Ekonomi

Ekonom Konstitusi Kritisi Keganjilan Harga Ayam Diantara Peternak dan Pasar

peternakan ayam, ayam pedaging, peternakan bebek, ayep zaki, aa zaki, gizi bangsa indonesia, asupan gizi, kandungan gizi, protein nabati, protein hewani, program aa zaki, peternakan binaan aa zaki, nusantaranews
Peternakan ayam pedaging yang merupakan binaan H Ayep Zaki. (Foto: A Pramono/NUSANTARANEWS.CO)

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Polemik harga daging ayam di sejumlah pasar tradisional di beberapa daerah kembali terjadi pada medio bulan Juni 2019, setelah pada bulan Februari 2019 terjadi penurunan harga. Namun, berbeda dengan yang telah terjadi dibulan Februari 2019 lalu, sebaliknya di beberapa daerah di bulan Juni 2019, justru faktanya harga daging ayam masih berkisar antara Rp 24.000-Rp 30.000.

Posisi harga seperti inilah yang mendapat tanggapan serius dari Ekonom Konstitusi alumnus Fakultas Ekonomi Universitas Gajah Mada (UGM) Defiyan Cori yang menganggap bahwa sebagian keluhan peternak atas anjloknya harga ayamnya yang hanya dikisaran Rp 7.000- Rp 10.000 sesuatu yang tidak wajar. Terdapat selisih (margin) antara harga yang diperoleh para peternak dan yang berlaku di pasar sebesar Rp 17.000-Rp 20.000 lebih.

Sementara itu banyak pihak menimpakan kesalahan ini pada Kementerian Pertanian dengan alasan adanya kelebihan produksi (penawaran) ayam sehingga membuat anjloknya harga. Tuduhan ini jelas salah alamat, karena faktanya harga daging ayam di berbagai pasar tetap tinggi, yang berarti mengindikasikan penyebabnya bukan karena kelebihan produksi (over supply). Keganjilan harga ayam berdasar hukum umum ekonomi yang terjadi pada permintaan dan penawaran produk atau jasa atas perubahan harga ini harus diperiksa dan dintervensi oleh otoritas yang berwenang, yaitu Satuan Tugas (Satgas) Pangan dan Kementerian Perdagangan.

Dalam kasus keganjilan harga ayam ini, jelas yang paling bertanggungjawab sesuai tugas pokok dan fungsinya untuk melakukan intervensi adalah Menteri Perdagangan.

Baca Juga:  Sekjen PERATIN Apresiasi RKFZ Koleksi Beragam Budaya Nusantara

“Undang-undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara sudah jelas mengatur apa saja fungsi dan tugas semua kementerian di negara kita. Kementerian Pertanian, misalnya tugas pokoknya jelas menangani produksi pangan, sedangkan Kementerian Perdagangan mengurus terkait perdagangan dan harga baik di tingkat petani maupun konsumen,” tegas Defiyan saat memberikan keterangan, Kamis (27/6/2019).

Lebih lanjut, Defiyan menjelaskan, pengaturan fungsi dan tugas kementerian diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 45 tahun 2015 tentang Kementerian Pertanian dan Perpres Nomor 48 Tahun 2015 tentang Kementerian Perdagangan. “Tugas dan fungsi masing-masing kementerian tersebut sebenarnya sudah jelas dan tegas (clear) dan sudah sinkron, namun ada yang mau melepas atau lempar tanggungjawab ke pihak lain,” tandasnya.

Defiyan menyayangkan adanya pihak-pihak yang menuding pemerintah dan menyebutkan penurunan harga disebabkan karena pasokan yang berlebih. Menurutnya, kelebihan produksi daging ayam saat ini harusnya ditanggapi dengan positif, sebab dari aspek produksi Kementerian Pertanian telah berhasil menahan lajunya impor atas produk-produk kebutuhan pokok, seperti beras.

