Embun
embun yang kau berikan saat itu begitu menyilaukan mata
seperti cahaya-cahaya kelam yang terpancar bening
memancar ke segala arah
dalam diam yang aku simpan
purwokerto, 2010
Malam Bersenandung
air berjatuhan dari langit
butir-butirnya menjadikannya madu
aku menari-nari
di atas relung-relung hujan
yang sempat menyapa malam kelam
purwokerto, 2010
Kenangan
genangan airmata itu
memahat tubuh-tubuh yang berada di tepian kawah
melebarkan guratan
yang penuh dengan masa lalu
purwokerto, 2010
Di Bibir Pantai
di bibir pantai
kau mengulum bulan
dalam batas gelombang
aku berada pada
serpihan-serpihan kerang
tawakal dalam remuk badai
hingga waktu yang entah
purwokerto, 2010
Yang Tersembunyi
sepi menyergap tubuh
melewati batas malam
aku menjadi suara-suara malam yang menghempas
yang berujung sendu
dengan yang tersembunyi
purwokerto, 2010
Yang Menepi
yang menepi
sepasang kupu-kupu
di batas senja
bercengkerama
mengubah warna yang sempat hilang
kemudian, luruh pada ranting-ranting pohon
purwokerto, 2010
Doa I
tuhan
tubuh dingin menyergap rindu yang perih
hawa ini mendesah tak berkesudah
sakitku seperti ombak
menggulung-gulung tiada henti
badai terus menghempas hati kecilku
sedang resahku tak bisa kupatahkan
dalam senja masih menemaniku bersama kelam
purwokerto, 2011
Doa II
tuhan
pada kelam yang menemu malam
terhuyung aku dalam daun
yang mengakar kuat tak berkarat
namun, aku tak mau hilang kesadaran
memenjarakan pikiranku pada cinta yang memburuku
kulalui ini dengan sebait ketulusan dan kepatuhan
yang semua menjadikannya keindahan
purwokerto, 2011
Gadis Kecil
gadis kecil mengejar langkahku
turun ke bumi
mengejar bayang-bayang mimpi
dalam angan yang beruntun
purwokerto, 2011
Senja
senja menerka
kau takkan hadir kembali
dengan sesungging senyum merekah
kau seperti kunang-kunang yang kadang muncul
dan sesekali hilang begitu saja
sekelebat rasa
kemudian menyembunyikan sesuatu
purwokerto, 2011
Yanwi Mudrikah, Penyair ini dilahirkan di desa Darmakradenan, Ajibarang, Banyumas, 12 Agustus 1989. Cerpennya terdokumentasi dalam antologi Bukan Perempuan (STAIN Press, 2010). Sepuluh sajaknya terdokumentasi dalam antologi Pilar Penyair (Obsesi Press, 2011); duapuluh sajaknya terdokumentasi dalam antologi Pilarisme (Obsesi Press, 2012); dan Sembilan sajaknya terdokumentasi dalam antologi Pilar Puisi (Penerbit STAIN Press, Purwokerto, 2013).
Rahim Embun buku puisi tunggalnya, menghimpun 64 judul sajak, dengan kata pengantar Hanna Fransisca, dan kata penutup Dimas Indianto S (Penerbit Mitra Media, Yogyakarta, 2013). Menjadi Tulang Rusukmu, buku puisi keduanya yang menghimpun 41 judul sajak, dengan kata pengantar Nia Samsihono, dan Catatan Penutup Wahyu Budiantoro (STIMIK-AMIKOM Press, Purwokerto, 2016).
Penyair ini lulus Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I.) dari Program Studi Komunikasi Penyiaran Islam (KPI) Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Purwokerto, dan lulus Magister Pendidikan (M.Pd.) dari Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia (PBI) Universitas Muhammadiyah Purwokerto (UMP).
Penyair ini juga berprofesi sebagai Guru Pendidikan Agama Islam di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Diponegoro Purwokerto, sebagai Dosen Bahasa Indonesia di IAIN Purwokerto, dan sebagai Dosen Agama Islam di STIMIK-AMIKOM Purwokerto. E-mail: [email protected].
__________________________________
Bagi rekan-rekan penulis yang ingin berkontribusi (berdonasi*) karya baik berupa puisi, cerpen, esai, resensi buku/film, maupun catatan kebudayaan serta profil komunitas dapat dikirim langsung ke email: [email protected] atau [email protected].