InspirasiLintas Nusa

Gerakan Moral Aktivis Keberaksaraan di Indonesia

NUSANTARANEWS.CO – Menumbuhkan minat baca di Indonesia sungguh tidak mudah. Perlu banyak inovasi kegiatan yang mampu menarik perhatian, supaya target bisa tertarik untuk dekat dengan buku-buku yang ditawarkan. Karena rata-rata orang Indonesia kurang terbiasa baca buku. Demikian kesan salah seorang aktivis keberaksaraan yang juga mengelola Rumah Baca Tirai Ilmu (RBTI), Sukoharjo, Onok Sulistiyanto lewat keterangan tertulisnya beberapa waktu lalu.

“Bahkan, buku cenderung menjadi barang exlusif untuk sebagian besar masyarakat Indonesia, tidak terkecuali kalangan pelajar maupun Mahasiswa,” kata Onok yang berhasil mengemas RBTI dengan konsep perpustakaan menyenangkan yang didirikan dengan tujuan untuk mengembangkan minat baca dan life-skill masyarakat dusun Krapyak Pucangan Kartasura.

Menurt penilaian dia, selama ini di Indonesia, membaca buku dipandang sebagai kegiatan menjemukan, tidak menarik, buang-buang waktu dan tidak menghasilkan secara materi. Naifnya, tambah Unok, tidak sedikit orang lebih memilih kegiatan yang hasilnya langsung dirasakan atau kelihatan.

“Rata-rata orang membaca buku hanya kalau ada kewajiban tertentu, misalnya mencari sesuatu guna tugas sekolah atau pekerjaan,” tegas pria yang aktif memperjuangkan RBTI sebagai perpustakaan desa.

Baca Juga:  Transparansi Dana Hibah: Komisi IV DPRD Sumenep Minta Disnaker Selektif dalam Penyaluran Anggaran Rp 4,5 Miliar

Kondisi ini terjadi, kata Unok, karena budaya membaca di Indonesia tidak bisa tumbuh sedikit banyak dipengaruhi faktor ekonomi dan akses. “Selain buku harganya termasuk mahal, buku juga sulit didapat di daerah-daerah seperti desa ataupun kota kecil,” imbuhnya.

Disamping itu, lanjut dia, banyak penerbit enggan mendistribusikan buku ke daerah-daerah pedesaan dan kota kecil karena dianngap bukan daerah potensial. “Perusahaan buku selalu berfikir di daerah pedesaan kemampuan membeli buku itu sangat kurang. Dan berpuluh-puluh tahun hal itu menjadi kebiasaan menjadikan masyarakat terasa asing dengan buku,” kata Onok.

Onok juga menilai bahwa, selain faktor ekonomi ada juga regulasi dari pemerintah. Dimana bagi dia, kebijakan pemerintah yang ada selama ini hanyalah sebatas jargon-jargon meningkatkan minat baca. Karena belum ada peraturan yang mendukung adanya buku murah dan mudah secara merata ke seluruh wilayah Indonesia.

“Umpamanya kebijakan tentang bebas pajak untuk usaha penerbitan. Kebijakan tentang kemudahan distribusi buku. Di bidang pendidikan juga belum diatur tentang kurikulum yang mengajarkan arti pentingnya budaya membaca,” terangnya lebih lanjut.

Baca Juga:  Bupati Nunukan dan OPD Berburu Takjil di Bazar Ramadhan

Onok mencohtokan seperti di tingginya minat baca di Eropa. Dimana budaya membaca diwajibkan sebagai kurikulum melalui kesusastraan sebagai mata pelajaran wajib menginjak jenjang sekolah menengah. “Disinilah sedikit gambaran, pemerintah belum terlalu serius untuk menciptakan budaya membaca sebagai kegiatan popular,” tegasnya.

Berdasar kenyataan tersebut, katanya lebih lanjut, muncullah aktivis literasi atau penggerak keberaksaraan yang mencoba melakukan gerakan moral. Gerakan-gerakan inovatif yang mengajak orang-orang mendekati kemudian mencintai buku.

“Ada pustaka bergerak yang berusaha jemput bola mendatangi masyarakat yang sulit terjangkau dan kesulitan mendapat buku. Mereka berusaha memudahkan masyarakat dengan meminjamkan gratis buku-buku yang mereka punya untuk masyarakat yang didatanginya,” ungkap pria yang berpegang teguh pada visi RBTI yakni memberikan pembekalan awal untuk anak-anak dan remaja agar menjadi generasi penerus bangsa yang bermutu dan berkualitas.

Selain itu, kata dia lagi, juga tumbuhnya komunitas melalui rumah baca dan taman bacaan yang meninggalkan konsep konvensional. Disini kegiatan yang berkonsep dasar literasi sebagai simpul dari berbagai kegiatan menarik dan kreatif menjadi program utama.

Baca Juga:  Rawan Timbulkan Bencana di Jawa Timur, Inilah Yang Dilakukan Jika Musim La Nina

“Seperti halnya pustaka bergerak atau pustaka jalanan yang konsepnya mendekatkan masyarakat dengan buku dan menumbuhkan rasa cinta buku kemudian menjadi kebiasaan dan menjadi budaya,” hematnya.

Menuju peringatan Hari Aksara Internasional pada 8 September 2016 mendatang, Unok selaku pengelola menyampaikan kepada nusantaranews.co bahwa, RBTI tidak mengagendakan acara secara khusus. RBTI secara simbolis akan memasang baner/spanduk untuk gerakan moral. Disamping tetap menjalan kegiatan rutin di RBTI.

“Spanduk akan dipasang di gapura masuk kampung dan di sudut-sudut jalan masuk kampung. Gerakan itu kami namai Gerakan Kampung Membaca,” tandasnya. (Sulaiman)

Related Posts

1 of 4