KolomOpini

Evolusi Penyelesaian Sengketa Pemilu

Sengketa Pemilu (Ilustrasi: NUSANTARANEWS.CO)
Sengketa Pemilu (Ilustrasi: NUSANTARANEWS.CO)

Oleh : Muslehuddin

NUSANTARANEWS.CO – Praktik demokrasi di indonesia telah berjalan dinamis. Terhitung sejak dimasa lalu hingga hari ini telah menampilkan beragam dinamika perkembangan yang makin baik. reputasi demokrasi mesti di jaga dan di sempurnakan dalam pelaksanaanya. Untuk mencapai idealitas demokrasi membutuhkan tenaga dan pikiran yang haraganya tidak murah.

Pemilihan umum secara langsung merupakan amanah dan wujud kedaulatan rakyat untuk menghasilkan penyelenggaraan pemerintahan negara yang demokratis sesuai dengan undang-undang dasar negara republiK Indonesia 1945 pasal 1 ayat 2 yang menyatakan bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut undang-ungdang dasar.

Baca Juga:

pemilihan umum secara global telah di praktekkan oleh banyak negara di dunia, baik yang telah maju tingkat demokrasinya maupun yang sedang dalam proses transisi menuju demokrasi. dalam praktiknya masih banyak kekurangan tentu tidak dapat di kalim sepihak sebagai pengunduran demokrasi. hal demikian dapat di pandang sebagai sekolah dan praktek pendidikan politik bagi masyarakat agar di kemudian hari menjadi dewasa dalam menyikapi dan menangkal tindakan yang melenceng dari esensi dan subtansi pemilu yang dilakukan oleh oknum-oknum partai poitik maupun partisipan lainnya.

urgensi pelaksanaan, pengawasan dan penyelesaian sengketa pemilihan umum yang partisipatif sangatlah penting. Hal ini sebagai pertanggung jawaban atas amanah undang-undang terhadap seluruh perangkat penyelenggara pemilu termasuk pengawas pemilu. Pelaksanaan pemilu yang berintekritas, profesional dan akuntable dapat terwujud bilamana penyelenggaraanya berjalan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.[1]

Baca Juga:  Prabowo-Gibran Menangi Pilpres Satu Putaran

Transformasi Bawaslu dan Tahapan Pengawasan

lembaga pengawasan pemilu terbentuk sejak di terbitkan undang-undang No 12 Tahun 2003 tentang pemilihan umum. di awal pembentukan pengawas pemilu bersifat adhoc walaupun secara fungsional di luar struktur KPU.  Penamaan badan pengawas pemilu atau (Bawaslu) baru lahir melalui undang-undang No 22 Tahun 2007 penyelenggara pemiliu dan dinamikanya pun berjalan hingga terbitnya undang-undanhg No 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan umum.

pada tranformasi bawaslu sekarang telah memiliki tugas, wewenang, dan kewajiban yang sedikitnya dapat di rangkum menjadi tiga hal. pertama, melakukan pencegahan pelanggaran pemilu dan pencegahan sengketa pemilu. kedua, mengawasi pelaksaan seluruh tahapan proses penyelenggaraan pemilu. ketiga, melakukan penindakan pelanggaran pemilu dan sengketa proses pemilu.[2]

undang-undang No 7 Tahun 2017 tentang pemilihan umum telah memperkuat wewenang bawaslu dan jajarannya dari sekedar memberi rekomendasi hingga sebagai pemutus perkara pelanggaran administratif[3]. menurut pasal 460 UU No 7/2017, pelanggaran administrasi meliputi pelanggaran terhadap tata cara, prosedur, atau mekanisme yang berkaitan dengan administrasi pelaksaan pemilu dalam setiap tahapan penyelenggaraan pemilu.

