Politik

Elektabilitas Jokowi Terus Merosot

Ribuan Massa Relawan #2019GantiPresiden
Ribuan Massa Relawan #2019GantiPresiden. (Istimewa)

NUSANTARANEWS.CO – Beragam lembaga survei menilai, elektabilitas Jokowi dimata publik dari waktu ke waktu menurun atau merosot bahkan terjun bebas.

Pada 2015, elektabilitas Jokowi sekitar 54%, setahun kemudian (2016) sekitar 50%, kemudian terjun rata-rata sudah di bawah 40% (2017). Bahkan, hasil survei Media Survei Nasional (Median) April 2017 menunjukkan, elektabilitas Jokowi hanya 36,9%; Oktober 2017 menurun 36,2%.

Kini 2018 lebih merosot lagi. Hasil survei Lembaga Survei Orkestra (April 2018) menunjukkan, elektabilitas Jokowi hanya 24,38%. Dalam survei yang dirilis ‎Indonesia Network Election Survey (INES), Jokowi hanya mendapat suara 27,7%. Di lain pihak, LSI menemukan elektabilitas Jokowi lebih tinggi yakni 46,0%. Namun, LSI mengakui, angka ini belum aman bagi Jokowi sang petahana (incumbent) karena masih di bawah 50%.

Sebagai pembanding, elektabilitas SBY sebagai Incumbent menjelang Pilpres 2009 lalu di atas 50%. Angka elektabilitas 50% harus dicapai Jokowi utk bisa mempertahankan kekuasaan negara dan lanjut jadi Presiden lewat Pilpres 2019.

Survei Median 6-15 Juli 2018, hasilnya, elektabilitas Jokowi merosot. Disebutkan,
elektabilitas Jokowi dari bulan Juni hingga Juli tak beranjak dari 36,2%, bahkan cenderung turun ke angka 35,7% di bulan Juli. Intinya, angka elektabilitas Jokowi sudah di bawah 40%.

Juga ditemukan, mayoritas rakyat Indonesia disurvei tidak mau Jokowi kembali menjabat sebagai Presiden di periode 2019-2024, yakni di atas 50%. Hanya 44,10% (di bawah 50%) menginginkan Jokowi jadi Presiden RI dua periode.

BACA JUGA:

Lagu #2019GantiPresiden Enak Didengar!
Rizal Ramli Sebut Penghadangan Deklarasi #2019GantiPresiden Kampanye Jokowi Paling Buruk
Soal Gerakan #2019GantiPresiden, Peluang Terbuka untuk Polisi Bersikap Adil dan Netral
Kampanye #2019GantiPresiden Lebih Populer Dibandingkan Pamor Jokowi
Pasca Pilkada Serentak 2018, Kampanye #2019GantiPresiden Kian Digandrungi
Gara-gara #2019GantiPresiden, Jokowi Terancam Tak Berlanjut Dua Periode

Keinginan publik untuk memiliki Presiden baru atau tidak lagi Jokowi makin meningkat sejak April hingga Juli 2018. Pada April lalu ada hasil survei, terdapat 46,4% publik menginginkan Presiden baru dan 45,2% berharap Jokowi memimpin lagi.Kini jumlah menginginkan Presiden baru membesar, dari 46,4%, menjadi 47,1%.

Survei LIPI juga menunjukkan elektabilitas Jokowi di bawah 50 persen lantaran persoalan ekonomi dan kesejahteraan yang cukup serius. LIPI membuat dua versi pertanyaan terkait preferensi capres kepada 2.100 responden. Ada versi pertanyaan terbuka, Jokowi dipilih oleh 45 persen responden,

Memang hasil survei Litbang Kompas, media pendukung Jokowi, klaim elektabilitas Jokowi justru menaik dari 42,5% (April 2015) ke 55,9% ( April 2018). Tetapi, berdasarkan kondisi obyektif sikap rakyat yang kian meningkat dan meluas oposisi terhadap Jokowi, kenaikan elektabilitas Jokowi ini menjadi tidak logis secara faktual, dan mengada-ada.

Selanjutnya, hasil survei LSI Deny JA. Pada Mei 2018 LSI ini klaim telah survei dengan hasil elektabilitas Jokowi 46%. Lalu, Juli 2018 klaim buat lagi survei: ekektabilitas Jokowi naik lagi menjadi 49,30%. Kini 20 Agustus umumkan naik lagi menjadi 52,2%. Sangat unik dan tak lazim karena kebanyakan lembaga survei klaim selama 2018 elektabilitas Joko terus menurun hingga di bawah 40%.

