Berita UtamaEsai

Energi Terbarukan Menjadi Paradigma Baru, Menggeser Paradigma Energi Fosil

NUSANTARANEWS.CO – Pesatnya kemajuan teknologi energi, terutama dalam pembuatan baterai dan teknologi listrik tenaga surya, serta energi terbarukan lainnya yang ramah lingkungan telah mengubah pandangan manusia tentang energi itu sendiri. Kondisi ini, secara drastis telah menggeser peran energi fosil dalam aspek kehidupan manusia di masa depan. Sehingga posisi energi fosil mulai terpinggirkan, dan harga jualnya pun terpuruk tidak mampu bangkit lagi seperti dulu lagi ketika manusia masih sangat tergantung pada energi fosil.

Revolusi energi ini, sangat memukul para penguasa energi fosil yang telah menikmati kekayaan dari penguasaan energi tersebut. Kini posisi mereka terancam dan harus segera melakukan diversifikasi bisnis bila tidak ingin terlindas oleh zaman. Meski sampai hari ini energi fosil masih tetap eksis, namun dalam waktu satu dekade ke depan akan mulai ditinggalkan.

Sebagai contoh misalnya, Kerajaan Arab Saudi, dengan Vision 2030 mulai melakukan diversifikasi ekonomi negerinya dengan mengurangi ketergantungan pada sektor pendapatan minyak, dan menciptakan lapangan kerja baru di luar sektor minyak. Arab Saudi telah berpikir strategis dan tepat untuk masa depan negaranya yang selama ini telah dimanjakan sebagai salah satu produsen energi fosil terbesar dunia.

Baca Juga:  Layak Dikaji Ulang, Kenaikan HPP GKP Masih Menjepit Petani di Jawa Timur

Salah satu langkah yang akan diambil Arab Saudi adalah dengan memprivatisasi sebagian Saudi Aramco melalui penawaran umum perdana pada tahun 2018. Di mana hasilnya akan dialokasikan guna mengembangkan sektor non-minyak, dan menginvestasikan aset di luar negeri untuk mengimbangi kerugian yang tak terelakkan dalam pendapatan minyak.

Mengapa hingga hari ini energi fosil masih tetap eksis, adalah karena tidak mudah bagi bagi penguasa energi fosil untuk dengan cepat beralih ke energi terbarukan yang ramah lingkungan. Termasuk keras kepalanya Presiden Trump yang tidak mau menandatangani perjanjian Iklim Paris, adalah demi mempertahankan energi fosil ini.

Seperti kita ketahui bersama bahwa minyak adalah jantung kehidupan AS, tanpa minyak roda industri dan militer AS akan lumpuh. Konsumsi minyak AS sebesar 22 juta bph, dimana 13,5 juta bph berasal dari impor, di mana kawasan Timur Tengah adalah pemasok utama kebutuhan minyak AS, disamping beberapa kawasan dunia lain termasuk dari Indonesia. Belakangan AS mulai mengurangi impor minyaknya, dan meningkatkan produksi minyak dalam negerinya. Impor minyak AS kini hanya sebesar 7 bph. Dan kemungkinan akan terus berkurang.

Baca Juga:  Mengawal Pembangunan: Musrenbangcam 2024 Kecamatan Pragaan dengan Tagline 'Pragaan Gembira'

Akibat dampak dari pemakaian energi fosil yang tidak ramah lingkungan, kini mulai ditinggalkan pemakaiannya, paling tidak mulai dikurangi oleh banyak negara yang mendukung perjanjian Iklim Paris. Dengan demikian telah terjadi perubahan paradigma dalam melihat kebutuhan energi di masa depan.

Sementara perkembangan di Eropa, dan negara-negara lain telah mendorong pengurangan penggunaan energi fosil, baik untuk kendaraan maupun industri.

Jerman sebagai negara yang paling getol menggenjot pengembangan sektor energi baru terbarukan (EBT) tersebut, telah menargetkan bahwa di tahun 2030 Jerman akan menjadi negara yang berstatus bebas emisi. Dan diikuti oleh Prancis yang baru akan menerapkannya pada tahun 2040.

Pemerintah Jerman ingin menjadi pelopor gerakan energi ramah lingkungan. Untuk itu, Jerman berupaya menerapkan peraturan ketat dalam penggunaan kendaraan bermotor. Setidaknya pada 2030, semua kendaraan yang dijual di Jerman harus bebas emisi. Pemerintah Jerman berjanji akan memangkas keluaran karbondioksida 80 hingga 90 persen pada 2050. (Banyu)

Related Posts

1 of 9