“Hadrah Kiai”, Kitab Puisi Etnografi Mutakhir

Penyair Raedu Basha dalam acara Workshop Kreatif dalam rangkaian acara Festival Jazirah Arab 2017 di UIN Malang. Foto: Dok. Fb Raedu Badrusshaleh

Penyair Raedu Basha dalam acara Workshop Kreatif dalam rangkaian acara Festival Jazirah Arab 2017 di UIN Malang. Foto: Dok. Fb Raedu Badrusshaleh

NusantaraNews.co, Jakarta – “Bagi saya buku Hadrah Kiai adalah karya etnografi,” demikian ucap penyair Raedu Basha sepekan sebelum, buku Antologi Puisi tunggalnya yang kedua “Hadrah Kiai” dinobatkan sebagai lima puisi pilihan oleh Yayasan Hari Puisi Indonesia pada Malam Anugerah Hari Puisi, beberapa waktu lalu.

Dengan peci khas yang menjadi identitas seorang santri, Raedu hadir malam itu, diantara sejumlah penyair dari berbagai daerah di Indonesia menyaksikan malam puncak pelaksanaan Hari Puisi 2017 di Graha Bakti Budya, Taman Ismail Marzuki. Sarungan ia naik ke panggung kehormatan.

Penghargaan termahal untuk sastra khususnya puisi, ternyata tak membuatnya benar-benar merasa menjadi penyair. Sederhana alasan Raedu, yakni lantaran ia tak pernah sekolah pada program penyair/kepenyairan.

“Saya tidak punya wewenang untuk menyatakan diri saya sebagai penyair sebab saya tak pernah sekolah pada program penyair, sebagai penulis manakib saya juga tak punya kapasitas, karena manakib biasanya ditulis oleh orang soleh dan maqam wilayat,” ungkap Raedu.

“Saya tak lebih dari seorang pelajar sosial humaniora yang sedang menghayati keindonesiaan, yang sedang menjadikan kiai-kiai Nusantara sebagai tineliti, kadang paradigma saya historis kadang pula fenomenologi sebagaimana diajarkan guru saya,” imbuhnya.

Sebagai alumni UWRF (Ubud Writers and Readers Festival), Raedu dengan cukup mawas diri mengaku, bahwa dirinya sekadar menjalankan tugas sebagaimana seorang santri pada umumnya, yakni memberi sesuatu kepada sang guru (Kiai) sebagai cara lain menunjukkan ketakziman.

“Benar adanya jika saya adalah santri yang ingin menyumbangkan upayanya, mengekspresikan ketakzimannya sebagai tahadduts binnikmah kepada para kiai. Benar adanya bila saya pelajar antropologi yang sedang mendeskripsikan perenungannya,” jelasnya.

“Tidak benar bahwa dengan Hadrah Kiai saya dipanggil ustaz atau kiai. Saya sedang melakukan isykal kepada David Jacobson dalam buku “Reading of Ethnography” yang menyebutkan tidak ada karya etnografi pada puisi,” tukas Raedu menambahkan.

Dalam pantauan Redaksi NusantaraNews.co melalui akun sosmed pribadinya diketahui bahwa, penyair asal Sumenep Madura ini bersama “Hadrah Kiai” telah keliling ke sejumlah kota, pesantren, kampus juga cafe-cafe di Jawa Timur. Kabarnya, ke depan, Hadrah Kiai akan pelesir ke NTB untuk berbagi proses kreatif kepada para santri di sana.

Pewarta/Editor: Ach. Sulaiman

Exit mobile version