NUSANTARANEWS.CO – Hari ini, 17 September 2016 adalah hari berdirinya Palang Merah Indonesia (PMI). Secara historis, keberadaan Palang Merah di Indonesia bisa dilacak sejak zaman kolonial, ketika pemerintahan Hindia-Belanda mendirikan Nederlandsche Roode Kruis Afdeeling Indie (NERKAI) pada 12 Oktober 1873.
Namun eksistensi NERKAI ini tidak berumur panjang karena saat pendudukan Balatentara Jepang organisasi ini di bubarkan. Pada tahun 1932 PMI kembali coba di bangkitkan namun gagal karena ditolak dalam sidang Sidang Konferensi NERKAI pada tahun 1940.
Palang Merah Indonesia (PMI) baru benar-benar eksis setelah Indonesia merdeka, tepatnya pada 3 September 1945, ketika Soekarno sebagai presiden pertama republik Indonesia memerintahkan kepada menteri kesehatan kabinet pertama, yakni Dr. Boentaran untuk mendirikan palang merah Indonesia.
Di bantu oleh lima orang yaitu Dr. R. Mochtar, Dr. Bahder Djohan, Dr. R. M. Djoehana Wiradikarta, Dr. Marzuki, Dr. Sitanala pada tanggal 17 September 1945 palang merah Indonesia kemudian resmi didirikan. Tanggal pendirian ini kemudian diperingati sebagai hari palang merah di Indonesia.
Sejak awal berdirinya, PMI sudah memainkan peran penting dalam mempertahankan proklamasi kemerdekaan Indonesia terutama ketika Belanda dengan dibantu tentara Sekutu melakukan agresi militer yang menolak mengakui berdirinya Republik Indonesia. Dalam menghadapi agresi militer Belanda dan Sekutu inilah PMI menjadi salah satu organ perjuangan penting yang banyak menyelematkan jiwa prajurit dan rakyat yang menjadi korban perang dalam mempertahankan kemerdekaan.
PMI berperan bukan hanya dalam situasi perang atau dalam situasi konflik bersenjata di tanah air ketika Indonesia baru merdeka, tapi turut membantu juga dalam menghadapi masalah-masalah bencana. Demikian pula ketika terjadi pemberontakan-pemberontakan di tanah air.
Kini palang merah Indonesia telah menjelma menjadi sebuah organisasi yang banyak berperan dalam misi kemanusiaan, terutama ketika sering terjadi bencana di tanah air.
Di usianya yang ke 71, memasuki zaman baru baru abad ke-21, PMI dalam menjalankan misi kemanusiaannya mulai dituntut jangan hanya aktif ketika terjadi bencana saja. Menolong dan merawat korban bencana harus ditafsirkan secara lebih luas. Misalnya, rakyat miskin juga merupakan korban dari pembangunan yang tidak adil dan merata. Oleh karena itu, misi kemanusiaan PMI di abad 21 harus lebih care kepada rakyat miskin, jangan sampai mereka menjadi sakit karena kemiskinannya.
Bila mengacu kepada Deklarasi Milenium, yang diadopsi 189 negara dan ditandatangani oleh 147 kepala pemerintahan dan kepala negara pada KTT Milenium di New York pada bulan September 2000, salah satu prioritas utama pembangunan berkelanjutan Milenium (MDG), tujuan utamanya adalah pengentasan kemiskinan. Dengan demikian, merupakan hal yang wajar bila PMI dituntut lebih pro aktif, membantu “korban” pembangunan yang berserakan sebagai rakyat miskin.
Disinilah peran PMI menjadi strategis dalam menjalankan misi pembangunan berkelanjutan sesuai dengan deklarasi millenium. Jadi peran PMI di millennium ketiga ini bukan hanya menolong dan merawat korban bencana saja, tapi mulai memberikan transfusi gizi dan vitamin kepada rakyat miskin agar tidak mudah terserang penyakit. Sehingga dapat memenuhi pelayanan kesehatan di daerah. Paling tidak PMI memiliki daya upaya mencegah rakyat miskin mudah sakit. Bukankah mencegah lebih baik, daripada mengobati.
Untuk itulah posisi Palang merah Indonesia sebagai organisasi kemanusiaan semakin dibutuhkan guna mencapai tujuan pembangunan global sebagai mana yang diamanatkan dalam deklarasi millenium.(Yudi/BS/Aya)