Lintas NusaTraveling

Erau, Wujud Eskistensi Kerajaan Kutai

NUSANTARANEWS.CO – Pesta adat Erau dan International Folk Art Festival (EIFAF) 2016, kembali digelar di Kabupaten Kutai Kartanegara. Acara ini merupakan kegiatan tahunan dari kerajaan Kutai Kartanegara. Berbagai kegiatan adat dan perlombaaan untuk masyarakat sekitar digelar dalam acara yang digelar setiap bulan Juli-Agustus setiap tahunya ini.

Pada tahun ini, Erau dimulai sejak tanggal 16 Agustus 2016 dan ditutup pada 28 Agustus 2015 nanti. Jadi bagi masyarakat yang ingin melihat eksistensi kerajaan Hindu tertua di Indonesia bisa mendatangi Kabupaten Kukar yang berlokasi tidak jauh dari ibu kota Kalimantan Timur, Samarinda masih ada waktu untuk mengunjunginya.

Upacara adat ini diawali dengan Beluluh Sultan di Kedaton Kutai Kartanegara, kemudian dilanjutkan Menjamu Benua. Kegiatan ini sudah dilakukan pada Selasa (16/8) lalu. Kemudian, pada tanggal 17 Agustus 2016 ada upacara Adat Merangin. Pada hari ini (20/8), diadakan Kirab Budaya Internasional dengan rute Timbau Skate Park (Start)-Kedaton (Panggung Kehormatan)-Monumen Pancasila (Finish).

Pada Minggu (21/8) akan diadakan Lomba Perahu Tradisional Gubang Lunas Sungai Tenggarong dan Upacara Adat “Mendirikan Ayu” di Keraton Kutai Kartanegara serta Pembukaan International Folk Art Festival 2016 Stadion Rondong Demang, Tenggarong. Tidak hanya itu, kegiatan ini sudah akan dilakukan Aksi Penghijauan “Green Tenggarong” di Waduk Panji Sukarame. Kemudian ada juga Upacara Adat Dayak Modang dan Kenyah.

Baca Juga:  Ramadan, Pemerintah Harus Jamin Ketersediaan Bahan Pokok di Jawa Timur

Kegiatan ini ditutup dengan upacara  Mengulur Naga dari Keraton Kutai Kartanegara ke Kutai Lama. Disusul dengan acara Belimbur, dan Upacara Adat Merebahkan Ayu di Keraton Kutai Kartanegara pada Senin (29/8) sebagai upacara pamungkas.

Sedikit sejarah Erau. Kata Erau berasal dari bahasa Kutai “eroh” yang artinya ramai, riuh, ribut, suasana yang penuh sukacita. Suasana yang ramai, riuh rendah suara tersebut dalam arti: banyaknya kegiatan sekelompok orang yang mempunyai hajat dan mengandung makna baik bersifat sakral, ritual, maupun hiburan.

Erau pertama kali dilaksanakan pada upacara tijak tanah dan mandi ke tepian ketika Aji Batara Agung Dewa Sakti berusia 5 tahun. Setelah dewasa dan diangkat menjadi Raja Kutai Kartanegara yang pertama (1300-1325), juga diadakan upacara Erau. Sejak itulah Erau selalu diadakan setiap terjadi penggantian atau penobatan Raja-Raja Kutai Kartanegara.

Dalam perkembangannya, upacara Erau selain sebagai upacara penobatan Raja, juga untuk pemberian gelar dari Raja kepada tokoh atau pemuka masyarakat yang dianggap berjasa terhadap Kerajaan. Pelaksanaan upacara Erau dilakukan oleh kerabat Keraton/Istana dengan mengundang seluruh tokoh pemuka masyarakat yang mengabdi kepada kerajaan. Mereka datang dari seluruh pelosok wilayah kerajaan dengan membawa bekal bahan makanan, ternak, buah-buahan, dan juga para seniman.

Baca Juga:  Mengawal Pembangunan: Musrenbangcam 2024 Kecamatan Pragaan dengan Tagline 'Pragaan Gembira'

Setelah berakhirnya masa pemerintahan Kerajaan Kutai Kartanegara pada tahun 1960, wilayahnya menjadi daerah otonomi yakni Kabupaten Kutai. Tradisi Erau tetap dipelihara dan dilestarikan sebagai pesta rakyat dan festival budaya yang menjadi agenda rutin Pemerintah Kabupaten Kutai dalam rangka memperingati hari jadi kota Tenggarong, pusat pemerintahan Kerajaan Kutai Kartanegara sejak tahun 1782. Pelaksanaan Erau yang terakhir menurut tata cara Kesultanan Kutai Kartanegara dilaksanakan pada tahun 1965, ketika diadakan upacara pengangkatan Putra Mahkota Kesultanan Kutai Kartanegara, Aji Pangeran Adipati Praboe Anoem Soerya Adiningrat.

Sedangkan Erau sebagai upacara adat Kutai dalam usaha pelestarian budaya dari Pemda Kabupaten Kutai baru diadakan pada tahun 1971 atas prakarsa Bupati Kutai saat itu, Drs.H. Achmad Dahlan. Upacara Erau dilaksanakan 2 tahun sekali dalam rangka peringatan ulang tahun kota Tenggarong yang berdiri sejak 29 September 1782.

Atas petunjuk Sultan Kutai Kartanegara yang terakhir, Sultan A.M. Parikesit, maka Erau dapat dilaksanakan Pemda Kutai dengan kewajiban untuk mengerjakan beberapa upacara adat tertentu, tidak boleh mengerjakan upacara Tijak Kepala dan Pemberian Gelar, dan beberapa kegiatan yang diperbolehkan seperti upacara adat lain dari suku Dayak, kesenian dan olahraga/ketangkasan.

Baca Juga:  Asisten Administrasi Umum Nunukan Buka Musrenbang Kewilayahan Dalam Rangka Penyusunan RKPD Tahun 2025

Sekedar informasi, kerajaan Kutai Kartanegara yang masih eksis saat ini bukanlah Kerajaan Kutai Martadhipura. Kerajaan Kutai berakhir saat Raja Kutai yang bernama Maharaja Dharma Setia tewas dalam peperangan di tangan Raja Kutai Kartanegara ke-13, Aji Pangeran Anum Panji Mendapa. Kutai Kartanegara inilah, pada tahun 1365, yang disebutkan dalam sastra Jawa Negarakertagama. Kutai Kartanegara selanjutnya menjadi kerajaan Islam. Sejak tahun 1735 kerajaan Kutai Kartanegara yang semula rajanya bergelar Pangeran berubah menjadi bergelar Sultan (Sultan Aji Muhammad Idris) dan hingga sekarang disebut Kesultanan Kutai Kartanegara. (Rafif)

Related Posts