Ekonomi

Hipmi: Relaksasi DNI dalam Paket Kebijakan Jilid 16 Ciptakan Kegaduhan Ekonomi

Persaingan UMKM (Ilustrasi). Foto: Dok. Muria News
Persaingan UMKM (Ilustrasi). Foto: Dok. Muria News

NUSANTARANEWS.CO, JakartaHimpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) mengkritisi Paket Kebijakan Ekonomi Jilid 16 yang diluncurkan pemerintahan Jokowi beberapa waktu lalu. Kritik Hipmi terutama soal Daftar Negatif Investasi (DNI). Bahkan, organisasi pengusaha muda ini menolak relaksasi DNI lantaran dinilai tidak relevan untuk mendatangkan investasi ke Indonesia.

“Konsideran yang dibangun dibuat Paket Kebijakan Ekonomi ke-16 ini adalah untuk memberikan relaksasi fiskal. Tetapi, ketika kemudian yang di formulasikan hanya sekedar relaksasi DNI, ini yang perlu kita kritisi,” ujar Ketua Badan Otonom Hipmi Tax Center Ajib Hamdani dikutip dari keterangan tertulis, Jakarta, Jumat (23/11/2018).

Ajib mengatakan, relaksasi DNI cenderung tidak efektif menarik investasi asing. “Kita bisa melihat kebijakan tahun 2016 sebanyak 41 bidang pembukaan DNI, sebagian besar tidak optimal,” papar Ajib.

Baca juga: Paket Kebijakan Ekonomi Jilid 16 Pemerintahan Jokowi di Tengah Ketidakpastian Global

Tetapi sisi lain, kata dia, relaksasi DNI ini malah membawa kegaduhan ekonomi di kalangan pelaku Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) di Tanah Air.

Baca Juga:  Bupati Nunukan Serahkan Bantuan Sosial Sembako

Dipihak Pelaku UKM

Ajib mengatakan pihaknya akan memberikan masukan tertulis kepada pemerintah atas draft kebijakan ini. Hipmi juga akan tetap berada dipihak pelaku UMKM.

“Kalau masukan diterima, syukur. Hipmi akan bergandengan tangan dengan pemerintah. Tetapi kalau masukan tidak diterima, Hipmi tetap lebih memilih memperjuangkan para pelaku usaha di sektor UMKM ini. Karena pelaku UMKM ini adalah para pahlawan ekonomi bangsa,” ucap Ajib.

Hipmi mengingatkan semua pihak bahwa UKM motor penggerak ekonomi nasional. ”Di saat krisis lalu, UMKM berada digarda terdepan dalam menyelamatkan perekonomian. Sebab itu kedaulatan UMKM kita mesti dijaga dengan memperkuat kemandirian ekonomi pelaku UMKM ini,” kata dia.

Menurutnya, kebijakan relaksasi DNI justru menggerus keberadaan sektor Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM). Pasalnya sebanyak 25 bidang usaha bisa dikuasai investor asing sepenuhnya.

“Kami sayangkan kenapa dari awal relaksasi DNI. Kami HMI akan melindungi UMKM dengan baik. Ketika relaksasi itu tidak relevan dengan mendatangkan investasi,” katanya.

Baca Juga:  Bangun Tol Kediri-Tulungagung, Inilah Cara Pemerintah Sokong Ekonomi Jawa Timur

Pemerintah, lanjut Ajib, terlalu memaksakan relaksasi DNI. Padahal UMKM tidak memerlukan investor asing karena yang mereka butuhkan ialah insentif fiskal, insentif moneter serta kemudahan hukum dan legal.

“Jangan sampai paket kebijakan 16 satu sisi menarik investasi tapi sisi lain membuat kegaduhan ekonomi. Itu yang akan kami hindari,” terang dia.

Baca juga: Penjelasan Pemerintah Terkait Paket Kebijakan Ekonomi Jilid 16

Selain itu, kata Ajib, pemerintah juga tidak melibatkan himpunan pengusaha maupun asosiasi pengusaha Indonesia dalam merumuskan paket kebijakan XVI. Sementara isi paket kebijakan itu sangat bersinggungan dengan pembukaan kesempatan bagi penanaman modal dalam negeri (PMDN) termasuk usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) dan koperasi agar masuk ke seluruh bidang usaha.

“Hipmi enggak pernah diajak duduk bareng dalam konteks melindungi UMKM dalam konteks paket kebijakan XVI. Paket ini kan buat pengusaha, stakeholder ada di kita,” pungkasnya.

Sebelumnya, pemerintah merilis tiga kebijakan dalam Paket Kebijakan Ekonomi XVI yang fokus pada upaya relaksasi kebijakan untuk ketahanan ekonomi nasional. Pertama, pemerintah memperluas Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan Badan (tax holiday) untuk mendorong investasi langsung di industri perintis dari hulu hingga hilir guna mendorong pertumbuhan ekonomi.

Baca Juga:  Sokong Kebutuhan Masyarakat, Pemkab Pamekasan Salurkan 8 Ton Beras Murah

Kedua, pemerintah kembali merelaksasi daftar negatif investasi (DNI) sebagai upaya mendorong aktivitas ekonomi pada sektor-sektor unggulan. Sebanyak 25 sektor dari 54 bidang usaha yang mengalami perubahan daftar negatif investasi (DNI) dpat digarap asing sepenuhnya. Selebihnya, bidang usaha itu bisa digarap oleh Penanaman Modal Dalam Negeri atau (PMDN) dan UMKM.

Ketiga, pemerintah memperkuat pengendalian devisa dengan pemberian insentif perpajakan. Pengendalian berupa kewajiban untuk memasukkan devisa hasil ekspor (DHE) dari barang-barang hasil sumber daya alam (pertambangan, perkebunan, kehutanan, dan perikanan).

Insentif perpajakan berupa pemberian tarif final pajak penghasilan atas deposito. Kewajiban untuk memasukkan DHE ini tidak menghalangi keperluan perusahaan yang bersangkutan untuk memenuhi kewajiban-kewajiban valasnya.

(gdn/anm)

Editor: Gendon Wibisono

Related Posts

1 of 3,156