Ekonomi

Hilirisasi Kakao dan Kopi untuk Peningkatan Produksi Olahan Perkebunan

Perkebunan Kakao di Kolaka Utara, Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra). (FOTO: Dok. Kementan)
Perkebunan Kakao di Kolaka Utara, Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra). (FOTO: Dok. Kementan)

NUSANTARANEWS.CO, Luwu – Kementerian Pertanian (Kementan) memiliki program stratetis salah satunya di sektor pertanian seperti produk olahan perkebunan dan rempah-rempahan. Direktorat Jenderal Perkebunan Kementan mendorong peningkatan produksi tersebut melalui program hilirisasi industri, termasuk memberi bantuan bibit, alsintan, dan pendampingan bimbingan teknis.

Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman mengatakan, program peningkatan produksi perkebunan terus digencarkan, utamanya pada produk perkebunan petani di Luwu Raya dan Tana Toraja. Melalui program ini, kata dia, komoditas perkebunan seperti kakao dan kopi mampu dikelola secara baik.

“Produk yang dijual petani pun tidak hanya dalam bentuk buah segar, tetapi juga dalam bentuk olahan yang dapat meningkatkan pendapatan sekaligus kesejahteraan bagi petani,” ujar Mentan Amran dalam kunjungannya ke Luwu dan Tana Toraja, Sulawesi Selatan, Senin (11/3/2019).

“Dengan begitu, diharapkan program ini ada added value-nya (nilai tambah), bahkan bisa mencapai seribu persen,” kata Amran dalam acara Mengembalikan Kejayaan Rempah dan Komoditas Perkebunan di Kabupaten Luwu, Sulsel itu.

Baca Juga:  Pemkab Pamekasan Gelar Gebyar Bazar Ramadhan Sebagai Penggerak Ekonomi Masyarakat

Bagi Amran, produk olahan Indonesia harus lebih baik dari produk negara-negara lain. Ia mencontohkan, jika berkunjung ke Singapura, maka orang akan bangga karena membawa oleh-oleh cokelat. Padahal, kata dia, semua bahan baku pembuatan cokelat tersebut berasal dari Indonesia lantaran Singapura tidak punya bahan baku cokelat satu batang pun.

“Processing di sana harganya sekitar Rp 19 ribu sampai Rp 20 ribu, jadi naik 2.000 persen. Added value-nya ada di negara lain, harusnya prosesnya ada di sini,” katanya.

Semua proses pengolahan produk perkebunan, lanjutnya, harus bisa dibalik karena Indonesia memiliki semua yang dibutuhkan.

“Harusnya prosesinya ada di bawah kebun kakao Luwu ini. Untuk itu, jika industri pengolahan ini dibangun di Luwu dan Palopo, semua orang akan menikmati cokelat kemasa yang segar atau tak ada pengawet. Jadi, Produk kita sendiri dan diolah oleh anak bangsa,” kata Mentan.

Sementara itu, Bupati Luwu Basmi Mattayang menilai, kebijakan dan program Kementan dalam mengembalikan kejayaan rempah, khususnya kakao dan kopi, harus didukung oleh semua pihak.

Baca Juga:  DPRD Nunukan Berharap Semenisasi di Perbatasan Dapat Memangkas Keterisolasian

Berdasarkan data BPS, kata Bupati, sepanjang 2018, produksi kakao menyentuh angka 24.260 ton, dengan luas lahan 35.311 hektare. Namun produktivitasnya semakin menurun karena umur tanaman yang sudah tua.

“Jika program ini jalan, kami yakin dapat meningkatkan pendapatan petani. Produktivitas naik dan ditambah lagi dengan dibangunnya hilirisasi industri kakao dan kopi. Sebab, ini menjadi masalah petani saat ini. Jadi, kami sangat apresiasi program Kementan,” kata Bupati.

Tahun ini, Kementan menggelontorkan bantuan untuk Luwu Raya meliputi Kabupaten Luwu, Palopo, Luwu Utara, dan Luwu Timur sebanyak Rp 56,23 miliar. Bantuan berupa benih, alat mesin pertanian, dan hewan ternak. Kementan juga memberikan bantuan peremajaan kakao sebanyak 1 juta batang dan bantuan tambahan untuk Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan.

Sementara untuk bantuan peremajaan kopi di Tana Toraja mencapai 400 hektare dengan total nilai Rp 3,08 miliar. Adapun untuk Kabupaten Toraja Utara peremajaan kopi mencapai 300 hektare dengan total anggaran Rp 2,85 miliar. (mys/nn)

Baca Juga:  Sekjen PERATIN Apresiasi RKFZ Koleksi Beragam Budaya Nusantara

Editor: Achmad S.

Related Posts

1 of 3,163