ArtikelPolitik

Dua Jimat Golkar Setelah Kasus Setya Novanto

Bagaimanakah prospek Golkar setelah drama panjang Setya Novanto? Akankah partai ini terpuruk dan ditinggalkan? Akankah partai ini menjadi partai gurem? Mampukah Golkar bangkit kembali?

Berkali-kali pertanyaan ini diajukan pada saya, baik oleh wartawan, politisi, kepala daerah dan tokoh Golkar sendiri.

Saya tak menjawabnya langsung. Melalui tulisan ini, saya sampaikan jawaban saya. Golkar punya dua jimat yang membuatnya selalu bisa bertahan. Partai ini bahkan memiliki kemampuan bangkit kembali yang mengejutkan.

Jawaban ini tentu berdasarkan hubungan saya yang panjang dengan partai Golkar. Saya dengan LSI sudah melakukan ratusan riset untuk dan tentang Golkar.

Di tahun 2005, Golkar adalah partai pertama yang menggunakan mekanisme survei untuk menseleksi calon kepala daerahnya. Saya atas nama LSI membuat kontrak dengan Golkar saat itu, yang diwakili Andi Matalata, dan Rully Chairul Azwar.

Itu bulan Maret 2005. Pada waktunya, momen ini akan bersejarah. Inilah momen pertama, kampanye politik di Indonesia bergeser dari tradisional menjadi modern karena mulai menggunakan survei opini publik dan marketing politik.

Saat itu, hubungan saya dengan Golkar sudah sangat dekat. Di tahun 2003, partai Golkar sedang dihujat untuk isu banyaknya politisi busuk di dalam partai tersebut. Partai itu juga diserang sebagai susupan Orde Baru di era reformasi. Maklum tahun 2003 baru berjarak 5 tahun dari jatuhya Suharto di tahun 1998.

Baca Juga:  KPU Nunukan Menggelar Pleno Terbuka Rekapitulasi Perolehan Suara Calon DPD RI

Saya yakinkan petinggi Golkar bahwa berbeda dengan banyak dugaan orang, Partai Golkar akan menjadi nomor satu kembali di tahun 2004. Mereka tanya apa yang membuat saya yakin. Jawab saya: Survei LSI.

Survei opini publik saat itu barang baru bagi partai politik. Tentu saja mereka tak sepenuhnya percaya. Saya ingat prediksi LSI bahwa Golkar akan juara kembali juga dimuat majalah Tempo. Tapi umumnya publik skeptis.

Sungguhpun tak percaya, namun info saya itu dianggap penting untuk menambah semangat pengurus Golkar di daerah. Saya ingat diundang pemimpin Golkar beberapa kali menyampaikan prediksi itu di beberapa kota, di hadapan banyak pengurus Golkar.

Prediksi LSI terbukti. Tahun 2004, Golkar kembali juara. Survei LSI terbukti lagi ketika SBY menjadi presiden. Saat itu banyak politisi tak percaya prediksi LSI bahwa SBY bisa mengalahkan Megawati. Itu masa ketika Megawati paling powerfull: putri Bung Karno, ketum PDIP partai terbesar, dan masih menjabat presiden pula.

Oleh lingkaran Golkar, Saya dan LSI mulai dianggap sakti karena dua prediksi LSI yang awalnya mereka anggap mustahil ternyata terbukti!. Dengan reputasi itu, saya pun berhasil meyakinkan Golkar untuk pertama kalinya menggunakan metode survei sebagai selektor calon kepala daerah secara nasional.

Selanjutnya adalah sejarah. Hingga kini survei opini publik sudah menjadi bagian strategi partai dalam pemilu modern.

Baca Juga:  Jatim Barometer Politik Nasional, Khofifah Ajak Masyarakat Tidak Golput

Hubungan dekat dan seringnya saya (LSI) membuat survei bagi partai Golkar, membuat saya mengenal lebih dekat “jeroan” atau inner strength partai ini. Partai ini ternyata punya dua “jimat,” yang belum dikuasai sepenuhnya oleh partai lain.

Dua jimat inilah yang membuat Golkar akan mampu bertahan, bahkan bangkit.

Jimat pertama apa yang disebut “Impersonal Order.” Dibanding partai lain, Golkar partai besar yang tak lagi tergantung pada “Personal Order,” pada satu tokoh besar, tapi pada “Impersonal Order:” sistem.

PDIP bertumpu pada personal order: Megawati. Demokrat ke SBY. Gerindra ke Prabowo. Nasdem ke Surya Paloh. PAN ke Amien Rais.

Golkar sudah maju ke tahap berikutnya bagi evolusi partai modern: impersonal order. Ini sebenarnya kategori yang dibuat Max Weber mengkisahkan evolusi organisasi. Ujar Weber, organisasi berevolusi dari bertumpu pada kharisma pendirinya (personal order) menjadi bertumpu pada sistem (impersonal order).

Kekuatan Golkar memang bukan pada tokoh utamanya, tapi pada sistemnya. PDIP akan hancur jika terjadi sesuatu yg buruk pada Megawati. Hal yang sama dengan Demokrat soal SBY, Gerindra soal Prabowo, Nasdem soal Surya Paloh, PAN soal Amien Rais.

Tapi karena tak lagi bertumpu pada tokoh utama partai, apapun yang terjadi pada tokoh utama itu, Golkar tetap bertahan. Apapun yang terjadi pada Setya Novanto, Golkar bisa survive. Sistem yang menjadi kekuatan dan perekat Golkar, bukan tokoh.

Baca Juga:  KPU Nunukan Gelar Pleno Rekapitulasi Perhitungan Perolehan Suara Pemilu 2024

Jimat kedua apa yang sebut dalam sepak bola sebagai strategi “Catenacio.” Ini gaya sepak bola yang diterapkan kesebelasan Italia memenangkan World Cup 2006. Strategi ini bertumpu pada ketangguhan pemain menahan gempuran. Pada waktunya, mereka berbalik menyerang melahirkan goal.

Golkar punya jimat kemampuan menahan gempuran. Elite Settlement atau kemampuan elitnya mengelola konflik jauh lebih tinggi dibandingkan partai lain. Sekeras apapun problema yang ada, partai ini mampu keluar untuk bersatu kembali.

Tak hanya bersatu. Seperti strategi Catenacio, partai ini mampu balas menyerang untuk menggoalkan gawang lawan. Kemampuan ini tentu ditunjang oleh jam terbang yang tinggi elit politiknya. Dibanding elit partai lain, umumnya elit partai Golkar punya pengalaman dan kelihaian politik yang lebih canggih.

Impersonal Order dan Elite Settlement menjadi dua jimat penting Golkar menghadapi badai. Termasuk untuk kasus Setya Novanto kali ini.

Kita belum tahu ujung dari kasus Setya Novanto. Apakah pra peradilan kembali membebaskan Setya Novanto dari status tersangka? Apakah Stya Novanto mampu survive?

Apapun yang terjadi pada Setya Novanto, dua jimat Golkar akan bekerja membawa partai ini mengarungi ganasnya ombak. Untuk itulah saya tetap optimis dengan prospek Golkar.

Oleh: Denny JA, konsultan politik dan tokoh media sosial

Related Posts

1 of 77