NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Perebutan kursi di Dapil “neraka” Jawa Barat VI berlangsung ketat. Dari 96 caleg dari 16 parpol yang bertarung, hanya enam kursi DPR RI yang diperebutkan di dapil ini.
Hasil Pleno KPUD Kota Bekasi & Kota Depok, caleg yang berhasil menjadi anggota DPR RI Dapil Jabar VI yaitu Intan Fauzi (PAN/Petahana), Mahfudz Abdurrahman (PKS/Petahana), Nuroji (Gerindra/Petahana), Nur Azizah (PKS), Sukur Nababan (PDIP/Petahana), Wenny Haryanto (Golkar/Petahana).
Persaingan di dapil ini terbilang cukup sengit. Sejumlah tokoh politik maupun menteri Kabinet Indonesia Kerja, selebritis gagal melaju ke Gedung Parlemen, Senayan. Menteri Agama (Menag) Lukman Hakim Saifuddin (PPP) dan Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri (PKB) tak meraih suara signifikan di dapil ini.
Begitu pula dengan artis, Fauzi Badila (Gerindra), Angle Karamoy (PDIP), Lucky Hakim (Nasdem) dan Farhat Abas (PKB) juga gagal melenggang ke Senayan.
Pengamat Politik Universitas Al Azhar Indonesia (UAI) yang juga Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR), Ujang Komarudin tak heran dengan banyaknya tokoh populer yang gagal melaju ke Senayan.
Menurut dia, itu menjadi warning bagi para caleg, apakah pejabat Negara atau politisi agar turun ke masyarakat jauh jauh hari sebelum perhelatan pemilu. “Kalau pak Hanif dan Pak Lukman gagal, tidak terlalu mengejutkan. Namanya perjuangan, bisa kalah dan bisa menang. Tetapi ini menjadi refleksi dan evaluasi bagi siapapun caleg nanti,” jelasnya.
Artinya, bagi seorang caleg selevel pejabat Negara, jika tidak turun atau turun diujung pemilu maka resikonya tidak akan terpilih.
“Kedepan, siapapun yang jadi caleg, dia harus turun sejak awal agar dikenal masyarakat sehingga masyarakat merasakan jabatan yang mereka emban,” ungkapnya dalam keterangan tertulis dikutip Sabtu (11/5/2019).
Menurutnya, popularitas seorang caleg tidak menjamin elektabilitas para incumbent terpilih. Selama caleg tidak turun, masyarakat tidak mengenal mereka walaupun ia berstatus sebagai incumbent.
Dia menilai, kegagalan Hanif dan Lukman karena pola kampenye mereka memakai cara lama. Keduanya beranggapan pileg 2019 sama dengan pileg 2014 lalu sehingga mereka turun kampanye diujung pemilu. Inilah membuat mereka tidak terpilih.
“Caleg yang kampanyenya di ujung atau menjelang pemilu, mereka ini tidak siap menghadapi pileg. Biasanya incumbent atau caleg baru yang lolos ke Senayan itu adalah mereka turun 3 tahun sebelumnya,” tuturnya.
Dia menjelaskan, pendekatan pribadi dan turun langsung ke masyarakat harus dilakukan. Karena dengan system pemilu yang tertutup, membuat pileg kalah pamor dibandingkan pilpres dari segi pemberitaan.
Akibatnya, masyarakat tidak banyak mengenal nama caleg. Karena tidak kenal maka mereka tidak memiliki referensi sehingga banyak incumbent yang gugur.
“Bisa jadi, caleg incumbent yang gagal ini tidak turun ke dapil sehingga masyarakatpun tidak pernah merasakan apa programnya,” jelasnya.
Pewarta: Romandhon