Resensi

Film Lion: Kemiskinan dan Gejolak Masalah dalam Keluarga (Bagian II)

NUSANTARANEWS.CO – Film Lion yang diproduseri oleh Iain Canning, Angie Fielder, dan Emile Sherman ini tentu memberikan bumbu yang berbeda ketika menontonnya. Film drama yang mereka kerjakan ini melihat permasalahan dari segi kemiskinan yang terjadi di India.

Mereka mencoba menyajikan di film ini bahwa kemiskinan tak hanya selalu dilihat dari sudut pandang permasalahan ekonomi saja, tapi juga lebih besar pengaruhnya terhadap permasalahan keluarga lainnya. Sebagai contohnya yang dirasakan oleh Saroo. Karena Saroo dan kakak kandungnya Guddu ingin mencari pekerjaan demi mendapatkan uang, akhirnya Saroo terpisah dari keluarga dan harus menjalani hidup di jalanan.

Dilihat dari sudut pandang Sosiologi Keluarga, tentu dalam permasalahan awal yang dialami oleh Saroo ini disebabkan karena tak berjalannya fungsi ekonomi dalam sebuah keluarga. Orang tua Saroo memang tak mampu memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Sehingga anak-anaknya yang masih kecil turut membantu untuk menambal perekonomian keluarganya. Tapi kalau kita tarik lebih jauh lagi, tentu permasalahan ekonomi atau kemiskinan dalam sebuah keluarga bukan semata-mata kesalahan dari sang orang tua yang tak mampu memenuhi kebutuhan dalam kehidupan sehari-hari.

Permasalahan kemiskinan ini bisa dilihat dari dua hal, yaitu karena disebabkan oleh faktor kultural dan struktural. Kalau melihat dari faktor kultural tentu salah satunya karena permasalahan budaya. Budaya malas pastinya akan menjadi salah satu penyebab dari suatu permasalahan kemiskinan.

Tak luput juga masalah kemiskinan ini karena terdapat adanya suatu doktrin yang mengonstruksi pola pikir masyarakat sehingga tak bisa berkembang dalam pencapaian ekonomi. Sebagai contoh kaum Calvinis, yang dalam penelitian Max Weber menunjukkan bahwa kemajuan ekonomi dari kaum Calvinis itu dipengaruhi oleh doktrin atau ajaran agama. Sehingga suatu doktrin tak bisa dianggap remeh dalam melihat suatu masyarakat. Doktin ini juga termasuk salah satu aspek yang penting dalam bertumbuhnya suatu perekonomian di masyarakat.

Sedangkan kemiskinan yang disebabkan oleh faktor struktural yaitu diakibatkan dari suatu sistem. Sistem sangatlah berperan terkait dengan pencapaian ekonomi di masyarakat. Bila sistem ini bersifat mengisap, tentu ketimpangan sosial dalam masyarakat akan semakin tajam. Kalau melihat dari sudut pandang Teori Ketergantungan (Depedensi), tentu adanya suatu relasi yang timpang antara negara dunia ke-1 dan negara dunia ke-3.

India yang merupakan salah satu negara dunia ke-3 akan terus dikeruk hasil kekayaan alamnya yang kemudian akan dikirim lagi ke negara dunia ke-1. Dan parahnya, relasi ini yang timpang ini dibalut oleh sistem kapitalisme yang berpatok terhadap modal. Sehingga hubungan ini akan selalu menghasilkan suatu ketimpangan dalam masyarakat. Yang kaya semakin kaya dan yang miskin akan semakin miskin.

Hal inilah yang selalu dikritik oleh Karl Marx. Marx melihat bahwa suatu kemiskinan yang terjadi di masyarakat itu diakibatkan oleh sistem yang eksploitatif. Sehingga bila masyarakat ingin mengubah keadaannya atau status sosial, harus dengan melawan sistem tersebut. Sistem yang dimaksudkan oleh Marx dalam hal ini adalah kapitalisme.

Dalam Film Lion juga penonton diajak masuk ke dalam permasalahan adopsi. Masalah adopsi tidak bisa dianggap sepele. Banyak sekali kasus kekerasan terhadap anak di bawah umur dan perbedaan perlakuan dari orang tua terhadap anaknya akibat dari adopsi. Namun dalam film ini, pasangan John dan Sue mampu menjalankan fungsi dalam keluarga yaitu dengan memberi fungsi afeksi. Walau Saroo merupakan anak angkat, tapi itu tak membuat pasangan John dan Sue untuk tak memberikan kasih sayangnya. Keluarga John tetap menyayangi Saroo layaknya anak sendiri.

Terlebih saat Saroo ingin mencoba menemui keluarga asalnya di India. Keluarga John mampu mendukung Saroo untuk menemui orang tua kandungnya yang selama puluhan tahun telah terpisah. Bisa dilihat dalam film ini, keluarga John tak bersifat egoistik untuk mementingkan kepentingannya sendiri dan melarang Saroo untuk menemui orang tua kandungnya. Tapi lebih dari itu, keluarga John mementingkan dan memikirkan perasaan Saroo sebagai anak angkat, yang juga berhak untuk bertemu dengan orang tua kandungnya.

Pertemuan Saroo dengan orang tua kandungnya juga tak luput dari bantuan teknologi. Google Earth yang dipakai oleh Saroo untuk mencari tempat tinggalnya yang dulu di India, akhirnya berhasil dilakukan. Ini merupakan salah satu hal yang positif dari kemunculan perkembangan teknologi. Tapi dalam sebuah keluarga, kemajuan teknologi juga tidak selalu bersifat positif. Terkadang fungsi protektif dalam keluarga menjadi tidak berjalan dengan semestinya semenjak perkembangan teknologi yang semakin canggih bermunculan.

Dalam banyak kasus di Indonesia, banyak sekali anak perempuan yang diperkosa oleh para lelaki akibat perkenalan yang dijalinnya melalui akun Facebook, Twitter, ataupun media sosial lainnya. Sehingga fungsi pengontrolan orang tua terhadap anaknya menjadi semakin lemah dan sulit. Apalagi kalau sang orang tua tersebut tidak terlalu paham akan penggunaan media sosial dan kemajuan teknologi lainnya. Sehingga para orang tua tak dapat menghindari sang anak dari hal-hal yang bersifat negatif.

Garth Davis selaku sutradara berhasil menciptakan suasana yang menyentuh di akhir film ini. Hal tersebut juga berhasil berkat akting Sunny Pawar dari awal film yang berperan menjadi Saroo kecil dan Dev Patel yang berperan sebagai Saroo dewasa ini benar-benar bagus dan penuh penghayatan. Seakan para penonton bisa diajak untuk merasakan hal dan gojalak yang sedang dialami oleh Saroo di film ini. Dengan plot film yang tidak terlalu rumit, tentu film Lion disajikan dan dikemas dengan sangat baik.

Film Lion tentunya sangat memberikan inspirasi bagi para penontonnya. Dan juga memberikan sedikit pelajaran tentang melihat permasalahan kemiskinan, adopsi, dan juga pengaruh teknologi dalam sebuah keluarga. Tentu bagi para pecinta film di berada luar sana, jangan sampai lupa untuk menonton film yang satu ini.

Penulis: Revin Mangaloksa Hutabarat
Editor: Romandhon

Related Posts