Gaya Hidup

Hindari Pendangkalan Berpikir dengan Membaca Buku

Hindari pendangkalan berpikir dengan membaca buku.
Hindari pendangkalan berpikir dengan membaca buku.

NUSANTARANEWS.CO – Hindari pendangkalan berpikir dengan membaca buku. Negarawan Romawi kuno yang dikenal sebagai filsuf, penulis, dan orator ulung, pernah menulis mengenai pentingnya membaca buku. A room without book is like a body without soul, kata sang filsuf, Cicero atau Marcus Tullus Cicero yang oleh orang Inggris dijuluki Tully. Ungkapan itu lahir sekitar delapan abad sebelum Tuhan berfirman kepada Muhammad sang Nabi untuk membaca.

Membaca buku seharusnya menjadi kewajiban bagi setiap orang, khususnya di Indonesia hari ini. Seperti ungkapan Walt Disney, harta karun di dalam sebuah buku lebih banyak daripada hasil rampasan di seluruh kapal bajak laut Pulau Harta.

Bahasa bijak penuh motovasi dari Walt Disney memberi isyarat kepada siapa saja bahwa dengan membaca buku kita akan kaya pengetahuan. Hanya pengetahuanlah yang akan menolong kita di dunia ini. Tanpa membaca, kita tidak ada alias hanya hidup tanpa jiwa sebab tidak punya sandaran.

Pada 17 Mei, Indonesia memperingati hari buku nasional. Para pengguna media sosial, sibuk dengan ucapan Selamat Hari Buku Nasional dengan ragam yang menarik. Tapi, benarkah ucapan itu lahir dari kesadaran untuk mengkampanyekan pentingnya mebaca buku bagi anak bangsa? Atau hanya sekedar gengsi-gensian supaya tidak dibilang ketinggalan informasi atau hanya ingin dianggap bahwa dirinya sudah atau sedang membaca buku.

Baca Juga:  Rekomendasi Playsuit Serene Untuk Gaya Santai Trendy

Minat baca orang Indonesia memang masih rendah. Hasil survei UNESCO pada 2011 menunjukkan bahwa, indeks tingkat membaca masyarakat Indonesia hanya 0,001 persen. Dengan kata lain, hanya satu orang dari 1.000 penduduk yang masih mau membaca buku secara serius. Fakta ini sedikit mendapat pembenaran dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI 2013 bahwa, Provinsi yang memiliki warga buta huruf terbanyak adalah Papua, Sulawesi Barat, NTB dan NTT. Secara keseluruhan, angka buta huruf di Indonesia mencapai 3,6 juga jiwa.

Fakta tersebut seharusnya menjadi pekerjaan rumah kita bersama untuk mengurangi buta huruf di tanah air dan sekaligus mendorong minat baca, khususnya di tingkat pelajar. Bukankah bangsa kita ini memiliki pribahasa yang tidak kurang motivasinya yakni, gajah mati meninggalkan gading. Manusia mati meninggalkan karya. Artinya, bagaimana bisa bangsa kita ini meninggalkan karya bila dirinya tidak membaca buku.

Gerakan membaca buku sudah ada dimana-mana, di Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Semarang, Surabaya, dan lain sebagainya. Namun ternyata gerakan baca buku tersebut masih belum menuai keberhasilan yang signifikan. Hasil penelitian dalam Most Literate Nations in the World pada Maret 2016 yang merilis pemeringkatan literasi internasional, menempatkan Indonesia di urutan ke-60 di antara total 61 negara. Sedangkan pada World Education Forum yang berada di bawah naungan PBB, Indonesia menempati posisi ke-69 dari 76 negara.

Baca Juga:  G-Production X Kece Entertainment Mengajak Anda ke Dunia "Curhat Bernada: Kenangan Abadi"

Dengan demikian, kita harus kerja keras, mulai dari diri kita sendiri, bahwa membaca adalah tabungan besar sebuah bangsa di masa depan. Bukankah Bung Hatta juga telah memberi isyarat buat kita supaya membaca buku. “Aku rela dipenjara, asalkan bersama buku. Karena dengan buku aku bebas,” katanya.

Di hari peringatan buku nasional mendatang, jika memang dikhidmati, harusnya diadakan acara baca buku serentak secara nasional. Misal membaca buku selama 30 menit. Tujuannya adalah melatih anak bangsa untuk terbiasa membaca buku (jika untuk mewajibkan baca buku terlalu sulit bagi pemerintah). Atau kita mulai hari ini, mewajibak kepada kita sendiri untuk membaca setiap hari dan kita tularkan kepada orang lain. Selain itu, juga menggagas rencana besar untuk memberantas buta huruf di Indonesia. Tentu saja, tidak bisa dilakukan sendirian. Kerjasama, bahu mebahu, menyatukan visi bersama, dan bergerak bersama.

Unik memang, di era digital sekarang, di mana buku sudah ada yang berbentuk ebook atau digital. Namun mengapa angka minat baca buku anak bangsa masih rendah, padahal notebene mereka sudah melek handphone, pintar semua?

Baca Juga:  G-Production X Kece Entertainment Mengajak Anda ke Dunia "Curhat Bernada: Kenangan Abadi"

Ini adalah tugas bersama! Jika bertanya siapa yang bertanggung jawab terhadap angka itu, tak lain dan tak bukan adalah masing-masing pribadi. Tetapi mereka semua butuh pengertian, rangsangan, idola, motivasi, dan inspirasi. Mereka akan semangat baca buku, jika sudah tahu betapa nikmatnya membaca buku. Mereka akan menghabiskan waktunya untuk buku, jika mereka sudah mengerti bahwa buku adalah jendela dunia.

Harusnya bangsa Indonesia yang mayoritas Islam, mayoritas penduduknya adalah penggemar baca buku. Mengingat Tuhan telah berfirman kepada Nabinya untuk Membaca. Bangsa Indoneisa yang beragama Islam sudah tahu itu. Tetapi kenapa malas baca buku? Mengapa belum tergalakkan gerakan-gerakan baca buku bersama. Justru di sekolah-sekolah di negara non-muslim lah diterapkan wajib membaca buku, dan ternyata mereka maju.(Sel/Alya)

Related Posts

1 of 3,051