Dua Keuntungan AS Pasca Pembunuhan Qassem Soleimani

Presiden AS Donald Trump dan Pemimpin Spiritual Tertinggi Iran Ayatullah Ali Khameini/Foto thebaghdadpost.com
Presiden AS Donald Trump dan Pemimpin Spiritual Tertinggi Iran Ayatullah Ali Khameini. (Foto: thebaghdadpost.com)

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Amerika Serikat (AS) membuat gaduh lagi di Timur Tengah setelah sebuah
Pesawat tanpa awak (nirawak) atau drone jenis MQ-9 Reaper menghabisi petinggi militer Iran, Mayjen Qassem Soleimani. Eskalasi konflik AS dan Iran pun langsung meningkat. Bahkan, tak sedikit kalangan khawatir perang bakal meletus.

Selang beberapa waktu, Iran membalas. Sedikitnya 15 unit rudal ditembakkan menyasar Pangkalan Ain Al-Asad di Irak yang merupakan tempat penampungan pasukan AS. Anehnya, tidak ada tentara AS yang menjadi korban dari serangan rudal tersebut.

“Iran memilih untuk melakukan serangan yang tidak menimbulkan korban jiwa dari personil AS. Hal ini menunjukkan bahwa serangan yang dilakukan oleh garda revolusi Iran adalah serangan untuk menjaga wibawa mereka sekaligus de-eskalasi tensi. Hal ini terbukti dengan langkah Presiden Trump untuk menurunkan eskalasi, dan tidak memutuskan membalas,” ujar analis konflik dan keamanan, Alto Luger kepada NUSANTARANEWS.CO, Jakarta.

Apa yang akan terjadi pasca insiden pembunuhan Qassem?

Bagi Amerika, kata Alto, kebijakan Luar Negeri AS, khususnya kebijakan militer dan diplomasi tidak akan berubah. Bahkan, dengan terbunuhnya Qassem, negara-negara maupun non-state actors akan mengerti bahwa di bawah kepemimpinan Presiden Donald Trump, postur militer AS yang agresif itu telah kembali.

“Mereka tentu tidak akan main-main. Hal ini sangat kontras dengan saat di mana Obama menjadi Presiden, yang cenderung dianggap lunak,” katanya.

Iran sendiri, lanjut dia, pasca mereka mengakui bahwa Pesawat Ukrainian Airlines Flight 752 jatuh karena ditembak oleh pasukan Iran, Teheran tentu sekarang sedang melakukan damage control.

“Momen kemarahan rakyat Iran tersebut cukup mengganggu upaya-upaya balas dendam secara asimetrik yang menjadi opsi mereka. Misalnya dengan melakukan serangan teror ke kepentingan AS di luar negeri,” jelas Alto.

Dia menilai, AS sendiri menikmati ekskalasi tersebut dengan ditandai meningkatnya pasar saham AS pasca insiden terbaru ini.

“Jadi, apa yang dilakukan oleh Presiden Trump, walaupun di luar kebiasaan pola diplomasi antar negara yang biasa kita kenal, ternyata manjur untuk meningkatkan bargaining AS di mata dunia internasional, dan juga meningkatkan perekonomian mereka,” sebutnya.

Pasca pembunuhan Qassem Soleimani dan kemarahan rakyat Iran, Presiden Donald Trump membuat sebuah kicauan di akun Twitter miliknya. Kata Trump, Iran tidak akan memenangkan peperangan, tetapi Iran tidak pernah kalah dalam negosiasi. (eda)

Exit mobile version