Baca Juga:  Relawan Lintas Profesi Se-Tapal Kuda Deklarasi Dukung Khofifah di Pilgub Jatim

Dari sejumlah survei, hanya dua lembaga ini klaim elektabilitas Jokowi meningkat dan di atas 45% yakni LSI Denny dan Litbang Kompas. Hanya dua lembaga itu berani klaim elektabilitas Jokowi meningkat. Tiba-tiba kini elektabilitas Jokowi sudah 52,2% versi LSI. Artinya, ada kontribusi Ma’ruf Amin selaku cawapres Jokowi sekitar 2%. Padahal pengaruh Ma’ruf terhadap kenaikan elektabilitas Jokowi sangat kecil, jika tak boleh dinilai tidak ada karena ‘jeruk makan jeruk’ pilih Ma’ruf jadi cawapres Jokowi. Hasil polling sejumlah lembaga via medsos Jokowi-Ma’ruf segera setelah deklarasi membuktikan hal itu. Lalu, darimana datang angka 52,2% itu? Sangat mungkin dari penulis hasil survei LSI itu sendiri.

Menjelang Pilpres 2019 incumbent Jokowi punya elektabilitas kurang dari 40% atau rata-rata berdasarkan survei berbeda berada sekitar 35%. Angka ini akan terus menurun seiring kelompok parpol oposisi mulai terprogram, intens dan meluas mempromosikan dan mengkampanyekan pasangan capres-cawacapres dukungan mereka, yakni Prabowo-Sandi.

Namun, pengaruh kelompok Parpol oposisi akan terukur jika kondisi elektabilitas Jokowi sekitar 35% menurun menjadi di bawah 35%, misalnya menjadi 30%. Artinya, pengaruh Parpol oposisi hanya sekitar 5%. Jika, akhir 2019 misalnya elektabilitas Jokowi tetap sekitar 35% atau menaik, maka kelompok parpol oposisi tidak berpengaruh. Selama ini yang membuat merosotnya elektabilitas Jokowi adalah rakyat Indonesia, terutama umat Islam politik dan kelas menengah perkotaan anti komunisme dan negara China, bukan parpol oposisi dan tokoh individual pesaing Jokowi pada Pilpres 2019.

Jokowi telah memilih Ma’ruf Amin, Ketua Umum MUI, sebaga cawapres Pilpres 2019. Pilihan Ma’ruf Amin ini takkan mempengaruhi signifikan kenaikan elektabilitas Jokowi ke depan di mata publik. Mengapa?

1. Ma’ruf tidak memiliki jaringan politik dan pekerja politik utk promosi dan kampanye

2. Ma’ruf Amin bukan Aktor Politikus, terbiasa mempengaruhi masyarakat secara politik

3. Ma’ruf Amin bukanlah Ulama panutan atau Patron, kecuali terbatas di kalangan NU khususnya sebagian di Pulau Jawa

4. Ma’ruf bukan kader atau pemimpin Parpol pendukung sehingga takkan fungsional utk mempromosikan dan mengkampanyekan Pasangan Jokowi-Ma’ruf melalui mesin dan kelembagaan Parpol

BACA JUGA:

Nelayan dan Petani Lobster Warnai Gerakan #2019GantiPresiden
Padati Monas, Ini Pesan Untuk Massa Relawan #2019GantiPresiden
Membungkam Demokrasi, Menggali Liang Lahat Kuburan Sendiri
Gerindra Yakin 2019 Pasti Ganti Presiden
Jokowi Diprediksi Bisa Terjegal oleh 2 Isu ini di Pilpres 2019
Isu 2019 Ganti Presiden dan TKA Sukses Gerus Elektabilitas Jokowi

Usai pendaftaran pasangan capres-cawapres ke KPU 10 Agustus 2018, bermunculan kegiatan polling via Medsos tentang pasangan capres-cawapres Prabowo-Sandi dan Jokowi-Ma’ruf. Antara lain Indonesian Lawyers Club, Kumparan, Radio Elshinta, Fahira Idris, Polling Pilpres 2019-2024, Iwan Fals.

Rata-rata hasil polling menunjukkan, akan memilih Pasangan Prabowo-Sandi 78%, Jokowi-Ma’ruf hanya 22%. Sekalipun segmen responden ini kelompok sosial tertentu, tidak mewakili segmen pilih level Indonesia, sebagai deskripsi elektabilitas Jokowi justru menurun jauh dibandingkan sebelum pilihan Ma’ruf sebagai cawapres Jokowi.

