Berita UtamaPolitik

Hendardi dan Upaya Pelemahan Sistem Peradilan Pidana Terorisme

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Ketua SETARA Institute, Hendardi menyatakan bahwa pelibatan TNI dalam RUU Antiterorisme tetap dalam skema perbantuan sebagai tugas operasi militer selain perang, yang mekanismenya diatur dengan UU Perbantuan Militer, suatu UU yang seharusnya sudah sejak lama dibentuk karena merupakan mandat dari UU TNI.

“Melibatkan TNI sebagai penegak hukum atas kejahatan terorisme akan melemahkan akuntabilitas pemberantasan terorisme karena tidak adanya kontrol sistemik yang melekat dalam sistem peradilan pidana terpadu bagi TNI,” kata Hendardi, Senin (29/5/2017).

Hendardi menyampaikan terkait adanya upaya untuk melemahkah sistem peradilan pidana terorisme. Hal itu mengacu pada pernyataan Wiranto yang menepis kekhawatiran atas keterlibatan TNI dalam pemberantasan terorisme dan klaim Ketua Panja RUU Antiterorisme, Muhammad Syafii yang menyatakan semua fraksi bersetuju dengan pelibatan TNI dalam pemberantasan terorisme.

“Bagaimana mungkin mandat reformasi yang menuntut TNI profesional sebagai aparat pertahanan dan telah berjalan selama hampir 19 tahun, kemudian diupayakan untuk kembali menjadi bagian dari penegakan hukum pidana terorisme?,” ujarnya.

Baca Juga:  Tim PPWI Lakukan Kunjungan Silahturahmi kepada Kepala Balai TNUK

Baginya, ini usulan yang membahayakan bagi akuntabilitas sistem peradilan pidana dan berpotensi menggeser pendekatan hukum menjadi pendekatan militer dalam pemberantasan terorisme.

“Dampak perubahan pendekatan ini adalah pelanggaran HAM yang sulit dipertanggungjawabkan, karena dalam pendekatan keamanan, due process of law cenderung diabaikan,” kata Hendardi.

Simak: Skema Pelibatan TNI dalam RUU Antiterorisme

Pewarta/Editor: Achmad Sulaiman

Related Posts

1 of 20