Peristiwa

GMKI Tentang Kebijakan Penenggelaman Kapal dan Pelarangan Cantrang

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Lembaga Pemantau Poros Maritim (LPPM) – GMKI mengaku mendukung upaya pemberantasan IUU Fishing yang dilakukan oleh Pemerintahan Jokowi-JK. Pemberantasan pencurian ikan adalah tindakan tegas yang dilakukan oleh pemerintah saat ini untuk mewujudkan kedaulatan maritim Indonesia.

“Namun kami perlu menggarisbawahi sekali lagi bahwa tindakan tegas yang dimaksud dengan pengeboman bukanlah satu-satunya cara untuk menunjukkan ketegasan. Ada cara lainnya yang dapat dilakukan pemerintah, yang tetap bertujuan menunjukkan ketegasannya dalam pemberantasan pencurian ikan,” ungkap Koordinator Kampanye dan Advokasi LPPM – GMKI, Martin Siahaan (11/1) dalam keterangan tertulisnya.

Dirinya menegaskan, pengeboman kapal bukan satu-satunya cara mengatasi illegal fishing. Pengeboman atau penenggelaman kapal selama tiga tahun semestinya sudah cukup untuk memberi efek jera kepada maling ikan.

Untuk tahun-tahun selanjutnya, lanjut dia, kapal-kapal yang tertangkap oleh Satgas Illegal Fishing bisa digunakan untuk menambah pendapatan negara non pajak sektor perikanan melalui prosedur lelang ataupun digunakan untuk penelitian.

Baca Juga:  Ar-Raudah sebagai Mercusuar TB Simatupang

Apalagi seperti yang disampaikan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani, saat ini pendapatan negara dari sektor perikanan masih sangat rendah dibanding sektor lainnya. Maka prosedur lelang akan lebih banyak manfaat daripada mudaratnya.

Begitu juga dengan Alat Penangkapan Ikan jenis Cantrang. Diperlukan pengecekan lapangan, apakah cantrang benar-benar merusak ekosistem terumbu karang atau hanya sebatas teori saja. Jika asumsinya operasional cantrang menyapu bersih dasar perairan, sudah pasti jaring cantrang akan rusak (sobek) karena jaring cantrang mengenai karang keras.

Untuk pembuatan jaring cantrang, nelayan mengeluarkan modal 5-10 juta (tergantung ukuran kapal). Jika jaring rusak, nelayan/pemilik kapal rugi sebesar 5 – 10 juta rupiah sekali melaut. Tidak mungkin nelayan menggunakan cantrang jika ternyata merugikan diri mereka. Apalagi jika cantrang yang digunakan berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI). Artinya cantrang yang memiliki SNI berarti sudah layak dan aman digunakan.

Dengan demikian, pemerintah, terkhusus Menteri Kelautan dan Perikanan, kata Martin seharusnya melakukan pengecekan lapangan secara nyata agar dapat melihat bagaimana nelayan menggunakan cantrang sehingga dapat memberikan kebijakan yang adil bagi semua pihak. Sebagai solusinya, pemerintah perlu meningkatkan fungsi pengawasan terhadap penggunaan cantrang yang tidak berdasarkan SNI.

Baca Juga:  Sampaikan Simpati dan Belasungkawa, PPWI Lakukan Courtesy Call ke Kedubes Rusia

Editor: Romandhon

Related Posts

1 of 6