NUSANTARANEWS.CO, Cina – Sebuah pesawat jenis nirawak atau drone siluman yang diklaim mampu menghindari tembakan senjata dari darat tengah dikembangkan oleh salah satu perusahaan pembuat peluru kendali di Cina. Dalam laporan sebuah surat kabar di Cina, pengembangan pesawat canggih tersebut sebagai bentuk upaya pemerintahan Cina dalam melakukan program modernisasi alutsista.
Wakil General Manager China Aerospace Science and Industry Corp baru-baru ini menjelaskan bahwa drone saat ini merupakan salah satu alat modern yang harus dimiliki oleh negara-negara maju. Dalam konteks ini, perkembangan drone semakin canggih termasuk mampu dielaborasikan dengan modifikasi menjadi senjata yang mampu menghindari tembakan senjara dari darat.
“Drone jadi senjata yang mesti dimiliki di era modern karena berperan penting dalam pengintaian resolusi tinggi, serangan presisi jarak jauh, operasi anti-kapal selam dan pertempuran udara,” kata dia dikutip dari Reuters.
Pembaharuan peralatan pertahanan China belakangan ini yang terus massif tampaknya bertolak belakang dengan hasil temuan penelitian dari Stockholm International Peace Research Institute (SIPRI). Dimana dari 100 perusahaan dunia yang memproduksi alutsista, China tidak masuk dalam daftar negara pemproduksi alat tempur terbanyak dunia.
Padahal jika merujuk pada beberapa dasawarsa terakhir, Cina justru tampak begitu getol dalam membangun kekuatan militernya. Sebaliknya, SIPRI dalam penilitiannya tak mencantumkan negara Cina.
Menanggapi hal tersebut, Direktur Anggaran Belanja Militer dan Pertahanan SIPRI, Aude Fleurant menjelaskan bahwa pihaknya sudah sejak lama mengamati perkembangan Cina. Dirinya mengaku kesulitan untuk memperoleh informasi, karena para konglomerasi senjata Cina enggan terbuka.
“Kami memonitor perkembangan di Cina sudah sejak beberapa tahun. Kesulitan terbesar yang kami hadapi adalah minimnya transparansi dalam laporan keuangan konglomerasi senjata Cina,” ujar Aude Fleurant.
Sekalipun sulitnya mendapatkan transparansi Cina, namun alumini PhD in Political Science, Université du Québec à Montréal ini yakin andaikan Cina terbuka, maka penjualan alutsista mereka tentu masuk ke dalam daftar 25 negara terbesar penghasil senjata perang di dunia.
Editor: Romandhon