“Ini kan sebenarnya positif, Pemerintah telah mampu mendukung peningkatan produksi daging ayam di dalam negeri. Daripada produksi kita kurang, nanti jatuh-jatuhnya akan impor lagi, dan, apalagi dalam situasi tertentu pemerintah juga harus menyediakan cadangan (stock) paling tidak 10 persen dari konsumsi dalam negeri untuk berjaga-jaga jika terjadi sewaktu-waktu kenaikan harga karena adanya serangan penyakit hewan, bencana alam dan lain-lain yang tak terduga,” tambah Defiyan.

Baca Juga:  Peduli Sesama, Mahasiswa Insuri Ponorogo Bagikan Beras Untuk Warga Desa Ronosentanan

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah penduduk di Indonesia saat ini sebanyak 268.075 ribu jiwa, konsumsi per kapita 12,13 kg per tahun. Proyeksi produksi daging ayam nasional tahun ini berdasarkan data dari Kementerian Pertanian sebanyak 3.647,81 ribu ton, sedangkan kebutuhan daging ayam nasional tahun ini mencapai 3.251,75 ribu ton, sehingga mengalami surplus sebanyak 396,06 ribu ton.

Untuk mengatasi kelebihan produksi unggas, Defiyan meminta Kementerian Perdagangan untuk terus membuka peluang ekspor unggas maupun produk-produk turunannnya ke berbagai negara. “Nah ini kan harusnya menjadi tanggung jawab Kementerian Perdagangan untuk terus mendorong ekspor, melalui atase-atase perdagangannya yang ditugaskan di beberapa negara,” ujarnya.

Lebih lanjut Ia beranggapan bahwa selama ini Kemendag hanya fokus melakukan pengaturan harga acuan di tingkat konsumen. Sedangkan menurutnya, di saat kondisi harga di tingkat peternak di bawah penetapan harga acuan belum ada kebijakan khusus untuk merespon fenomena tersebut.

“Begitu harga di tingkat konsumen naik, pemerintah langsung cepat turun tangan melakukan operasi pasar, atau bahkan jika produksi kurang langung dipenuhi dengan impor. Langkah responsif juga seharusnya diambil ketika harga anjlok di tingkat peternak,” ungkapnya.

“Seharusnya Kementerian Perdagangan juga memiliki daftar integrator yang kemungkinan dapat diajak menyelesaikan keganjilan harga ayam ini, apakah tidak mungkin selisih ini terjadi disebabkan oleh jaringan distribusi? Ini yang harus diselidiki oleh Kemendag,” katanya lagi.

Baca Juga:  Layak Dikaji Ulang, Kenaikan HPP GKP Masih Menjepit Petani di Jawa Timur

Berdasarkan Undang-undang No 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan disebutkan pada pasal 26 bahwa Kementerian Perdagangan menetapkan kebijakan harga, pengelolaan stok dan logistik, serta pengelolaan ekspor/impor dalam rangka menjamin stabilisasi harga kebutuhan pokok.

“Inilah yang perlu disinergikan untuk memformulasikan kebijakan yang tepat, manakala harga acuan baik di level petani maupun konsumen dibawah atau di atas harga acuan yang ditetapkan. Tentunya dalam hal ini Kementerian Perdagangan mempunyai peran penting terkait informasi dan stabilisasi harga,” tambah Defiyan.

Lebih lanjut, Defiyan Cori mengatakan bahwa daging ayam berdasarkan Perpres Nomor 71 Tahun 2015 merupakan satu diantara jenis bahan pangan pokok yang perlu dijaga ketersediaan dan stabilisasi harganya. Menurutnya, sebagian besar penduduk Indonesia saat ini sudah terbiasa mengkonsumsi daging ayam sebagai salah satu sumber protein hewani setiap hari.

“Sudah semestinya, barang kebutuhan pokok dan barang penting yang telah ditetapkan, termasuk di dalamnya daging ayam menjadi perhatian pemerintah dalam mengatur ketersediaan dan stabilisasi harga,” pungkasnya.

Apabila terjadi permainan harga yang tidak wajar dan disengaja, maka ini juga dapat dikategorikan makar ekonomi atas negara dengan mempersulit kondisi masyarakat. Apalagi menuding Kementerian Pertanian yang telah menjalankan kewenangannya dalam memenuhi produksi jelas tidak tepat dan salah alamat. (red/nn)

Editor: Achmad S.

Related Posts

1 of 3,157