NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Dalam pidatonya saat sidang tahunan MPR, Rabu (16/8/2017) Presiden Joko Widodo (Jokowi) menegaskan tidak ada satupun lembaga negara yang memiliki kekuasaan absolut atau memiliki kekuasaan lebih besar dari lembaga negara lain. “Saya mengajak kita semua untuk selalu mendengarkan amanat penderitaan rakyat,” ungkap Jokowi.
Menanggapi pidato presiden, Wakil Ketua DPR RI, Fadli Zon menilai apa yang dikatakan Jokowi dengan realitas kenyataan sekarang berbanding terbalik. Misalnya mengenai perkataan Jokowi yang menyebut bahwa tidak ada kekuasaan yang mutlak di negeri ini, Fadli menganggap justru kekuasaan absolut itulah yang saat ini justru nampak dijalankan pemerintahan Jokowi.
Indikasi adanya sinyal-sinyal represif dan absolut oleh pemerintah saat ini tampak dengan munculnya berbagai tuduhan makar, penangkapan para aktivis dan yang terbaru tentang Perppu Ormas. Dengan kata lain, Fadli Zon menyebut apa yang dikatakan oleh presiden Jokowi masih belum sesuai dengan kenyataan.
“Di dalam praktik dan kebijakan kan tanda-tanda ke arah sananya (kekuasaan absolut) ada. Misal tuduhan makar, penangkapan-penangkapan, misalkan perppu ormas, yang menghilangkan pengadilan sebagai lembaga yang menilai terhadap substansi yang dituduhkan,” ujar Fadli Zon, Rabu (16/8/2017).
Sebagai informasi, pada tanggal 2 Desember 2016 lalu, sejumlah aktivis dan tokoh nasionalis diculik oleh pemerintah atas tuduhan makar. Penangkapan yang dilakukan oleh Polda Metro Jaya terhadap sejumlah tokoh dan seniman ini kemudian memancing reaksi keras masyarakat.
Beberapa seniman dan tokoh nasionalis yang ditangkap atas tuduhan makar antara lain adalah Sri Bintang Pamungkas, Ratna Sarumpaet, Kivlan Zein, Rachmawati Soekarnoputri, Adityawarman Thaha, dan Eko Suryo Santjojo. Sementara itu, selepas tengah malam, beberapa aktivis HMI juga tak luput dari penculikan polisi.
Politisi dari Partai Golkar, Ahmad Doli Kurnia (2/12/2016), kala itu juga ikut angkat bicara terkait sikap represif pemerintah Jokowi. Dirinya menilai bahwa penangkapan terhadap sejumlah aktivis dan tokoh nasional oleh pihak kepolisian dianggap berlebihan.
Menurut Doli, tuduhan makar dilabelkan pemerintah terhadap para tokoh nasionalis merupakan tindakan yang mengada-ada. Pasalnya, masyarakat hanya menuntut agar Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) yang terbukti menistakan agama diadili dan diproses secara hukum.
“Tuntutannya cuma satu, tangkap, adili, dan pidanakan Ahok (Basuki Tjahaja Purnama),” ungkapnya.
Dirinya juga mengatakan, penculikan terhadap tokoh nasionalis itu juga menunjukkan bagaimana Pemerintah tidak lagi menegakkan hukum yang berkeadilan. Pasalnya, lanjut Doli, Ahok yang sudah jelas menjadi tersangka penista agama, bahkan hingga dua institusi yang menanganinya belum juga menangkapnya.
“Polri dan Kejaksaan Agung tidak berani menangkap Ahok. Sementara 10 tokoh atau aktivis itu belum tentu benar apa yang dituduhkan berbuat makar, langsung ditangkap. Untuk kesekian kali terbukti bahwa memang Ahok dilindungi oleh pemerintahan Jokowi,” ujarnya.
Pewarta: Syaefuddin A
Editor: Romandhon