Ada beberapa faktor mempengaruhi merosotnya elektabilitas Jokowi. Antara lain Jokowi inkar janji kampanye Pilpres 2014, perilaku politik dan kebijakan rezim Jokowi di mata rakyat merugikan, rezim Jokowi berkinerja buruk dan gagal urus pemerintahan sehingga kian meluas persepsi negatif kelas menengah perkotaan tentang kepemimpinan Jokowi, kondisi sosial ekonomi rakyat menurun, termasuk meningkatnya terus harga kebutuhan pokok, menurunnya pendapatan keluarga dan daya beli rakyat, kriminalisasi ulama, ustadz dan aktivis Islam sehingga terbentuk persepsi dan sikap negatif kelompok Islam politik tentang Jokowi, serta fenomena deklarasi dan pernyataan Tahun 2019 Ganti Presiden.

Baca Juga:  Jelang Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres 2024, Khofifah Optimis Prabowo-Gibran Menang

Elektabilitas Jokowi terus merosot ini berada dalam kondisi munculnya fenomena deklarasi dan pernyataan Tahun 2019 Ganti Presiden. Hal ini terutama sejak pekan awal April 2018. Tagar atau tagline sedang trending di jagad media sosial yakni #2019GantiPresiden. Hal ini menjadi topik hangat bagi netizen dan masyarakat. Trending ini ternyata mewujud dalam bentuk aksi massal dan akbar dengan tema Deklarasi Tahun 2019 Ganti Presiden. Aksi #2019GantiPresiden ini sesungguhnya sangat efektif untuk menghimpun suara pemilih oposisi terhadap rezim Jokowi.

Maknanya, aksi-aksi ini berupaya membangun gerakan dan opini publik agar Jokowi tidak dipilih lagi via Pilpres 2019 mendatang. Bagi mereka paling penting Jokowi tidak lanjut menjadi presiden setelah Pilpres 2019. Aksi-aksi oposisional massal dan akbar ini telah mengambil tempat di Monas Jakarta, di daerah seperti kota Solo, Yogyakarta, Medan, dan lain-lain. Salah satu contoh aksi massal dan akbar adalah aksi di Medan Minggu 22 Juli 2019. Diperkirakan, hadir ratusan ribu orang Medan dan Sumut.

Di kota Batam, Minggu 29 Juli acara deklarasi Tahun 2019 Ganti Presiden berlangsung. Dihadiri puluhan ribu rakyat kota Batam dan sekitarnya. Acara digelar di halaman Masjid Agung Batam, kawasan Batam Centre. Deklarasi tersebut disertai dengan acara tablig akbar.

Selanjutnya, aksi ini mengambil tempat di Kota Makasar. Pada Minggu 12 Agustus di halaman Monumen Mandala, Jl Jenderal Sudirman, Kecamatan Ujung Pandang, kota Makassar, Sulsel, dipadati ribuan peserta deklarasi #2019GantiPresiden.

Di Kota Bandung telah direncanakan deklarasi #2019GantiPresiden akan berlangsung 18 Agustus 2018 di depan halaman Gedung Sate, Jalan Diponegoro.

Di kota Pekanbaru, Riau, 26 Agustus juga digelar aksi Deklarasi 2019 Ganti Presiden. Deklarasi #2019GantiPresiden di depan Masjid Agung Annur Pekanbaru

Di Kota Surabaya, 26 Agustus juga berlangsung Acara Deklarasi 2019 Ganti Presiden di Monumen Tugu Pahlawan. Kalangan peserta mengelilingi Monumen Tugu Pahlawan sembari meneriakkan yel-yel #2019GantiPresiden.

Di Karawang, Jawa Barat, akan dilaksanakan aksi deklarasi #2019Ganti Presiden di lapangan Karangpawitan pada 2 Sepember 2019.

Aksi-aksi deklarasi Tahun 2019 Ganti Presiden ini juga terjadi di luar negeri, mendunia. Sebagai contoh, pada 22 Juli 2018 di Wiley Park Sydney, Australia. Ini menunjukkan, gerakan rakyat tidak terfokus di tanah air.

Belakangan, sejak penghujung Agustus ini rezim Jokowi telah menggunakan kekuasaan negara untuk membendung dan menggagalkan rencana aksi-aksi Deklarasi Tahun 2019 Ganti Presiden.

