Pesta demokrasi secara serentak dalam waktu dekat akan digelar oleh pemerintah.
Tepatnya pada tanggal 27 Juni 2018 di 171 daerah. Partai politik mulai tampak hilir mudik sibuk mempersiapkan sang jagoan, calon masing-masing yang akan ditawarkan kepada masyarakat untuk memilihnya sebagai pemimpin daerah. Parpol siap meramaikan peseta demokrasi lokal tersebut dalam hitungan bulan akan diselenggarakan.
Tak hanya para stakeholders parpol, keramaian juga mulai ditampilkan sejumlah media massa nasional. Mereka begitu gencar memberitakan perkembangan dinamika politik yang sekaligus menggiring masyarakat luas turut tenggelam dalam uforia Pilkada.
Di berbagai sudut kota dan desa, perbicangan politik mulai ramai. Mereka meluahkan pendapat, aspirasi dan penilaiannya dengan opini-opini subyektif masing-masing.
Terkhusus di Jawa Tengah, kabar usai pengumuman Sudirman Said sebagai calon gubernur Jateng yang disampaikan Ketum Gerindra Prabowo Subianto, sontak memantik obrolan masyarakat. Boleh jadi sebagian besar warga Jateng terkejut, dan tak menyangka nama itu keluar sebagai penantang pertahana, Ganjar Pranowo. Eks Menteri ESDM, kini telah menjadi buah bibir dan pusat obrolan.
Sebagian warga menilai, sosok Sudirman Said adalah penantang sepadan Ganjar Pranowo. Di sudut lain, ada pula sebagian orang menganggap Ganjar sebagai calon yang sulit dikalahkan. Selain bertarung di kandang sendiri, keuntungan lain Ganjar ialah sudah pernah dikenal sekurang-kurangnya selama lima tahun terakhir memimpin Jawa Tengah. Soal prestasi, tentu menjadi pertimbangan warga sendiri dan hak prerogatif mereka. Masyarakat sudah cukup cerdas untuk sekadar hanya melakukan sebuah penilaian.
Sementara, di sisi lain sosok Sudirman Said tampaknya harus lebih bekerja keras. Ia tergolong sosok baru di Jawa Tengah meski putra asli Brebes. Pasalnya, Sudirman Said bertahun-tahun lamanya lebih banyak menghabiskan karirnya di pusat, Jakarta. Meski demikian, pengusung Sudirman Said dan dirinya sendiri tentu sudah memiliki pertimbangan matang, baik teknis maupun taktis. Secara politik, Sudirman Said tentu merasa beruntung karena diusung salah satu parpol besar di Indonesia dan diumumkan sendiri oleh sang pendiri Gerindra, Prabowo Subianto.
Bersamaan dengan itu, PAN dan PPP menyusul. Kedua parpol tersebut dipastikan akan berkoalisi dengan Gerindra untuk memperjuangkan kemenangan Sudirman Said. PKS masih membuka kans untuk bergabung sebagai koalisi. Golkar? NasDem?
Sejauh ini, hanya Ganjar Pranowo dan Sudiaman Said yang pasti bertarung di Jateng. Tentu saja, dinamika politik masih akan terus berubah, sekurang-kurangnya hingga Februari mendatang.
Pertarungan politik kedua sosok pemimpin Jateng ini diprediksi sengit. Kemungkinan besar, NasDem bergabung dengan PDI Perjuangan di kubu Ganjar Pranowo.
Memilih di antara dua pilihan
Sebenarnya, bukan perkara sulit untuk sekadar menjatuhkan pilihan satu di antara Ganjar dan Sudirman. Yang menjadi masalah adalah jika kedua pilihan tersebut tidak membawa kemaslahatan bagi masyarakat. Bahkan yang lebih buruk lagi, keduanya justru membawa kemudhorotan bagi warga Jateng. Lantas mesti bagaimana?
Masyarakat sebenarnya tidak buta dalam memahami kedua nama calon pemimpin tersebut. Hal ini lantaran Ganjar Pranowo dan Sudirman Said merupakan tokoh yang sudah cukup populer di kalangan masyarakat Jateng. Di level nasional pun sama populernya. Media massa juga teramat sering memberitakan terkait capaian kedua tokoh tersebut selama mengemban amanah dari masyarakat.
