Hukum

HTI Dikeroyok Sembilan Saksi Pro Pemerintah di Persidangan

HTI Dikeroyok Sembilan Saksi Pro Pemerintah di Persidangan
Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). (Foto: Istimewa)

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Kuasa hukum ormas HTI Yusril Ihza Mahendra menegaskan bahwa perkara gugatan HTI terhadap pembubaran organisasi tersebut belum final meskipun ditolak oleh PTUN Jakarta. Menurutnya, masih ada upaya hukum banding dan kasasi sampai putusan pengadilan mempunyai kekuatan hukum tetap.

Yusril mengakui, saat ini posisi HTI kalah 1-0 lawan pemerintah. “Bisa saja nanti Pemerintah kalah di Pengadilan Tinggi dan Mahkamah Agung” kata Yusril dikutip dari keterangan tertulis, Jakarta, (Selasa (8/5/2018).

Diketahui, Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) menolak seluruh gugatan hukum HTI atas keputusan pembubaran ormas tersebut oleh pemerintah pada Juli 2017 silam. Dengan kata lain, HTI tetap dibubarkan pemerintah sesuai Perppu Nomor 2 Tahun 2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan atau ormas.

Ketika putusan HTI dibacakan, Yusril diketahui sedang berada di Solo, Jawa Tengah. Pengacara HTI yang hadir adalah Gugum Ridho Putra mewakili Kantor Advokat Ihza&Ihza Law Firm yang dikomandani Yusril.

Yusril menambahkan memang sulit bagi majelis hakim untuk sepenuhnya bersikap obyektif dalam menyidangkan perkara HTI. Pemerintah tentu akan merasa sangat dipermalukan jika sekiranya keputusan membubarkan HTI dibatalkan oleh pengadilan. Yusril mengatakan bahwa selama sidang, pemerintah hanya menghadirkan dua saksi fakta yang tidak menerangkan apa-apa tentang kesalahan HTI.

Baca Juga:  Lecehkan Media Grassroot, Wilson Lalengke Laporkan Kapolres Pringsewu ke Divisi Propam Polri

“Pemerintah malah mendatangkan ahli sebanyak sembilan orang, yang semuanya adalah orang-orang yang terafiliasi dengan Pemerintah seperti mantan rektor UIN Yogya dan Prof Azyumardi Azra, mantan rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Keterangan ahli mereka sukar dipertanggung jawabkan secara akademis karena semua mereka adalah bagian dari pemerintah,” ungkapnya.

Baca juga:

Menurutnya, karena HTI dibubarkan tanggal 19 Juli 2017 dan didasarkan atas Perpu No 1 Tahun 2017 yang terbit tanggal 10 Juli 2017, maka jika pemerintah menganggap HTI mengajarkan paham yang bertentangan dengan Pancasila, pemerintah harus membuktikan bahwa dalam waktu sembilan hari itu, HTI memang melanggar Pancasila.

Baca Juga:  LANAL Nunukan Berhasil Lepaskan Jaring Yang Melilit KM Kandhega Nusantara 6

“Bukan menggunakan bukti-bukti sebelum berlakunya Perpu, karena Perpu tidak berlaku surut. Sejauh itu, saya menganggap pemerintah gagal membuktikannya dalam persidangan,” ujarnya.

Namun, jelas Yusril, majelis hakim menilai HTI terbukti menyebarkan ajaran khilafah dan ajaran itu menurut hakim, bertentangan dengan Pancasila. Bahwa penilaian ajaran khilafah itu bertentangan dengan Pancasila, didasarkan pada keterangan ahli yang seluruhnya terafiliasi dengan Pemerintah tadi. Di sinilah dilema hakim yang mengadili perkara ini. Keterangan ahli yang mana yang harus dijadikan pertimbangan hukum. Hakim nampak menyampingkan keterangan ahli independen yang diajukan HTI. Kalau demikian, maka ke arah mana putusan hakim, isinya sudah dapat ditebak sedari awal.

Sebagai advokat, menurut Yusril, dia tidak kaget dengan putusan hakim yang menolak gugatan HTI itu. Memang berat mengadili perkara yang menyangkut marwah Pemerintah di mata rakyatnya. Walau kalah di pengadilan tingkat pertama, dia masih berharap Pengadilan Tingggi Tata Usaha Negara atau Mahkamah Agung akan berani mengambil putusan yang lebih adil dan lebih objektif.

Baca Juga:  Terkait Dugaan Pungli di Sekolah, PPWI Inhil Soroti Sikap Kadisdik dan Pemkab Inhil yang Memble

Yusril mengingatkan kelompok masyarakat yang tidak suka kepada HTI agar jangan terlalu gembira dulu dengan putusan PTUN Jakarta. Demikian juga dengan warga HTI jangan bersedih dan putus asa. “Perjuangan menegakkan keadilan adalah perjuangan panjang dan berliku. Kita harus menjalaninya dengan kesabaran dan ketegaran” kata Yusril mengakhiri keterangannya di Solo, Jawa Tengah. (red)

Editor: Eriec Dieda

Related Posts

1 of 3,172