Politik

Figuritas Masih Dijadikan Nilai Integritas Kandidat Capres dan Cawapres

calon presiden, capres, calon wakil presiden, cawapres, pilpres 2019, figur capres, figur cawapres, kandidat capres, kandidat cawapres, nusantaranews
(Foto: Ilustrasi/NUSANTARANEWS.CO)

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Analis Politik dan Media Hanif Kristianto menilai tidak semua orang baik dan dipandang bersih layak jadi presiden dan wakil presiden Indonesia. Menurutnya, tidak semua yang diiklankan capres dan cawapres akan dipilih maju dalam pemilihan. Begitu pun, tidak semua yang memiliki kepedulian pada negara, bangsa dan perbaikan rakyat bisa maju dalam kontestasi.

Sebelum tahun 2019, rakyat disuguhi kandidat yang pantas menjadi pasangan capres-cawapres. Baik individu, parpol, komunitas, kelompok keagamaan, dan publik mencocok-cocokan figur. Tampaknya figuritas masih dijadikan nilai integritas.

“Sayangnya, publik mudah lupa bahwa untuk menuju kursi kepresidenan ‘sabda’ dan koalisi partailah yang menentukan. Survei dan penelitian sekadar alat ukur mengetahui keinginan publik,” katanya dikutip dari keterangan tertulis, Jakarta, Kamis (12/7/2018).

Bisa jadi, kata dia, wajah yang nampang dalam iklan bursa capres-cawapres sekadar tenar. Secara hitungan politis dan bisnis, yang dipilih tentu yang mau tunduk pada kepentingan.

“Sistem demokrasi meniscayakan kepentingan kekuasaan di atas segalanya. Rakyat hanya pemanis di kala obral janji-janji. Nasib rakyat selalu menjadi pelengkap derita demi derita,” paparnya.

Baca Juga:  Aliansi Pro Demokrasi Ponorogo Tolak Hak Angket Pemilu 2024

Menurut dia kesadaran umat Islam khususnya dan rakyat pada umumnya harus dipandu secara benar. Kumpulan manusia Indonesia belumlah memiliki kesadaran politik. Rakyat mudah terkesima dengan sosok pencitraan. Tatkala jadi pemimpin, meski kebijakannya kejam dan dzalim, rakyat pun diam.

“Justru pemimpin itu bersikap tangan besi dan antipati rakyat. Berkaca dari segala peristiwa adalah sikap terbaik bagi rakyat,” ucapnya.

Sungguh bencana besar bagi rakyat Indonesia di era fitnah politik demokrasi, katanya. Meski mayoritas menginginkan sosok ulama dan nasionalis bersatu, mereka akan dikalahkan kendali internasional dan lokal. Kehadirannya memang tak tampak dan ini yang tidak disadari rakyat. Rakyat terlalu sibuk mencocokan dan berhitung untung rugi.

“Mereka lupa bahwa ini medan politik demokrasi yang ilusi dan manipulasi. Rakyat akan sangat mudah dikooptasi jiwa, raga, dan nyawanya demi syahwat kekuasaan,” jelas Hanif.

“Percayalah, manusia-manusia yang menumpang iklan untuk capres-cawapres sejatinya tidak berjuang untuk rakyat. Niat mereka untuk menyejahterakan dan membebaskan rakyat dari nista, apa daya ada kekuatan global yang tak bisa dilawan. Kekuatan itu berupa tekanan internasional, kepentingan kapitalis global, dan negara-negara yang meraup untung di Indonesia,” tambah dia. (red/nn)

Baca Juga:  KPU Nunukan Menggelar Pleno Terbuka Rekapitulasi Perolehan Suara Calon DPD RI

Editor: Banyu Asqalani

Related Posts

1 of 3,074