Hukum

Guru Besar UII: Dua Tahun Jadi Standar Umum Penodaan Agama

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Pakar Hukum Pidana Prof Dr Muzakir menilai vonis dua tahun terhadap terdakwa kasus penistaan agama Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) sudah sesuai dengan standar putusan hukum. Menurutnya, majelis hakim menunjukkan keputusan hukum proporsional.

“Jadi putusan 2 tahun sudah menjadi standar hakim umumnya dalam kasus penodaan agama,” ujar Muzakir di Jakarta, Selasa (9/5/2017).

Guru Besar dari Universitas Islam Indonesia (UII) ini menyampaikan menurut rata-rata, hakim memutus dalam perkara penodaan agama dengan vonis hukuman terhadap pelaku selama 2 tahun penjara.

“Jadi itu sudah termasuk kategori rata-rata yang batas bawah,” ungkapnya.

Muzakir mencontohkan kasus Gafathar yang dinilainya memiliki motif perkara pidana yang sama dengan kasus yang menjerat Ahok. Saat itu, kata dia, pelaku dihukum dengan standar vonis yang dijatuhkan majelis hakim terhadap Ahok.

“Kasus Gafatar misalnya, pelaku yang mengulangi, dipidana yang berat atau maksium. Sedang pemula, ada 2 tahun dan ada yang 3 tahun. Karena, Berat atau ringan tergantung perbuatan yang dilakukan dan dampaknya kepada masyarakat dan sikap perilakunya pada saat sidang atau diluar sidang,” jelasnya.

Baca Juga:  Tanah Adat Merupakan Hak Kepemilikan Tertua Yang Sah di Nusantara Menurut Anton Charliyan dan Agustiana dalam Sarasehan Forum Forum S-3

Muzakir menyampaikan hakim memang memiliki tanggungjawab mempertimbangkan semua aspek yang meliputi persidangan. Hanya saja, kata dia, hakim seyogyanya fokus terhadap dinamika acara persidangan.

“Seharusnya tingkah laku Ahok sejak penyidikan sampai dengan pemeriksaan sidang pengadilan tidak masuk meja hakim. Misalnya laporan tindak pidana dan ucapan-ucapan yang bernada hina ulama atau simbol-simbol Islam tidak masuk meja hakim,” ucapnya.

Kendati demikian, Muzakir mengaku percaya majelis hakim persidangan kasus Ahok telah mengambil keputusan obyektif.

“Hakim objektif hanya mempertimbangkan apa yang ada dalam persidangan. Perhatian publik yang luar biasa tampaknya tidak mempengaruhi hakim,” terangnya.

Pewarta: Ahmad Hatim
Editor: Romandhon

Related Posts

1 of 12