bawaslu memiliki beban untuk mendorong masyarakat ikut serta dalam mengawasi  dan memantau berjalannya pemilu. Menurut Veri,  hal ini di sebabkan oleh beberapa faktor, pertama, Bawaslu telah di berikan mandat undang-undang untuk menjalankan fungsi pengawasan. Bawaslu juga dibekali struktur kelembagaan yang kuat, bahkan hingga tingkat paling bawah. Begitu juga dengan anggaran pengawasan, diberikan negara untuk mengontrol secara berkala. Artinya, beban kontrol terhadap penyelenggaraan pemilu lebih besar di berikan kepada bawaslu. Kedua,  Bawaslu sebagai struktur yang terlembaga memiliki keterbatasan, khususnya personel dan struktur yang mengawasi. oleh karena itu, sebagai organ yang bertugas melakukan pengawasan perlu mendorong upaya partisipasi untuk menguatkan kontrol penyelenggaraan pemilu. Ketiga, tantangan penyelenggaraan pemilu kedepan semakin kompleks, yakni kecendrungan hadirnya beragam pelanggaran. Pelanggaran pemilu tidak hanya mengganggu kerja penyelenggara, tetapi juga hak politik warga negara.

Baca Juga:  Tanah Adat Merupakan Hak Kepemilikan Tertua Yang Sah di Nusantara Menurut Anton Charliyan dan Agustiana dalam Sarasehan Forum Forum S-3

Evolusi Penyelesaian Sengketa Pemilu

Potensi pelanggaran dalam pemilu masih sangat besar tidak hanya di Indonesia tetapi telah lumrah terjadi bahkan di negara maju lainnya. Tidak heran bila masih terjadi praktik politik uang, kampanye hitang, dan pemilu yang menghilangkan hak pilih masyarakat. Urgensi pengawasan baik secara struktural dam fungsional dari seluruh elemen dapat meminimalisir  kekurangan yang ada. Tingginya biaya politik bila tidak terawasi secar masif juga dapat berpotensi mejadi satu konflik yang berkepanjangan.

demi kepentingan kepemimpinan negara , mahkamah agung telah mebnerbitkan peraturan untuk mengantisipasi sengketa pelanggaran pemilu 2019 sesuai amanah UUNo.7 tahun 2017 . pertama , peraturan mahkamah agung nomor 4 tahun 2017 tentang tata cara penyelesaian pelanggaranadministrasi pemilihan umum di mahkamah agung. kedua,  peraturan mahkamah agung nomor 5 tahun 2017 tentang tata cara penyelesaian sengketa proses pemilihan umum di pengadilan tata usaha negara. ketiga, peraturan mahkamah agung nomor 6 tahun 2017 tentang hakim khusus pemilihan umum di pengadilan tata usaha negara.

Baca Juga:  Presiden Resmi Jadikan Dewan Pers Sebagai Regulator

menurut PERMA No 4 Tahun 2017, objek permohonannya adalah keputusan KPU tentang sanksi administratif pembatalan calon anggota DPR,DPD, DPRD Provensi, DPRD Kabupaten/Kota. Sedangkam pelanggaran administratif pemilihan Umum terhadap putusan KPU tentang sanksi administratif pembatalan pasangan calon presiden dan wakil presidan berdasarkan putusan bawaslu sesuai pasal 463 ayat (3) UU N0 7 Tahun 2017 tentang pemilihan Umum. pelanggaran administrasi ini di kenakan sanksi administrasi berupa keputusan KPU tentang pembatalan calon Pesiden, DPR, dan DPD. pelanggaran administrasi ini meliputi tatacara, prosedur, atau mekanesme sesuai UU No 7 Tahun 2017. Pelanggaran administratif tidak termasuk tindak pidana. Permohonan di ajukan ke MA paling lama tiga hari sejak di tetapkan oleh KPU dan di putus oleh hakim paling lama 14 hari; terhitung sejak berkas perkara di terima oleh derektur pranata dan tata laksana perkara tata usaha negara Makamah Agung. []

[1] Pasal 22 ayat (1) undang-undang No 7 Tahun 2017 tentang pemilihan umum.

[2] Lihat pasal 93-96 undang-undang no 7 Tahun 2017 tentang pemilihan Umum.

[3]Lihat pasal 4621 ayat (1) undang-undang no 7 Tahun 2017 tentang pemilihan Umum.

Related Posts

1 of 3,147