisi, 2013), Masa Depan Sastra: Mozaik telaah dan Pengajaran Sastra (2013), Nasionalisme Sastra (bunga rampai esai, 2011),   Drama: Pengantar & Penyutradaraannya (2012), Umayi (buku puisi, 2012), Kidung Buat Tanah Tercinta (buku puisi, 2011), Mata Ibu (buku puisi, 2011), Di Pusat Pusaran Angin (buku puisi, 1997), Kubur Penyair (buku puisi: 2002), Kitab Kelahiran (buku puisi, 2003). Penulis pernah menerima Anugerah Penghargaan Seniman dan Budayawan dari Pemprov Jatim (2003), beberapa kali memenangkan sayembara menulis tk. Nasional dan suntuk menghadiri berbagai pertemuan sastra ditingkat nasional dan internasional. Penulis kini menjadi Pembantu Ketua I, Dosen di STKIP PGRI Ngawi dan guru SMA 2 Ngawi. Beralamat di Perumahan Chrisan Hikari B.6 Jl. Teuku Umar Ngawi. E-Mail:  [email protected].

Baca Juga:  G-Production X Kece Entertainment Mengajak Anda ke Dunia "Curhat Bernada: Kenangan Abadi"

__________________________________

Bagi rekan-rekan penulis yang ingin berkontribusi (berdonasi*) karya baik berupa puisi, cerpen, esai, resinsi buku/film, maupun catatan kebudayaan serta profil komunitas dapat dikirim langsung ke email: [email protected] atau [email protected].

Related Posts

1 of 124