InspirasiOpini

Etika Guru dalam Pandangan KH. Hasyim Asy’ari

Oleh : Achmad Nasrudin, S.Pd.I, M.Pd.*

Selama  ini, nama KH. Hasyim As’ary dikenal sebagai sosok ulama besar dari Jawa Timur, pahlawan Nasional dan pendiri jam’iyyah Nahdhatul Ulama (NU). Akan tetapi, belum banyak yang mengetahui bahwa beliau adalah tokoh dan pemikir dalam dunia pendidikan. Selama hidupnya, selain betindak sebagai pengesuh pesantren, ternyata Beliau juga menulis kitab panduan pendidikan dan pengajaran yang dapat selalu “hidup” untuk diteladani bagi dunia pendidikan modern. Mutiara pemikiran KH. Hasyim dalam bidang pengajaran tertuang dalam kitab Adab Alim wal Muta’alli. Melalui tulisan singkat ini, saya ingin menggali buah pikir beliau etika guru dalam mendidik.

Dalam konteks Pendidikan Indonesia dewasa ini, tuntutan menjadi guru profesional adalah sebuah keniscayaan. Dimana penguasaan terhadap empat aspek kompetensi harus melekat pada sosok guru. Baik itu kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial dan kompetensi profesional harus sama-sama bersinergi didalam usaha mewujudkan tujuan pendidikan. Jadi Keseluruhan etika guru yang disampaikan oleh K.H. Hasyim Asy’ari tersebut sangat relevan untuk diterapkan tentunya dengan peningkatan-peningkatan konsep yang lebih riil dan menjawab tantangan dan tuntutan zaman yang selalu berubah. Profil guru yang professional (meminjam istilah guru pada perkembangan pendidikan sekarang) menurut K.H. Hasyim Asy’ari adalah sosok yang dapat menampilkan dan memenuhi aspek-aspek lahiriyyah dan bathiniyyah secara sekaligus.

Baca Juga:  Perekrutan Paksa Menyebabkan Masalah Serius di Masyarakat Ukraina

Etika atau ethics berasal dari kata Yunani, yakni ethos artinya kebiasaan. Etika membicarakan kebiasaan (perbuatan), tetapi bukan menurut arti tata-adat, melainkan tata-adab, yaitu berdasar pada inti sari/sifat dasar manusia; baik buruk. Ketika sinonim dengan moral dan akhlak. Etika berasal dari bahasa latin, ethos yang berarti “kebiasaan”, moral berasal dari bahasa latin juga, mores yang berarti “kebiasaannya”. Adapun akhlak berasal dari bahasa arab, Akhlak bentuk jamak dari mufradnya khuluq yang berarti “budi pekerti”. (Kahar Masyhur, 1994).

K.H. Hasyim Asy’ari menggunakan kata ‘alim untuk menyebut pengajar atau seorang guru.  Istilah ‘alim  yang digunakan oleh K.H. Hasyim Asy’ari menggambarkan sosok orang yang benar-benar telah memahami ilmu yang akan diajarkannya. Secara tinjauan makna bahasa ‘alim berasal dari kata ‘alima yang berarti mengetahui. Dan mu’allim  adalah orang yang mengajarkan ilmunya. Jadi kata ‘alim dapat dimaknai sebagai sifat pribadi yang melekat pada seseorang sebagai ahli ilmu, sedangkan mu’allim adalah profesi yang dilakukan didalam menyampaikan  ilmunya  (mengajar).

Dalam pandangan K.H. Hasyim Asy’ari guru adalah sosok yang memiliki peran sentral dan sangat penting didalam proses pendidikan. Untuk itu, guru dalam proses penyampaian ilmu haruslah dilakukan dengan seperangkat  etika yang baik didalam pelaksanaannya. Etika guru menurut K.H. Hasyim Asy’ari meliputi tiga hal, yakni etika guru terhadap diri sendiri etika guru terhadap anak didik dan etika guru dalam pembelajaran.

Baca Juga:  Kontroversi Penggunaan Teknologi OpenAI oleh AFRICOM

Etika Guru terhadap diri sendiri, menurut  K.H. Hasyim Asy’ari meliputi: senantiasa mendekat kepada Allah SWT, Selalu mearasa takut kepada Allah SWT, Bersikap sakinah (penuh kasih sayang), Bersikap wara’, bersikap tawadlu’, bersikap khusyu’, menyandarkan semua urusannya kepada Allah, menjadikan ilmunya sebagai sarana mendapat ridlo Allah, tidak memperlakukan muridnya dnegan istimewa, bersikap zuhud. Sepuluh etika ini dapat dikategorikan sebagai etika bersifat bathiniyyah.

Adapun etika guru terhadap anak didik mencakup empat belas etika yang harus diperhatikan oleh guru didalam memperlakukan anak didiknya, dalam pandangan K.H. Hasyim Asy’aridilakukan dengan cara: menyampaikan ilmu dengan niat semata-mata mencari ridlo Allah, selalu memberikan motivasi tentang keharusan ketulusan niat dalam belajar, mencintai anak didiknya sebagaimna mencintai anak kandungnya, menyampaikan pelajaran sesuai kemampuan anak didiknya, bersungguh-sungguh dalam menyampaikan ilmunya, mengevaluasi hasil belajar anak didik, memberikan nasehat baik terhadap anak didik terhadap semua kesulitan yang dialami, tidak pilih kasih terhadap anak didik, memperhatikan kehadiran anak didik, menjaga keharmonisan dalam hubungan dengan anak didik, selalu memberi semangat tentang kepentingan belajar, memperhatikan alasan ketidak hadiran anak didiknya, bersikap tawadlu’ terhadap anak didik, memberi apresiasi terhadap kelebihan atau keutamaan yang dimiliki anak didiknya.

Baca Juga:  Pasukan Prancis Berlatih untuk Berperang dengan Rusia di Rumania

Adapun etika guru dalam pembelajaran, diarahkan oleh K.H. Hasyim Asy’ari untuk diterapkan dengan sebelas etika, dengan rincian sebagai berikut: suci dari hadats (berwudlu’), berdo’a dalam perjalanan kala mau mengajar, mengucap salam (serta menjaga wibawa dihadapan anak didik), mengatur tempat duduk agar dapat terakomodir oelh semua anak didik, didahului dnegan membaca al-qur’an terlebih dahulu sebelum pelajaran yang lain, menyampaikan pelajaran secara bertahap (disertai penjelasan yang gambalang dan baik), mengatur britme suara sesuai dnegan kebutuhan (disertai memberi kesempatan kepada anak didik untuk bertanya), menjaga stabilitas suasaan kelas, mmenghindari perselisihan dikelas, mengarahkan anak didik untuk tidak ngoto berpendapat, mengajar dengan hujjah yang benar (bilang tidak tahu, jika memamng tidak tahu).

Dari keseluruhan etika ini, tampaknya K.H. Hasyim asy’ari ingin menjelaskan bahwa guru yang baik adalah guru yang memiliki kredibilitas dan kapasitas sebagai seorang ‘alim dan mu’allim, memiliki kecakapan dan kewibawaan menyampaikan ilmu kepada peserta didik, serta memiliki sikap profesional pada keseluruhan aspek yang dibutuhkan dalam proses pembelajaran.

*Penulis adalah Pendidik Madrasah di Lingkungan Kementian Agama Propinsi Lampung

Related Posts