Politik

Hanura Kubu Oso Dinilai Sangat Bernafsu Menguasai DPD dan Parlemen

Ketua Umum Partai Hanura Oesman Sapta Odang‎. Foto: Dok. NusantaraNews
Oesman Sapta Odang‎. Foto: Dok. Nusantaranews

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Putusan Mahkamah Konstitusi terkait larangan pengurus Partai Politik (Parpol) aktif mencalonkan diri sebagai anggota Dewan Pimpinan Daerah (DPD) dinilai sudah benar.

Hal itu disampaikan Ketua DPP Partai Hanura (Kubu Sudding) Zulfahri Pahlevi dalam diskusi Isu Politik Aktual dalam Forum Kamisan Formappi, Jakarta, Jumat (27/7).

Zulfahri mengakui bahwa protes terbanyak terhadap putusan tersebut muncul dari Hanura di bawah kepemimpinan Oesman Sapta Odang (OSO), mengingat jumlah pengurus Hanura kubu OSO di DPD cukup banyak. “Yang komentar itu kan kebanyakan yang di bawahnya pak OSO, selain itu kan jarang,” ungkap Zulfahri.

“Oke ada Golkar, PPP dan lain-lain (di DPD), tapi jumlahnya enggak sebanyak Hanura, hampir sepertiga anggota DPD itu anggota Hanura,” imbuhnya.

Menurut Zulfahri, kubu OSO ingin memegang kekuasaan penuh, baik di parlemen maupun di DPD. “Mareka mau jadi DPD tapi mereka juga mau nguasain parlemen dengan tetap jadi pengurus Parpol,” ujarnya.

Baca Juga:  Pleno Kabupaten Nunukan: Ini Hasil Perolehan Suara Pemilu 2024 Untuk Caleg Provinsi Kaltara

Hal senada juga ditegaskan oleh Direktur Jenggala Center, Syamsuddin Radjab. Menurut Syamsuddin, putusan MK tersebut sudah benar. Sebab, DPD memang seharusnya dikembalikan kepada fungsinya sebagai representasi suara daerah. DPR dan DPD merupakan keanggotaan MPR yang memiliki peran, fungsi, dan kewenangan yang berbeda.

Syamsuddin menjelaskan, Dalam UUD pemisahan kewenangan DPD dan DPR diterangkan secara jelas. Oleh karena itu, dengan masuknya pengurus Parpol dalam keanggotaan DPD merupakan pencaplokan politik terhadap kelembagaan DPD.

“Kalau bahasa kasarnya itu aneksasi politik terhadap kelembagaan DPD, jadi kalau masih menempatkan politisi di DPD itu betul-betul keserakahan politik seseorang karena dia ingin menguasai parlemen dan DPD,” kata dia.

“Dan rata-rata orang yang pindah dari Parpol ke DPD itu kalau bukan yang kalah di Parpol, sudah tua atau ingin menguasai lembaga negara itu,” sambung Syamsuddin.

Terkait dengan pernyataan OSO yang menyebut MK ‘goblok’, Syamsuddin menyebut hal itu sangat tidak etis. Sebagai pejabat negara, kada dia, OSO tidak sepatutnya mengeluarkan pernyataan seperti itu.

Baca Juga:  Masuk Cagub Terkuat Versi ARCI, Khofifah: Insya Allah Jatim Cettar Jilid Dua

“Sebagai pejabat negara mustinya punya standar etika yang lebih tinggi dari kita-kita ini. Kalau ngomong di depan publik goblok-goblokin lembaga negara itu menyalahi etika sebagai penyelenggara negara dan itu diatur dalam TAP MPR berkaitan dengan etika penyelenggara negara, harus santun, sopan dan seterusnya, menyampaikan pendapat di depan publik itu dengan etika dan norma publik,” ungkapnya.

Pewarta: M. Romadhon
Editor: Achmad S.

Related Posts

1 of 3,140