Di lain pihak, publikasi hasil survei Median (16 April 2018), menunjukkan 46,37% responden menginginkan Pilpres 2019 jadi ajang mengganti presiden. Namun, 45% menginginkan Jokowi kembali memimpin untuk periode kedua. Masih ada 8,41% tidak menjawab.

Baca Juga:  Dukung Di Munas Golkar 2024, Satkar Ulama Jawa Timur Beber Dukungan Untuk Airlangga

Selanjutnya, hasil survei Lembaga Roda Tiga Konsultan menunjukkan (24 Mei 2018), pemilih setuju gerakan #GantiPresiden2019 unggul tipis. Setuju ganti Presiden 38,3%, tidak setuju 36,8%, tidak menjawab 25% (24 Mei 2018).

Aksi-aksi deklarasi Tahun 2019 Ganti Presiden ini tidak bisa disederhanakan karena pengaruh atau faktor kelompok pendukung pesaing Jokowi, yakni Partai Gerinda dan Prabowo dalam Pilpres 2019. Fenomena aksi ini bukan karena pengaruh kelompok Prabowo dalam pertarungan rebut kekuasaan negara dalam Pilpres 2019. Fenomena ini sebagai manifestasi fenomena anti-incumbency, bermakna reaksi rakyat akibat prilaku, aksi dan kebijakan-kebijakan rezim Jokowi (incumbent) selama ini merugikan kepentingan rakyat seperti menaikkan harga BBM dan tarif listrik. menangkapi para tokoh politik klas menengah perkotaan atas tuduhan makar, mengkriminalisasi para pimpinan umat Islam (ulama, ustadz dan aktivis Islam), membubarkan tanpa keputusan pengadilan organisasi umat Islam kelas menengah perkotaan, menyeret dan menghukum ke pengadilan para aktivis oposisi atas tuduhan melanggar UU ITE, membiarkan prilaku presekusi, satu bentuk pelanggaran HAM, terhadap aktivis oposisional, bahkan Pendakwa Islam dan lain-lain.

Jadi, bukan karena dipengaruhi kelompok pesaing Jokowi dalam perebutan kekuasan negara (presiden) yakni kelompok pendukung Prabowo. Dalam referensi ilmu politik, anti-incumbency: An anti-incumbent vote is one exercised against elected officials currently in power. It allows the voters to register their discontent with sitting government officials, particularly when protesting against certain actions taken by the government or the elected officials in question.

Ke depan fenomena anti-incumbency dan gelombang deklrasasi Tahun 2019 Ganti Presiden akan terus meningkat dan meluas. Aksi-aksi ini juga diperkuat tersebarnya lagu kritik ingkar janji Jokowi dan Tahun 2019 Ganti Presiden di media sosial. Isi lagu dimaksud, mengkritik kondisi Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden Jokowi.

Lagu tersebut muncul di media sosial Youtube dan disebar di grup-grup WhatsApp. Lagu tersebut disebut-sebut dinyanyikan oleh roker Sang Alang. Berikut lirik lagu bertema #2019GantiPresiden dimaksud:

Dulu kami hidup tak susah
Mencari kerja sangat mudah
Tetapi kini, pengangguran
Semakin banyak nggak karuan
10 juta lapangan kerja
Tetapi bukan untuk kita
Kerja, kerja, kerja, buruh asing kerja
Anak, anak, bangsa tetap nganggur aja
Di sana sini orang menjerit
harga-harga selangit hidupnya yang sulit
Sembako naik, listrik naik
Di malam buta BBM ikut naik
Pajak mencekik usaha sulit
Tapi korupsi subur, pengusahanya makmur
Rumah rakyat kau gusur, nasib rakyat yang kabur
Awas-awas kursimu nanti tergusur
Beban hidup kami sudah nggak sanggup
Penggennya cepat-cepat tahun depan

2019 ganti presiden
Kuingin presiden yang cinta pada rakyatnya
2019 ganti presiden
Kuingin presiden yang tak pandai berbohong
2019 ganti presiden
Kuingin presiden yang cerdas gagah perkasa
2019 ganti presiden
Bukan presiden yang suka memenjarakan ulama
Dan rakyatnya
Beban hidup kami udah nggak kuat
Maunya cepat-cepat tahun depan

(eda/edd/anm/nvh/bya/nseas/meh)

Editor: Banyu Asqalani & Alya Karen

Related Posts

1 of 3,059