NUSANTARANEWS.CO – Permasalahan edukasi yang menjadi isu utama inklusi keuangan di Indonesia menjadi perhatian para dosen sebagai salah satu ujung tombak dunia pendidikan. Association of Lectures for Financial and Economic Development (ALFED), asosiasi dosen yang fokus pada pengembangan keuangan dan ekonomi daerah di Indonesia menggelar Program Pemberdayaan Komunitas.
Cerita menarik datang dari Nusa Tenggara Timur (NTT). Di sana, salah satu permasalahan utama adalah rendahnya ketertarikan warga usia produktif untuk berkarya di daerah asalnya dan justru memilih untuk merantau ke kota besar. Hal ini meresahkan Enos Kabu, Koordinator Wilayah ALFED NTT yang juga dosen di Politeknik Negeri Kupang. Ia mengatakan program yang dicanangkan ALFED NTT adalah pelatihan pemberdayaan usaha mikro agar masyarakat bisa menjadi lebih produktif di wilayahnya sendiri.
“Produktivitas merupakan kunci meningkatkan inklusi keuangan warga, yang sekaligus mengarah pada peningkatan kesejahteraan mereka. Dengan program pelatihan telah disusun, kami berharap warga NTT dapat lebih termotivasi untuk membuka peluang usaha di daerahnya sendiri, misalnya di bidang pariwisata, perkebunan asam, kemiri, ataupun jagung,” ujarnya, Minggu (19/12) kemarin.
Agar lebih efektif, Enos menyasar komunitas mahasiswa dan gereja untuk programnya. Di antara rangkaian program yang direncanakan, salah satu pelatihan yang telah dilakukan adalah mengenai pengembangan usaha mikro, serta cara mendapatkan pinjaman dana dari lembaga keuangan.
Pengetahuan dan keterampilan yang diajarkan termasuk menyusun laporan keuangan, karena laporan keuangan merupakan komponen penting yang mampu mendukung usaha mikro mendapatkan kepercayaan dari pihak lain. Laporan yang tersusun jelas dan tepat juga akan mempermudah proses pendanaan, yang berdampak jangka panjang terhadap kelangsungan usaha.
Dia mengatakan, dalam menjalankan programnya juga mendapatkan banyak bantuan dari Otoritas Jasa Keuangan. Melalui pelatihan tersebut, Enos menyebutkan sudah ada sekitar 100 orang yang kini memahami cara menyusun laporan keuangan.
“Untuk di daerah seperti NTT, kemampuan menyusun laporan keuangan itu belum banyak dimiliki pebisnis mikro. Kami berusaha terus menumbuhkan semangat wirausaha agar mereka bisa berkarya di NTT, yang ujungnya adalah peningkatan inklusi keuangan. Kami juga akan terus melakukan pendampingan dan rangkaian pelatihan lain, agar sifat kegiatan ini berkelanjutan,” imbuhnya.
Ketua Umum ALFED Bambang Setiono Ph.D mengatakan dosen merupakan tulang punggung pemacu edukasi keuangan di daerah, “Dengan peran Tri Dharmanya, mereka dapat membantu meneliti dan memetakan kebutuhan masyarakat di daerah, melihat peluang intervensi dari hasil penelitian tersebut dan melakukan kegiatan pemberdayaan masyarakat yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat tersebut,” ujar dosen Sampoerna University ini.
Dalam penyelenggaraan Sampoerna Financial Day, Enos turut menerima penghargaan Sampoerna Community Project Awards (SACOPA) 2016 dengan sejumlah hadiah pembiayaan riset dan program pengabdian masyarakat. Dari situ, diharapkan program serupa dapat memicu wilayah lainnya untuk memulai inisiatif-inisiatif pemberdayaan terkait edukasi keuangan dan perbankan.
ALFED sendiri merupakan asosiasi yang diinisiasi oleh HSBC Indonesia dan Putera Sampoerna Foundation (PSF) melalui Sampoerna University (SU). Kegiatan ini merupakan bagian dari kerja sama strategis jangka panjang antara HSBC dan PSF dalam program Pendidikan Perbankan dan Keuangan. (luthsa/red-02)