Secara faktual, kedua calon pemimpin Jateng tersebut mesti ingat bahwa mayoritas masyarakat yang akan dipimpin adalah wong cilik atau petani. Karenanya, kesejahteraan petani merupakan indikator terpenting dalam keberhasilan memimpin Jateng. Jika pemerintah belum bisa berdiri di posisi moderat di antara seluruh elemen masyarakat, pilihan utamanya hanya satu; dahulukan petani. Sebab, di Jateng, petani adalah mayoritas.
Dalam rekam jejak Ganjar Pranowo, masyarakat bisa menilai keberpihakan yang dilakukan pemerintahannya selama memimpin. Ambil contoh misalnya dalam kasus di Kendeng (Pati, Rembang, Kudus), Urut Sewu (Kebumen), PLTU di Batang, siapa yang menjadi korban atas kebijakan pemerintah? Sudah jelas, kaum tani yang dahulu menjadi mayoritas pendukungnya kini menjadi tumbal. Dengan begitu, masihkah ada masyarakat yang siap dijadikan tumbal di periode selanjutnya? Semoga masyarakat diberi petinjuk oleh Tuhan! Amin!
Namun begitu, di sisi lain ada satu misi yang benar-benar tercapai selama masa kepemimpinan Ganjar Pranowo; memperkokoh gotong royong guyub rukun serta tepa selira. Itu jati diri warga Jawa Tengah.
Dalam kasus Kendeng, Urut Sewu dan PLTU Batang, yang tumbuh adalah rasa kebersamaan masyarakat untuk melakukan perlawanan dan gerakan melawan satu musuh; pemerintah. Lain hal dengan cara yang kurang baik, tetapi hasilnya pemerintah mampu mewujudkan bentuk gotong royong dari masyarakatnya yang ditindas tersebut.
Singkatnya, masyarakat sudah merasakan langsung dampak dari kepemimpinan Ganjar Pranowo. Sekurang-kurangnya dalam lima tahun terakhir. Keputusan untuk kembali mempercayakan tampuk kepemimpinan ke tangan politisi PDI Perjuangan tersebut merupakan hak individu masing-masing warga Jateng. Lalu bagaimana bila masyarakat berbelok haluan dan malah mendukung saingannya?
Sudirman Said adalah tokoh yang sudah dikenal luas oleh masyarakat Indonesia. Terutama ketika menjabat sebagai menteri ESDM. Kementerian yang paling sering disebut-sebut ketika harga BBM naik, terutama di awal-awal kepemimpinan Joko Widodo-Jusuf Kalla tiga tahun silam. Begitu pun setelah-setelahnya, bahkan sampai Sudirman Said menjadi korban reshuffle kabinet Jokowi.
Nama Sudirman Said juga kembali diingat setelah Jokowi ‘keliru’ memilih penggantinya di ESDM, Archandra Tahar. Pengganti Sudirman Said ini kemudian dianulir karena belakangan diketahui memiliki status kewarganegaran ganda. Singkat kata, Sudirman Said adalah menteri paling cepat lulus dari kabinet Jokowi.
Selanjutnya, Sudirman Said kembali muncul ke hadapan publik meski sudah tak lagi menjabat di pemerintahan. Namun, ia tiba-tiba muncul sebagai tim transisi Anies Baswedan dan Sandiaga Uno di kepemimpinan DKI Jakarta. Setelah tugasnya selesai, Sudirman Said lalu muncul sebagai nama calon gubernur Jateng.
Melihat secara singkat sepak terjang Sudirman Said, siapkah warga Jateng memilihnya sebagai pemimpin menggantikan Ganjar Pranowo? Semuanya layak, tergantung ke mana keberpihakan mereka nanti ketika sudah terpilih. Barangkali sebaiknya kita tanyakan kepada wali yang terbaring di bawah bumi Jateng!
Oleh: Syaefuddin Anwar, Anggota Keluarga Mahasiswa Pelajar Pati (KMPP)