Mancanegara

Gunkanjima, Potret Kota Mati di Jepang

NUSANTARANEWS.CO – Akhir tahun 1950-an, Gunkanjima (pulau kapal) yang merupakan pulau kecil di barat daya Nagasaki, Jepang, sempat menjadi kawasan berpenghuni dengan jumlah penduduk tinggi. Sebelum akhirnya menjadi kota mati.

Setidaknya sekitar 5000 orang pernah tinggal di areal seluas 480 meter x 150 meter itu. Sebagian besar mereka merupakan pekerja tambang batu bara. Tahun 1959 kepadatan penduduk di Gunkanjima menjadi 835 orang per hektar dan 1.391 orang per hektar di pusat permukiman.

Mualanya pulau ini bernama Hashima. Namun setelah temuan adanya tambang batubaru, memacu hasrat perusahaan Mitsubhisi untuk memiliki pulau ini. Akhinya Tahun 1800, daratan kecil ini mulai mengalami lonjakan jumlah penduduk, tidak lain adalah mereka para penambang batuwara.

Dari aktivitas pertambangan inilah kemudian berbagai proses pembangunan dilakukan. Bahkan, pulau terpencil di barat daya kota Nagasaki ini, seketika disulap menjadi sebuah miniatur kota yang indah.

Meski luasnya tidak seberapa besar, namun dengan berbagai fasilitas yang telah disediakan perusahaan semakin menambah keunikan pulau ini. Semua yang tinggal di pulau ini adalah para karyawan tambang yang jumlahnya mencapai ribuan, berikut dengan anggota keluarganya masing-masing.

Baca Juga:  Keluarnya Zaluzhny dari Jabatannya Bisa Menjadi Ancaman Bagi Zelensky

Ketika puncak kejayaan aktivitas tambang di pulau ini berlangsung, populasi jumlah penduduknya mencapai 10 kali lipat populasi penduduk Ibukota Tokyo, Jepang. Bahkan dikategorikan sebagai pulau dengan populasi penduduk tertinggi di dunia.

Tahun 1959 misalnya, populasi penduduk di pulau tersebut mencapai 835 orang per hektar (83.500 orang per km persegi), ini sama dengan 216.264 orang per mil persegi.

Seiring dengan konversi dari pemakaian batubara menuju bahan bakar minyak Tahun 1960-an, maka aktivitas tambangpun mengalami penurunan secara drastis. Sampai akhirnya Mitsubishi terpaksa menutup kegiatan eksplorasinya di pulau ini tahun 1974.

Penghuninya pun terpaksa harus kembali ke kampung halaman masing-masing. Lantaran aktivitas perusahaan yang berhenti beroperasi, menjadikan pulau ini dibiarkan kosong tak berpenghuni, sampai hari ini. Pulau ini pernah ditutup untuk umum, akan tetapi baru dibuka kembali untuk pariwisata. Entah kenapa pulau ini kemudian dikabarnya menjadi tempat yang menakutkan. (*)

Editor: Romandhon

Related Posts

No Content Available